TRIBUNNEWS.COM - Presiden RI, Prabowo Subianto menyatakan bahwa pemberlakuan tarif resiprokal yang dikeluarkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menimbulkan ketidakpastian global hingga membuat banyak negara cemas atas kondisi perekonomian dunia.
Namun, Prabowo meyakini bahwa Indonesia bisa menghadapi dan mengendalikan kebijakan tarif dari Trump tersebut.
"Apa yang terjadi sekarang, goncangan dunia akibat negara ekonominya terkuat membuat kebijakan-kebijakan yang memberikan peningkatan tarif yang begitu tinggi kepada banyak negara ini bisa dikatakan menimbulkan ketidakpastian dunia. Banyak negara yang cemas."
"Ya, kita akan menghadapi tantangan, tapi saya bicara dengan tim saya ternyata situasinya dapat kita hadapi dan bisa kita kendalikan," kata Prabowo, dalam acara Sarasehan Ekonomi di Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Prabowo lantas mengingatkan bahwa perekonomian di Indonesia harus bisa berdiri sendiri, seperti yang diperjuangkan para pendiri bangsa.
"Sebenarnya pendiri-pendiri bangsa kita sejak dulu, termasuk saya sejak dulu saya sudah ingatkan mari kita bangun ekonomi kita dengan sasaran berdiri di atas kaki kita sendiri," jelas Prabowo.
Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Airlangga Hartarto pun menyampaikan bahwa beberapa aspek ekonomi Indonesia menunjukkan kekuatan, sebagai berikut:
Secara spasial ekonomi tumbuh positif di semua wilayah.
Pertumbuhan tertinggi di Papua Barat (20,8 persen) dan Maluku Utara (13,7 persen).
Airlangga menyebut, semua sektor tumbuh positif dengan kontribusi terbesar Industri Pengolahan (18,98 persen PDB).
Pada Maret 2025 Indonesia mengalami inflasi 1,65 persen (mtm) dan 1,03 persen (yoy).
IKK pada Februari 2025 berada pada level Optimis sebesar 126,4 dibandingkan Januari 2025 sebesar 127,2 atau masih konsisten di level optimis.
PMI Maret 2025 sebesar 52,4 dibandingkan Februari 2025 sebesar 53,6, di level ekspansi seiring peningkatan output dan demand di dalam negeri.
"Dalam laporan terakhirnya, Moody’s melaporkan bahwa dinilai ketahanan ekonomi Indonesia tetap terjaga berkat permintaan domestik yang kuat dan komitmen pemerintah dalam menjaga kredibilitas kebijakan moneter dan fiskal," ujar Airlangga.
IPR pada Februari 2025 terkontraksi 0,5 persen yoy namun tetap tumbuh 0,8 persen secara bulanan dipengaruhi kelompok makanan, minuman, tembakau.
Airlangga bilang, sektor keuangan Indonesia kuat, dibuktikan dengan Neraca Pembayaran (NPI) 2024 mengalami surplus 7,2 miliar dolar AS.
Sementara pertumbuhan kredit Februari 2025 10,4 persen (rata-rata 2024 11,3 persen).
Adapun, Dana Pihak Ketiga (DPK) sedikit meningkat menjadi 5,75 persen.
Sementara Cadangan Devisa Indonesia tercatat 154,5 miliar dolar AS hingga akhir Februari 2025.
Jumlah itu setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor ditambah pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah.
"Neraca Perdagangan surplus, di mana pada Februari 2025 surplus 3,12 miliar dolar AS melanjutkan tren surplus 58 bulan berturut-turut," ungkapnya.
Sebelumnya, Trump mengumumkan tarif baru sebesar 10 persen terhadap hampir semua barang impor yang masuk ke Amerika, Rabu (2/4/2025).
Indonesia pun tercantum dalam daftar tarif timbal balik yang diumumkan oleh Trump tersebut.
Dikutip dari Kompas TV, Indonesia menerapkan tarif sebesar 64 persen terhadap barang-barang dari AS.
Kemudian, sebagai respons, AS akan mengenakan tarif sebesar 32 persen terhadap barang-barang Indonesia yang dijual di Amerika.
Trump menyatakan bahwa dana dari penerapan tarif ini akan digunakan untuk mengurangi pajak dan membayar utang nasional.
Dilansir web resmi Kemlu, pengenaan tarif timbal balik ini akan memberikan dampak signifikan terhadap daya saing ekspor Indonesia ke AS.
Diketahui bahwa Indonesia memiliki sejumlah produk ekspor utama di pasar AS.
Di antaranya adalah elektronik, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, palm oil, karet, furnitur, udang, dan produk-produk perikanan laut.
Tarif ini awalnya mulai berlaku pada Rabu (9/4/2025), tetapi Trump akhirnya memutuskan untuk menangguhkan tarif timbal balik terhadap sebagian besar mitra dagang AS selama 90 hari.
Namun, pada saat yang sama, Trump diketahui malah menaikkan tarif timbal balik terhadap China menjadi 125 persen.
Padahal, sebelumnya hanya dinaikkan menjadi 104 persen.
Mengenai hal ini, Trump mengatakan bahwa jeda 90 hari untuk penerapan tarif itu hanya berlaku untuk 75 negara yang tidak membalas terhadap tarif dagang yang ditetapkan oleh AS sebelumnya.
"Berdasarkan fakta bahwa lebih dari 75 negara telah memanggil perwakilan Amerika Serikat, dan bahwa negara-negara ini tidak, atas saran saya yang kuat, membalas dengan cara, bentuk, atau cara apa pun terhadap Amerika Serikat, saya telah mengesahkan PENGHENTIAN selama 90 hari," tulis Trump di platform Truth Social pada hari Rabu (9/4/2025).
"Dan Tarif Timbal Balik yang diturunkan secara substansial selama periode ini, sebesar 10 persen, yang juga berlaku segera," lanjutnya.
Jumlah tersebut disebutkan lebih rendah dari tarif 20 persen yang ditetapkan oleh Trump terhadap barang-barang impor dari Uni Eropa, yakni 24 persen untuk impor dari Jepang, dan 25 persen untuk impor dari Korea Selatan.
"Pada suatu saat, mudah-mudahan dalam waktu dekat, Tiongkok akan menyadari bahwa hari-hari menipu AS dan negara-negara lain tidak lagi berkelanjutan atau dapat diterima," ungkap Trump.
Terkait dengan China, Trump mengatakan Negeri Tirai Bambu tersebut masih ingin berunding dengan AS mengenai tarif tersebut, tetapi belum menemukan caranya.
"Belum ada yang berakhir, tetapi kami memiliki semangat yang luar biasa dari negara-negara lain, termasuk China. China ingin membuat kesepakatan, mereka hanya tidak tahu bagaimana cara melakukannya," katanya kepada wartawan, seperti diberitakan CNN.
Sebelumnya, AS menaikkan tarif dagang terhadap barang-barang dari China sebesar 34 persen dalam pengumuman tarif pada 2 April lalu.
Setelah itu, China membalas dengan menaikkan tarif terhadap barang impor dari AS sebesar 34 persen dan berlaku mulai 10 April 2025.
Trump kemudian membalas lagi dengan menaikkan tarif China menjadi 104 persen.
Namun, China mengancam lagi akan menaikkan tarif dagang terhadap AS hingga 84 persen.
Hingga akhirnya, pada hari Rabu, Trump mengatakan akan menaikkan tarif dagang terhadap China menjadi 125 persen.
(Rifqah/Endrapta Ibrahim/Nitis Hawaroh/Yunita Rahmayanti)