Indonesia Perlu Siapkan Strategi Jangka Pendek Antisipasi Kebijakan Proteksionis Donald Trump
Choirul Arifin April 11, 2025 04:33 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI, Muhammad Kholid, menekankan pentingnya Indonesia menyiapkan strategi jangka pendek dan menengah untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional. 

Hal tersebut untuk mengantisipasi kebijakan proteksionis Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap perekonomian global dan Indonesia.

Kholid menggarisbawahi perlunya strategi keep buying untuk menjaga daya beli masyarakat yang menyumbang lebih dari separuh PDB Indonesia.

"GDP kita 60 persen ditopang konsumsi. Maka strategi menjaga daya beli masyarakat adalah segalanya. Kalau konsumsi jalan, produksi dalam negeri ikut hidup. Karena kita nggak bisa terlalu mengandalkan ekspor sekarang, semua negara sedang proteksionis," ujarnya di Jakarta, Jumat (11/4/2025).

Kholid menegaskan bahwa meskipun rasio ekspor Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih tergolong rendah, sektor-sektor padat karya tetap berisiko terdampak serius.

“Rasio ekspor kita hanya 20-25 persen terhadap GDP, itu rendah. Sehingga, jika ada masalah perdagangan, yang terdampak hanya sektor-sektor tertentu, seperti tekstil, furniture, dan elektronik. Tapi seluruh ekonomi tidak langsung terdampak," ujar Kholid.

Namun demikian, menurutnya, kondisi ekonomi Indonesia tetap membutuhkan perhatian serius, terutama pada sektor keuangan dan konsumsi domestik. Sebelum ada perang dagang dengan Trump, lanjut dia, sektor keuangan dalam negeri sudah mengalami tekanan.

"Rupiah melemah, IHSG sempat disuspensi, penerimaan pajak menurun. Ini warning. Jangan sampai ada tekanan besar di sektor keuangan kita," ucap Kholid.

Kholid juga menyoroti urgensi penguatan iklim investasi melalui tata kelola keuangan yang baik. Ia menyebut sovereign wealth fund seperti Danantara harus dikelola secara profesional dan transparan untuk meningkatkan kepercayaan investor.

"Kalau governance-nya bagus, kredibilitasnya oke, investasi akan tumbuh. Tapi kalau tidak, country risk kita akan naik, dan itu bisa mengurangi minat investor," tegasnya.

Pemerintah diminta berhati-hati dalam pengelolaan fiskal dan moneter, serta memprioritaskan kebijakan yang memperkuat sektor manufaktur padat karya, yang sangat rentan terdampak dari kebijakan tarif global.

"Jangan sampai manufaktur padat karya yang sudah tertekan makin melemah. Pemerintah harus beri insentif—fiskal, moneter, industri—untuk bantu mereka bertahan. Ini tugas penting untuk memitigasi dampak tarif Trump," tuturnya.

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menunda implementasi tarif resiprokal atau tarif timbal balik terhadap hampir semua mitra dagangnya. Namun, dia justru memutuskan untuk menambah tarif bagi Cina menjadi 125 persen.

Trump berujar penangguhan implementasi tarif impor akan berlangsung selama 90 hari. Kebijakan penundaan tersebut diberikan kepada lebih dari 75 negara, termasuk Indonesia. Tetapi tarif timbal balik tetap akan diturunkan menjadi minimal sebesar 10 persen. 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.