TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Sejumlah daerah yang masih bergantung terhadap transfer pusat sangat menerima dampak kebijakan efisiensi. Terutama dalam pembangunan infrastruktur baik jalan maupun irigasi. Seperti di Kabupaten Bondowoso Jawa Timur.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) nomor 29 tentang penyesuaian rincian alokasi transfer ke daerah, dana alokasi umum (DAU) pekerjaan umum untuk Kabupaten Bondowoso 0 rupiah.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Jember (Unej), Hermanto Rohman, menyebut, perampingan OPD bisa menjadi opsi untuk menghemat atau efisiensi anggaran.
Menurutnya, beberapa daerah sudah menggunakan opsi tersebut untuk berhemat di tengah kebijakan efisiensi, salah satunya Jember, apalagi memang perampingan OPD menjadi kewenangan daerah.
Sepanjang itu sesuai dengan PP nomor 18 tahun 2016 dan Permendagri nomor 99 tahun 2018. Menurutnya, di sana disebutkan bahwa daerah diberikan ruang atau keleluasaan untuk menyusun SOTK (struktur organisasi dan tata kerja). “Jika daerah melakukan perampingan terhadap OPD maka harus mengacu aturan tersebut,” kata dia.
Oleh karena itu kata dia, jika Pemkab akan melakukan perampingan maka harus merevisi Perda yang sudah berjalan atau yang berlaku.
Di Bondowoso sendiri lanjut dia, ada Perda nomor 7 Tahun 2021 yang sangat mungkin untuk dilakukan perampingan. Karena di Perda tersebut terdapat enam OPD yang bisa di-merger atau disatukan sehingga bisa jadi tiga OPD.
Enam OPD yang bisa disatukan yakni BSBK bisa digabungkan dengan Dinas Perumahan, Pemukiman dan Cipta Karya dan Tata Ruang; Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan bisa disatukan dengan Dinas Peternakan dan Perikanan; serta Dinas Lingkungan Hidup dengan Dinas Perhubungan.
"Itu bisa di-merger karena memiliki rumpun yang sama. Kalau mau mengacu pada PP nomor 18 tahun 2016. Kalau dirumpunkan, enam dinas itu bisa dijadikan tiga dinas," jelas dia.
Setelah dirampingkan menjadi tiga dinas, pemerintah daerah biasa berhemat. Bahkan Dosen Administrasi Keuangan Negara FISIP UNEJ tersebut sempat menghitung estimasi penghematan, yakni sekitar 12-18 miliar kalau asumsinya 20-30 persen.
Namun demikian kata dia, penggabungan ini harus dikaji kembali, khususnya pada tipe dinas, karena saat digabungkan bisa menjadi tipe dinas A. Maka jika tipe dinas A bidangnya bisa lima di masing-masing dinas tersebut. Jika ada merger bidang, maka pejabat eselon 3 akan mengalami penghematan.
Dengan adanya perampingan, Pemkab bisa menghemat anggaran tunjangan struktural. Misalnya dari enam kepala OPD otomatis menjadi tiga. Kemudian di tingkat eselon 3 atau kepala bidang.
Jika enam OPD masing-masing ada empat Kabid atau total 24 bidang, otomatis bisa dikurangi hampir separuh. Sehingga tunjangan kinerja untuk eselon III juga bisa dihemat.
“Selanjutnya pemerintah bisa menghemat operasional kantor dan lain-lain. Misalnya dari enam kantor bisa dioperasionalkan bisa jadi untuk tiga kantor. Maka belanja operasional untuk dinas bisa berkurang. Belum lagi TPP juga nanti kemungkinan akan berkurang,” paparnya.
Beberapa dinas yang disebut di atas sebenarnya baru dipecah. Namun dia menegaskan, tak ada ketentuan tenggat waktu, sepanjang penggabungan itu didasarkan pada hasil evaluasi kinerja pelaksanaannya, karena harus ada kajian kegiatan kinerja di tingkat birokrasi.
Namun demikian tetap harus ada perubahan Perda. Sehingga eksekutif melalui Bagian Organisasi harus melakukan kajian menyusun naskah akademik dengan melakukan Feasibility study atau studi kelayakan, untuk dikembalikan lagi atau di-merger.
Ketua Pemberdayaan Masyarakat LP2M Universitas Jember itu juga memaparkan, Pemkab harus menghitung beban kerja di masing-masing OPD ketika di-merger nanti.
“Salah satunya akan berimplikasi pada indikator kinerja. Ini harus disusun naskah akademiknya oleh bagian organisasi, sebagai dasar untuk melakukan perubahan Perda tentang SOTK yang lama,” tegas dia.
Selain itu lanjut dia, dalam perumusan RPJMD harus dikoordinasikan sekaligus dalam penyusunan konsep penggabungan OPD, sehingga sejalan dengan visi misi bupati temasuk target lima tahun kedepan.
Namun demikian, kepentingan menggabungkan OPD bukan hanya kepentingan efisiensi, tetapi untuk kepentingan efektivitas kinerja bupati dalam lima tahun ke depan. Sehingga bisa disusun secara paralel dengan penyusun RPJMD.
“Tinggal bupati melakukan komunikasi politik dengan DPRD untuk membuat komitmen tentang penggabungan OPD dan RPJMD agar menjadi prioritas dalam pembahasan Propemperda. Sehingga tidak berlawanan dalam nomenklatur RPJMD dengan wadah organisasi atau merger OPD,” saran dia.(*)