DPRD Jatim Nilai Perlu Ada Diskusi Terkait Polemik Penahanan Ijazah
GH News April 13, 2025 04:05 PM

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Polemik penahanan ijazah oleh perusahaan kembali menjadi sorotan publik usai Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, dilaporkan terkait kasus tersebut.

Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Cahyo Harjo Prakoso, menegaskan bahwa persoalan tersebut merupakan masalah lama yang belum memiliki ketegasan regulasi.

“Sudah marak, sudah banyak sekali perusahaan yang melakukan hal itu. Setahu saya belum ada regulasi yang melarang hal tersebut, karena satu sisi itu adalah upaya dari perusahaan untuk menjaga loyalitas dan komitmen dari tenaga kerjanya,” ujar Cahyo yang juga merupakan Ketua DPC Gerindra Surabaya ini, Minggu (13/4/2025).

Cahyo juga menyebut bahwa banyak pekerja menyerahkan ijazah karena kebutuhan ekonomi, serta minimnya pemahaman terhadap perjanjian kerja yang mereka tandatangani.

Menurutnya, apabila ada kesepakatan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), maka hal itu bisa menjadi sah secara hukum.

“Apabila sudah disepakati kedua pihak kan menjadi satu ketetapan hukum, kan seperti itu. Maka harus mematuhi,” tegas alumnus Fakultas Hukum Universitas Airlangga ini.

Namun, dia tidak menampik bahwa pengawasan dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Jatim masih perlu diperkuat.

Mediasi dan pengecekan seharusnya dilakukan secara aktif untuk memastikan apakah praktik tersebut melanggar hak pekerja atau tidak.

“Ini yang salah siapa? Karena kita enggak tahu tuh karyawannya ada masalah apa, belum dijelaskan juga,” ujar Cahyo.

Komisi E Jajaki Pembentukan Regulasi 

Cahyo juga menegaskan bahwa Komisi E DPRD Jatim tengah menjajaki wacana pembentukan regulasi baru untuk menjawab kekosongan hukum ini.

Dia menyebut, akan mengajak diskusi dengan serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah provinsi demi menemukan titik tengah antara perlindungan tenaga kerja dan kepastian bagi investor.

“Kita akan berdiskusi, akan berbicara dengan semua pihak untuk mencari regulasi yang adil untuk semuanya,” kata Cahyo.

Dia mengakui bahwa praktik penahanan ijazah kerap dianggap sebagai langkah pengusaha untuk menjaga stabilitas SDM mereka, terutama agar tenaga kerja tidak berpindah seenaknya ke perusahaan lain, termasuk ke kompetitor.

“Dia kerja di perusahaan A, karena ada tawaran dari perusahaan B yang lebih menggiurkan. Dia bisa pindah dengan sendirinya ke perusahaan lain. Bahkan itu perusahaan pesaingnya,” ungkap Cahyo.

Untuk itu, Cahyo menegaskan perlunya regulasi yang jelas dan tegas, termasuk aturan soal masa penahanan ijazah, dan batasan-batasan yang melindungi hak pekerja serta tidak mengganggu kelangsungan investasi.

“Maka harus ada ketentuan berapa lama ijazahnya ditahan oleh perusahaan dan lain-lainnya. Tidak boleh melanggar perasaan manusia dari pekerja dan lain-lainnya,” tegas Cahyo.(*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.