Ketua Hakim PN Jakarta Selatan Terlibat Kasus Suap, di Kampung Tampak Sederhana dan Dikenal Pendiam
Pravitri Retno W April 14, 2025 06:35 PM

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhamad Arif Nuryanta, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau onslag terhadap tiga terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO).

Terkait kasus ini, Kejagung juga sudah menggeledah rumah Arif yang beralamat di di Jalan Perintis Kemerdekaan Gang 26 Nomor 25 RT 09 RW 06, Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, Jawa Tengah, pada Minggu (13/4/2025).

Rumah yang digeledah Kejagung itu tampak sederhana, tidak mewah dan tak bertingkat.

Namun, lurah Panggung, Amin Suseno, mengatakan tidak mengetahui apapun mengenai penggeledahan rumah Arif tersebut.

Pasalnya, kata dia, Kejagung tidak memberitahunya.

Amin mengaku hanya mengetahui informasi tersebut dari Ketua RW sekitar.

"Gak tahu, saya hanya tahu informasi dari Pak RW, ada dari Kejaksaan Agung, jelasnya saya kurang tahu," ungkapnya, Senin (14/4/2025), dikutip dari TribunJateng.com.

Amin mengatakan Arif terdata sebagai warga Kelurahan Panggung dengan Kartu Tanda Anggota (KTP) warga Kota Tegal.

Namun, dia mengaku tidak tahu persis bagaimana sosok Arif tersebut.

Amin hanya mendengar dari cerita warga, Arif kerap pulang ke rumah dan mengikuti salat di masjid dekat rumahnya.

"Pak Arif Nuryanta memang warga Panggung. Dalam KTP-nya, dia aktif sebagai warga Kota Tegal," katanya.

Sementara itu, Ketua RW 06, Sugeng Santoso, mengatakan Arif biasanya pulang ke Tegal setiap hari Jumat saat akhir pekan. 

Sugeng mengaku selalu melihat Arif saat salat Jumat di masjid.

Dari pendapat Sugeng, Arif dikenal sebagai orang baik, tetapi pendiam.

"Menjelang libur akhir pekan biasanya pulang. Dia baik dengan lingkungan, ikut kegiatan bersih-bersih masjid juga," ujarnya, Senin.

Selain itu, Sugeng juga membeberkan, Arif pernah menyumbang untuk pembangunan Taman Pendidikan Al Quran (TPQ). 

Namun, Sugeng tidak tahu pasti berapa jumlah yang disumbangkan Arif tersebut.

"Nyumbang banyak, tapi jumlahnya saya gak tahu," katanya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat tersangka dalam dugaan suap ekspor CPO tersebut.

Empat tersangka tersebut adalah:

  1. Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan;
  2. Wahyu Gunawan (WG) yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara;
  3. Marcella Santoso (MS), advokat;
  4. Ariyanto (AR) berprofesi sebagai advokat.

"Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp60 miliar," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, Sabtu (12/4/2025) malam.

Suap tersebut, kata Abdul Qohar, diberikan untuk memengaruhi putusan perkara korporasi sawit soal pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.

"Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan (MAN) diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah," ujar Abdul Qohar.

"Untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan onslag, di mana penerimaan itu melalui seorang panitera namanya WG," imbuhnya.

Putusan onslag tersebut dijatuhkan pada tiga korporasi raksasa, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

Padahal, sebelumnya jaksa menuntut denda dan uang pengganti kerugian negara hingga sekira Rp17 triliun.

Tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menerima uang senilai Rp22,5 miliar dalam kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau onslag terhadap tiga terdakwa korporasi ekspor CPO.

Adapun, ketiga hakim yang kini berstatus tersangka itu yakni:

  1. Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim;
  2. Agam Syarif Baharudin selaku hakim anggota;
  3. Ali Muhtarom sebagai hakim Ad Hoc.

Sebagai informasi, ketiga hakim itu yang memvonis bebas tiga korporasi yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

Di mana, Djuyamto sebagai hakim ketua dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom.

Awal Mula Kasus Terbongkar

Kejagung mengungkapkan, kasus dugaan suap Rp60 miliar dalam penanganan perkara di PN Jakarta Pusat yang melibatkan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) merupakan pengembangan dari kasus suap majelis hakim perkara Ronald Tandur di PN Surabaya.

"Jadi (kasus) ini bermula dari pengembangan perkara yang ditangani terkait dugaan korupsi gratifikasi di PN Surabaya," ujar Abdul Qohar dalam konferensi pers di Lobi Kartika, Kejaksaan Agung, Sabtu malam.

Dari barang bukti yang didapatkan dalam perkara di PN Surabaya, ditemukan dugaan aliran dana ke PN Jakarta Pusat tentang kasus pemberian fasilitas ekspor CPO kepada tiga perusahaan besar.

Tiga perusahaan besar yang dimaksud itu adalah PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

"Kemudian pada tanggal 12 April 2025, penyidik kembali melakukan penggeledahan di berbagai tempat di Jakarta dan malam hari ini juga di beberapa wilayah di luar Jakarta," kata Qohar.

Muhammad Arif Nuryanta yang saat ini menjabat ketua PN Jakarta Selatan pun ditangkap Kejagung pada Sabtu, 12 April 2025 bersama Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata pada PN Jakarta Utara.

Kemudian, dua advokat yakni Marceila Santoso dan Ariyanto, juga diamankan.

Diduga ada aliran uang senilai Rp60 Miliar yang mengalir ke Arif Nuryanta. 

Kemudian, hanya selang sehari, Kejagung menahan tiga orang hakim yakni Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto sebagai tersangka, Minggu (13/4/2025).

"Dengan terbongkarnya kasus suap menyuap tersebut masyarakat berharap bahwa sistem peradilan bekerja secara adil, jujur, transparan dan bebas dari pengaruh politik dan uang," ujar Teguh.

Hakim dan Panitera Tersangka Kasus Suap Diberhentikan Sementara

Terkait kasus suap ini, Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Yanto, mengatakan hakim dan panitera yang terlibat akan diberhentikan sementara.

"Hakim dan panitera yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan akan diberhentikan sementara," kata Yanto dalam jumpa pers yang berlangsung di Gedung MA, Jakarta Pusat, Senin (14/4/2025). 

Apabila nantinya mereka semua benar terbukti melakukan suap, MA baru akan mengambil tindakan pemberhentian tetap. 

"Jika telah ada putusan yang Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) akan diberhentikan tetap," ujar Yanto.

Terkait kasus dugaan suap ini, Yanto menegaskan, ihwal MA adalah menghormati proses hukum yang kini sedang dilakukan oleh Kejagung.

Sebagai informasi, hakim yang tertangkap tangan memang dapat dapat dilakukan tindakan penangkapan dan penahanan atas perintah Jaksa Agung dengan persetujuan Ketua MA, sebagaimana tertuang dalam Pasal 26 UU Nomor 2 Tahun 1986. 

Yanto juga mengatakan ihwal seluruh pihak untuk wajib menghormatinya asa praduga tidak bersalah selama prosesi hukum berlangsung.

(Rifqah/Ibriza Fasti/Mario Christian/Hasanudin Aco) (TribunJateng.com/Fajar Bahruddin)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.