Inilah riwayatKesultanan Deli, kerajaan Islam yang berdiri di Tanah Deli, Sumatera Utara, yang lolos dari Revolusi Sosial di Sumatara Timur 1946.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Revolusi sosial yang terjadi di Sumatera Timur pada 1945-196 menyasar beberapa kesultanan yang ada di sana, termasuk salah satunya adalah Kesultanan Deli. Tapi karena satu dan lain hal, kerajaan Islam yang maujud hingga sekarang itu selamat dari amuk massa.
Kesultanan Deli adalah kerajaan Islam yang berdiri di Tanah Deli, sekarang Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Wilayah ini dulu masuk wilayah Sumatera Timur.
Kesultanan Deli didirikan olehTuanku Panglima Gocah Pahlawan pada 1632, ketika masih di bawah Kerajaan Aceh. Baru pada abad ke-19, Kesultanan Deli menjadi kerajaan independen setelah memisahkan diri dari Aceh dan Siak.
Seperti disinggung di awal, Kesultanan Deli masih ada hingga kini, meskipun tidak lagi memiliki kekuatan politik setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Semua berawal ketikaKerajaan Aceh melakukan perluasan wilayah di Sumatera Utara. Pada 1632, Laksamana Gocah Pahlawan diutus untuk menjadi wakil Kerajaan Aceh di wilayah Aru.
Ketika itu di daerah Karo terdapat empat raja yang telah masuk Islam. Empat raja itu kemudian mengangkat Laksamana Gocah Pahlawan sebagai raja di Deli. Peristiwa itu menandai berdirinya Kesultanan Deli dan Gocah Pahlawan resmi menjadi raja pertamanya.
Raja-raja Kesultanan Deli
1. Tuanku Panglima Gocah Pahlawan (1632–1669)
2. Tuanku Panglima Perunggit (1669–1698)
3. Tuanku Panglima Paderap (1698–1728)
4. Tuanku Panglima Pasutan (1728–1761)
5. Tuanku Panglima Gandar Wahid (1761–1805)
6. Sultan Amaluddin Mangendar (1805–1850)
7. Sultan Osman Perkasa Alam Shah (1850–1858)
8. Sultan Mahmud Al Rashid Perkasa Alamsyah (1858–1873)
9. Sultan Ma'mun Al Rashid Perkasa Alamsyah (1873–1924)
10. Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah (1924–1945)
11. Sultan Osman Al Sani Perkasa Alamsyah (1945–1967)
12. Sultan Azmy Perkasa Alam Alhaj (1967–1998)
13. Sultan Otteman Mahmud Perkasa Alam (1998 – 2005)
14. Sultan Mahmud Lamanjiji Perkasa Alam (2005-sekarang)
Selama rentang waktu kekuasaan yang cukup panjang, Kesultanan Deli mengalami pasang surut silih berganti. Pada awal abad ke-18, pernah terjadi pergolakan di antara keluarga Kesultanan Deli setelah wafatnya Tuanku Panglima Paderap.
Perpecahan tersebut dikarenakan adanya perebutan kekuasaan di antara empat anak Tuanku Panglima Paderap.
Setelah sempat terjadi peperangan, Tuanku Panglima Pasutan akhirnya menjadi penguasa Kesultanan Deli selanjutnya. Sedangkan Tuanku Umar Johan Alamsyah yang terusir dari Kesultanan Deli, pergi ke Serdang dan mendirikan Kesultanan Serdang.
Selain itu, Deli tercatat dua kali di bawah taklukkan Kerajaan Aceh dan juga pernah menjadi daerah taklukan Siak serta Belanda.
Pada 1861, Kesultanan Deli resmi menjadi kerajaan independen setelah lepas dari Aceh dan Siak. Sejak saat itu, kerajaan ini mengalami perkembangan pesat dan makmur. Kekayaan Kesultanan Deli dapat dilihat dari berkembangnya usaha perkebunan dengan komoditas utama tembakau.
Beberapa bangunan peninggalan Kesultanan Deli seperti Istana Maimun dan Masjid Raya Al-Mashun Medan juga menjadi bukti kejayaannya.
Ketika itu wilayah kekuasaan Kesultanan Deli mencakup Kota Medan, Langkat, Suka Piring, Buluh Cina, dan beberapa negeri kecil di sekitar pesisir timur Pulau Sumatera. Kekuasaan tertinggi kesultanan ini berada di tangan Sultan.
Dalam kehidupan sehari-hari, sultan tidak hanya berfungsi sebagai kepala pemerintahan, tetapi juga sebagai kepala urusan agama Islam dan kepala adat Melayu. Untuk menjalankan tugasnya, raja atau sultan dibantu oleh bendahara, syahbandar (perdagangan), dan para pembantunya yang lain.
Selamat dari Revolusi Sosial di Sumatera Timur
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, muncul revolusi sosial di Sumatera Timur yang dipelopori oleh pemuda-pemuda komunis yang antifeodalisme. Tujuan dari revolusi ini adalah dihapuskannya sistem monarki.
Ada beberapa hal yang memicu terjadinya revolusi sosial di Sumatera Timur. Di antaranya adalah ada beberapa bangsawan Melayu yang tidak segera mendukung Republik pasca-proklamasi. Mereka juga terlihat tidak begituantusias dengan pembentukan republik, karena setelah Jepang masuk, Jepang mencabut semua hak istimewa kaum bangsawan.
Mereka masih berharap kedatangan NICA bisa mengembalikan hak-hak kebangsawanan mereka yang telah direnggut oleh Jepang. Mereka pun semakin jauh dari pihak-pihak yang pro-republik.
Kelompok pro-republikmendesak kepada komite nasional wilayah Sumatra Timur agar sistem pemerintahan swapraja dihapuskan dan menggantikannya dengan pemerintahan demokrasi rakyat sesuai dengan semangat perjuangan kemerdekaan.
Namun pihak pro-repbulik sendiri terpecah menjadi dua kubu: Pertama, kubu moderat yang menginginkan pendekatan secara kooperatif untuk membujuk beberapa bangsawan; kedua kubu radikal (yang didukung kaum komunis) yang menginginkan revolusi dengan penggalangan massa para buruh perkebunan.
Puncaknya terjadi pada Maret 1946 yang diawali diKesultanan Asahan, revolusi menjalar ke seluruh monarki Sumatra Timur, termasuk Kesultanan Deli. Tapi syukurnya, Istana Sultan Deli beserta Sultan dan para bangsawan berhasil terlindungi karena penjagaan TRI dan adanya benteng pertahanan tentara sekutu di Medan.
Begitulah riwayatKesultanan Deli, kerajaan Islam yang berdiri di Tanah Deli, Sumatera Utara, yang lolos dari Revolusi Sosial di Sumatara Timur 1946.