TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mewajibkan pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) pada kapal perikanan.
Walaupun untuk kapan besar kisaran 30 GT berlaku kebijakan ini, khusus nelayan kecil dengan kapal berukuran 5 GT ke bawah tidak perlu memasang VMS.
Menurut data KKP, saat ini ada sebanyak 13.313 kapal perikanan yang memiliki izin operasi penangkap ikan yang telah tercatat di pusat.
"Tercatat 8.893 kapal telah memasang VMS. Jadi masih ada 4.425 kapal yang belum memasang VMS, di mana mereka sudah berizin pusat, karena itu tadi mereka melakukan migrasi," ungkap Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Pung Nugroho Saksono dalam Konferensi Pers di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Rabu (16/4/2025).
Penerapan VMS di Indonesia diatur oleh Undang-Undang No 31 Tahun 2024 Tentang Perikanan, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang 45 Tahun 2009 dan Undang-Undang No 6 Tahun 2003 Tentang Cipta Kerja.
Penggunaan VMS juga lazim digunakan secara global, karena dengan VMS dapat memastikan bahwa kapal perikanan bukan pelaku ilegal fishing.
Menurut Ipung, dengan menggunakan VMS juga menciptakan keadilan bagi para pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usahanya.
"Dapat memberikan rasa adil kepada pelaku usaha bahwa kegiatan yang dilakukan sesuai dengan peraturan atau sesuai dengan alat-alat yang digunakan," ucapnya.
Ipung menambahkan, penggunaan VMS bukan hal yang baru di dunia perikanan. Banyak negara sudah sebagian lebih dahulu menggunakannya pada kapal perikanan.
"Ini sebagai bagian dari tata kelola perikanan yang baru, modern dan transparan. Semua negara sudah menerapkan dengan peraturan yang diterbitkan oleh masing-masing negara tersebut. Indonesia sudah menerapkan sejak tahun 2003, dalam hal ini sudah 22 tahun sampai saat ini," jelasnya.
VMS sekaligus menjadi alat komunikasi dan pemantauan kapal perikanan yang beroperasi di laut. Alat ini memudahkan KKP mengakses informasi kapal di laut.
"VMS menggunakan satelit, karena kita butuh sistem pemantauan yang bisa bekerja di mana saja. Satelit tersebut bisa menyampaikan pantulan informasinya kepada kami. Termasuk di tengah laut, yang jauh dari jangkauan sinyal seluler, bahkan di luar dari wilayah Indonesia atau high-disease. Komunikasi di laut berbeda dengan di darat. Di laut tidak ada sinyal yang bisa diandalkan, kecuali satelit," ungkapnya.