TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Carut marut pergantian sistem dan kebijakan parkir tepi jalan di Kota Medan terus menimbulkan polemik di masyarakat.
Kasus yang paling meresahkan masyarakat adalah pemaksaan parkir tunai oleh juru parkir meski sudah membayar langganan dengan sistem barcode.
Pada praktiknya di lapangan, jukir yang menerima gaji hasil penyerapan parkir langganan, kerap meminta lagi parkir tunai kepada masyarakat.
Alhasil kerap menimbulkan keresahan, bahkan berujung adu fisik antara masyarakat dan jukir.
Pengamat kebijakan anggaran publik, Elfenda Ananda menilai, selama ini parkir berlangganan belakangan ini banyak sekali kasus parkir yang viral di media sosial.
Para pengguna stiker parkir berlangganan kerap kali harus terlibat pertengkaran dengan juru parkir yang memaksa pengguna kendaraan yang memakai stiker berlangganan untuk membayar parkir tunai dengan menggunakan perda nomor 1 tahun 2024 tentang retribusi daerah," kata Elfenda Ananda, Rabu (16/4/2025).
Berbagai argumentasi para jukir di lapangan mengatakan bahwa parkir berlangganan tidak berlaku lagi, hingga mengatakan bahwa mereka tidak digaji dan sebagainya.
Bahkan viral di media sosial jukir ada yang minta maaf karena pertengkaran tersebut.
"Dari awal, Pemko Medan sebenarnya membuat kebijakan parkir berlangganan banyak masalah.
Dalam kurun waktu Maret 2024 hingga Juni 2024 sudah membuat tiga kebijakan yaitu pertama lahirnya perda Nomor 1 tahun 2024 yang salah satunya meningkatkan nominal retrebusi parkir untuk sepeda motor awalnya Rp 2.000, menjadi Rp.3.000 kenderaan roda empat dari Rp 3.000 menjadi Rp 5.000.
Kedua, pada bulan april 2024 diberlakukan E-Parking yang mengalami kegagalan karena banyak persoalan.
Ketiga lahirnya perwal perwal nomor 26 tahun 2024 tentang parkir berlangganan yang berlaku efektif mulai Juli 2024.
Pada bulan Oktober 2024 pemko Medan melalui Dinas Perhubungan memberlakukan system pembayaran parkir dengan tunai tarif sesuai perda nomor satu tahun 2024 dan system parkir berlangganan dengan menggunakan stiker barkode," urai Elfenda Ananda kepada Tribun-Medan.com
Lanjut Elfenda, upaya Pemko Medan meningkatkan PAD lewat perubahan tarif yang meningkat dari parkir di tepi jalan dengan alasan penerimaan retrebusi terlalu kecil, sehingga perlu peningkatan tarif lewat perubahan perda retrebusi yang mengatur tarif parkir.
Namun, perda belum berlaku efektif masih menggunakan tarif sebelum perubahan perda dipakai pembayaran dengan menggunakan system E-Parking agar pendapatan retrebusi parkir di tepi jalan tidak terjadi kebocoran.
Dorong BPK Melakukan Audit Serius
Kata Elfenda, Pemko Medan mengalkulasi dengan system parkir berlangganan pendapatan dari parkir di tepi jalan dapat menyumbang PAD sebesar Rp120-130 Miliar pertahun.
Sedangkan dengan menggunakan sistem konvesional dengan tarif sebelumnya tahun 2024 targetnya PAD hanya sebesar Rp 60 Miliar.
"Tentu ini menggiurkan bagi pemko Medan, sehingga pada saat ulang tahun kota Medan di bulan juli parkir berlangganan efektif berlaku.
Dilihat dari berbagai problem parkir di tepi jalan, sudah seharusnya BPK RI untuk turun tangan melakukan audit terhadap sistem penerimaan parkir yang doble. Ada dua sistem pembayaran parkir tentunya diragukan transparansi dan akuntabilitasnya," tegasnya.
Untuk itu, perlu dilakukan audit terhadap penerimaan retrebusi parkir konvesional dan berlangganan.
Selain audit keuangan, tentu diperlukan juga audit kebijakan yang dilahirkan terkait parkir berlangganan dan konvesional.
"Apa dasar dari kelahiran kebijakan ini? Apakah memang susuai aturan yang ada atau melanggar ketentuan.
Sebab, dasar hukum parkir berlangganan banyak dipertanyakan. Kebijakan pemko dalam hal parkir berlangganan dipertanyakan efektifitasnya, ketidakmampuan Pemko Medan dalam memastikan pelayanan parkir yang lebih baik dibanding sebelumnya dianggap gagal," jelasnya.
Pengamatan Elfenda, banyak kutipan yang terjadi di lapangan walaupun pemilik kendaraan sudah memiliki stiker berlangganan.
Pemko Medan dinilai gagal mengamankan lapangan, terutama jukir yang tidak mau mematuhi kebijakan Pemko soal parkir berlangganan, Pemko Medan ingkar janji akan meningkatkan pelayanan parkir.
"Pemko Medan malah buang badan dengan meminta pemilik kendaraan untuk melaporkan kalau ada jukir yang melakukan pengutipan walau sudah punya stiker.
Pemko Medan gagal memberikan rasa aman, nyaman kepada pengguna stiker berlangganan sehingga kerap kali pemilik kenderaan harus bertengkar dengan Jukir," ungkapnya.
Pemilik kenderaan yang sudah membeli stiker parkir berlangganan diambil uangnya oleh Pemko Medan, selanjutnya tidak bertanggungjawab untuk memastikan stiker tersebut bisa dipergunakan sebagai sebuah sistem retrebusi parkir.
Pemko medan sebagai sebuah institusi pemerintah justru memberikan contoh buruk memproduksi regulasi yang tidak punya wibawa di mata publik. Dengan gampangnya jukir mengatakan bahwa sistem parkir berlangganan tidak berlaku.
"Untuk itu, ke depannya harus dipastikan dulu hasil audit keuangan dan kebijakan parkir di tepi jalan yang dibuat Pemko Medan.
Apabila ada temuan hukum terkait kedua persoalan, maka perlu kiranya dilakukan upaya hukum karena telah merugikan masyarakat Kota Medan.
BPK RI harus secara transparan dan akuntabel dalam melakukan audit. Penting dilakukan audit kelapangan untuk memastikan praktik praktik parkir yang menyebabkan terjadi kebocoran," pungkasnya.
Terbaru, hasil penelusuran Tribun-Medan.com, kasus masalah parkir tepi jalan pada hari Senin (14/4/2025) di Jalan MT Haryono Medan sekitaran sekolah Methodist 2. Warga yang punya barcode parkir diintimidasi dengan sikap kasar jukir setempat.
"Saya baru pulang dan mau parkir di depan rumah tetangga, sudah minta izin ke pemilik rumah. Saat mau masuk ke slot parkir dengan atrek, tukang parkir menghalangi dengan berdiri di belakang mobil.
Saya klakson tidak dihiraukan. Akhirnya saya buka kaca dan tanya kenapa berdiri di belakang mobil saya. Akhirnya si tukang parkir yang adalah bapak dan anak, mengerumuni mobil saya dan menyuruh saya parkir di sebelah kanan, padahal disana itu dilarang parkir dan bisa di tilang Dishub," kata warga.
Daerah jalan MT Haryono Medan ini memang dilarang parkir sebelah kanan, ada rambunya. Sudah sering mobil yang parkir di sebelah kanan, dirazia dishub dan ditilang.
"Kalau di kiri boleh parkir tapi karena mobil saya berbarcode, tidak dikasih tukang parkir dan diusir ke kanan yang seharusnya tak boleh parkir.
Anak dan bapak parkir ini sama-sama mengerumuni mobil saya dan melarang saya parkir padahal saya sudah izin juga sama pemilik rumah. Begitu saya mulai rekam, si bapak mau kabur, tapi anaknya tetap marah-marah tidak takut katanya. Sangat meresahkan," katanya.
Terpisah, beberapa waktu lalu viral warga yang berseteru dengan juru parkir (jukir) karena ditolak membayar dengan sistem barcode.
Kejadian ini terjadi di Jalan Surayaba Medan yang viral hingga berujung penindakan dari Dinas Perhubungan.
Warga yang sudah membayar barcode parkir di depan tetap dipaksa oleh jukir membayar parkir tunai.
Akibat warga kerap cekcok di jalanan dengan jukir, bahkan hingga terjadi kontak fisik perseteruan.
Terkait masalah tersebut, Kabid Parkir Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Medan, Nikmal Fauzi Lubis mengakui banyak jukir yang membandel, memaksa bayar tunai.
Dia menegaskan bahwa sistem barcode berlaku sampai saat ini sebagai transaksi sah perparkiran.
"Memang masih ada jukir yang begitu (memaksa tunai). Saat ini kita memakai dua metode pembayaran, saya pastikan barcode itu berlaku, begitu juga tunai.
Kalau ada yang pakai barcode tetap dipaksa tunai ya jangan mau, segera laporkan saja ke kami 082276327452 atau Instagram dishub_medan. Silahkan adukan pasti kami Tindak lanjut," kata Nikmal.
Nikmal tak menampik bahwa praktik jukir nakal di lapangan masih ada yang menolak pembayaran dengan sistem barcode.
Jumlah jukir yang jauh lebih banyak jadi masalah dengan jumlah personel Dishub Medan untuk mengawasi dan menindak cepat.
(Dyk/Tribun-Medan.com)