TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mencatatkan kinerja keuangan positif sepanjang tahun 2024 berdasarkan laporan keuangan unaudited.
Dana kelolaan BPKH tercatat mencapai Rp 171,65 triliun, melampaui target awal sebesar Rp 169,95 triliun.
Pertumbuhan ini setara 101 persen dari rencana, menunjukkan kepercayaan publik yang terus meningkat terhadap pengelolaan dana haji.
Anggota Badan Pelaksana BPKH, Indra Gunawan, menyampaikan bahwa keberhasilan ini juga tercermin dari jumlah pendaftar haji baru yang mencapai 398.744 jemaah, melampaui target 385.000.
"Nilai manfaat keseluruhan yang dibukukan sebesar Rp 11,63 triliun juga melampaui target Rp 11,51 triliun, sebuah capaian signifikan di tengah dinamika ekonomi global," ujar Indra dalam keterangannya, Jumat (18/4/2025).
Hal tersebut menanggapi kritik Bloomberg Technoz yang menyoroti realisasi nilai manfaat investasi hanya Rp 9,29 triliun atau 92,95ri target Rp 9,997 triliun.
Menurut Indra, selisih Rp 700 miliar tersebut perlu dilihat dalam konteks kehati-hatian pengelolaan dana di tengah penarikan besar oleh Kemenag di akhir 2024.
BPKH memilih beralih ke instrumen likuid seperti deposito dengan yield tinggi, demi menjaga stabilitas dana jemaah tanpa mengorbankan imbal hasil signifikan.
Penempatan dana di bank sebesar Rp 33,76 triliun dinilai sebagai langkah strategis dalam menjaga likuiditas dan keamanan dana umat, sekaligus mitigasi terhadap volatilitas pasar global.
Penurunan kas dan setara kas dari Rp 7,2 triliun menjadi Rp 4,36 triliun, menurut Indra, mencerminkan pengelolaan arus kas yang adaptif.
Surplus kas dari aktivitas operasional tetap tercatat, dan penurunan lebih disebabkan kebutuhan likuiditas penyelenggaraan haji.
Sementara itu, defisit operasional Rp 7,5 triliun dinilainya bukan cerminan inefisiensi, melainkan konsekuensi dari struktur pembiayaan haji yang masih bergantung pada nilai manfaat.
BPKH menanggung 38% biaya haji 2025 (sekitar Rp34 juta per jemaah).
"Justru upaya menaikkan porsi biaya jemaah menjadi 62alah langkah progresif untuk meringankan beban nilai manfaat di masa mendatang," jelasnya.
Indra juga menegaskan bahwa surplus Rp 1,11 triliun bukan hanya karena return deposito yang tinggi, melainkan hasil strategi investasi prudent, termasuk switching ke instrumen likuid yang tetap memberikan yield kompetitif.
Terkait Dana Abadi Umat, dana tumbuh sekitar Rp 3,86 triliun dan digunakan untuk program kemaslahatan seperti pendidikan dan kesehatan, tanpa mengurangi porsi setoran jemaah.
Ia juga menanggapi soal investasi emas BPKH yang sempat disorot.
Emas, menurutnya, merupakan instrumen dengan tren jangka panjang yang positif namun tidak menghasilkan pendapatan rutin.
BPKH memulai investasi emas secara bertahap sejak 2022 untuk memahami siklus bisnisnya secara komprehensif.
Setelah mencatat gain dua digit pada 2023, pada 2025 investasi emas kembali ditingkatkan menuju kuota maksimum 5%.
"Dengan tingkat pengembalian investasi meningkat dari 5,45% pada 2018 menjadi setara 7% pada 2024, BPKH membuktikan diri mampu mengelola dana secara syariah, transparan, dan akuntabel," pungkasnya.