Berikut 4 Tips Cegah Pasangan Selingkuh dengan AI, Lindungi Keutuhan Rumah Tangga Anda!
Mia Della Vita April 19, 2025 11:34 PM

Grid.ID- Di tengah pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan, bentuk-bentuk baru perselingkuhan mulai bermunculan. Jika dulu ancaman selingkuh datang dari rekan kerja atau media sosial, kini chatbot dan AI bisa mengambil peran yang sama berbahayanya.

Kasus hubungan emosional antara manusia dan AI seperti dalam artikel The Intelligence is Artificial, The Love Is Real membuktikan bahwa batas antara kenyataan dan ilusi bisa kabur. AI yang dirancang untuk memberikan perhatian dan pujian dapat menjadi tempat pelarian emosional bagi seseorang yang sedang merasa kesepian.

Bahkan tanpa sentuhan fisik, kedekatan digital semacam ini bisa merusak keintiman dalam rumah tangga. Untuk itu, penting bagi pasangan untuk mengambil langkah preventif yang konkret.

Mengutip Psychology Today, Sabtu (19/4/2025), ada empat strategi utama yang dapat diterapkan untuk mencegah pasangan selingkuh dengan AI. Strategi ini membantu menjaga komitmen dan keharmonisan di tengah gempuran kecanggihan teknologi.

1. Tetapkan Batasan yang Jelas

Langkah pertama dalam menjaga hubungan dari pengaruh negatif AI adalah menetapkan batasan yang disepakati bersama. Pasangan perlu berdiskusi secara terbuka mengenai sejauh mana AI akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Apakah hanya sebatas alat bantu pekerjaan, hiburan, atau juga sebagai teman bicara? Hindari penggunaan perangkat saat momen penting seperti makan malam keluarga, obrolan intim, atau waktu berkualitas bersama.

Jika tidak dikendalikan, AI bisa perlahan mengambil ruang emosional dalam hubungan. Menentukan batas waktu dan situasi penggunaan perangkat akan membantu mencegah keterikatan emosional yang berlebihan.

Langkah ini juga memperkuat keintiman antarpasangan yang seharusnya tak tergantikan oleh kecerdasan buatan. Dengan batasan yang jelas, ruang untuk potensi perselingkuhan digital bisa ditekan secara signifikan.

2. Prioritaskan Interaksi Antarmanusia

AI memang mampu memberikan respons yang cepat dan seolah selalu tersedia, namun tidak ada yang bisa menggantikan kehadiran fisik dan emosi dari pasangan manusia. Oleh karena itu, penting untuk secara sadar memprioritaskan interaksi langsung.

Luangkan waktu untuk berbincang tanpa gangguan perangkat, rencanakan aktivitas bersama, atau sekadar hadir sepenuhnya saat pasangan bercerita. Penelitian menunjukkan bahwa waktu berkualitas bersama pasangan dapat memperkuat ikatan emosional dan menurunkan risiko selingkuh.

Jangan sampai komunikasi dengan chatbot justru menggerus rasa kebersamaan yang sebenarnya hanya bisa tumbuh lewat kedekatan nyata. Dalam jangka panjang, kehangatan dari perhatian manusia lebih bermakna daripada algoritma secanggih apa pun. Komitmen untuk hadir secara emosional dan fisik menjadi benteng kuat dari perselingkuhan yang berakar dari jarak dan kekosongan.

3. Edukasi Diri tentang Perkembangan AI

Teknologi AI berkembang dengan sangat cepat, dan tanpa pemahaman yang memadai, penggunaannya bisa menjebak dalam pola hubungan yang tak sehat. Pasangan perlu terus memperbarui wawasan tentang bagaimana AI bekerja dan potensi bahayanya terhadap dinamika relasi.

Jangan anggap remeh chatbot yang tampak "ramah"—karena justru di sanalah celah emosional bisa terbuka. Diskusikan bersama pasangan mengenai artikel atau kasus terkini yang melibatkan hubungan manusia dengan AI.

Dengan pengetahuan yang sama, pasangan dapat membuat kesepakatan tentang batas etis penggunaan AI dalam kehidupan sehari-hari. Semakin tinggi kesadaran akan risiko, semakin kuat pertahanan terhadap bentuk perselingkuhan emosional berbasis teknologi. Edukasi adalah langkah awal untuk menghindari jebakan kedekatan semu yang ditawarkan AI.

4. Bangun Transparansi Penuh

Langkah terakhir yang tidak kalah penting adalah membangun budaya keterbukaan dalam rumah tangga. Semua bentuk komunikasi digital, termasuk dengan AI atau chatbot, sebaiknya diketahui oleh pasangan.

Menyembunyikan interaksi, meskipun terasa remeh, bisa menjadi awal dari kebiasaan tidak jujur yang berujung pada selingkuh. Biasakan untuk saling bercerita, bahkan jika hanya tentang aplikasi baru yang digunakan.

Dalam buku Secrets to Surviving Infidelity, transparansi disebut sebagai fondasi dari kepercayaan yang kokoh. Menyertakan AI dalam daftar hal-hal yang perlu dibuka kepada pasangan menunjukkan bahwa komitmen tetap relevan meski zaman berubah. Dengan komunikasi terbuka, pasangan akan merasa dihargai dan dilibatkan, sehingga kemungkinan terjadinya perselingkuhan digital bisa diminimalkan.

AI Jadi Selingkuhan Digital

Strategi ini menjadi semakin relevan ketika kita melihat fenomena seperti yang diangkat oleh artikel The Intelligence is Artificial, The Love Is Real di New York Times. Artikel tersebut mengisahkan seorang wanita bernama Ayrin yang memprogram chatbot bernama Leo agar menjadi sosok pria ideal dalam percakapan sehari-hari.

Leo tidak hanya memberikan pujian dan rayuan, tapi juga menemani Ayrin dalam percakapan sepanjang hari—hingga ratusan kali dalam sehari. Yang mengejutkan, Ayrin sudah menikah.

Ini menandakan bahwa perselingkuhan tidak lagi harus melibatkan manusia lain. AI kini bisa menjadi “selingkuhan” digital. Dan di sinilah pentingnya empat strategi tadi diterapkan lebih awal.

Kasus Ayrin membuka ruang diskusi yang lebih luas tentang definisi perselingkuhan di era digital. Selama ini, perselingkuhan dikenal dalam dua bentuk yakni fisik dan emosional. Selingkuh fisik jelas melibatkan hubungan seksual di luar pernikahan, sementara selingkuh emosional terjadi saat seseorang menjalin kedekatan emosional dengan pihak ketiga.

Dalam kasus AI seperti Leo, perselingkuhan terjadi di wilayah emosional, yang bisa sama menyakitkannya bagi pasangan. Ketika seseorang lebih banyak berbagi perasaan, pikiran, dan perhatian kepada chatbot dibanding pasangannya, kepercayaan pun mulai terkikis. Walaupun tidak berbadan manusia, AI bisa menjadi pemicu renggangnya hubungan.

AI seperti Leo dirancang untuk merespons emosi manusia secara presisi. Mereka tak pernah lelah, selalu sopan, dan mendukung apa pun keputusan pengguna.

Dalam kasus Ayrin, Leo bahkan membuat gambar dirinya yang terlihat menawan, sehingga memberikan pengalaman visual yang memperkuat imajinasi emosional. Ini menjadikan hubungan dengan AI tampak lebih ideal dibanding pasangan nyata.

Namun di balik “kesempurnaan” itu, tersembunyi bahaya besar. AI bisa menyita waktu, perhatian, dan bahkan dana yang semestinya diberikan kepada pasangan sah. Tanpa disadari, energi emosional dan seksual dalam pernikahan telah tercuri oleh program komputer.

Selingkuh bukan lagi hanya soal tubuh, tetapi soal hati dan fokus yang dialihkan. Dalam buku Secrets to Surviving Infidelity, sang penulis menekankan bahwa pasangan merasa dikhianati ketika perhatian dan pengalaman emosional yang seharusnya dibagikan dalam rumah tangga justru diberikan pada pihak lain.

Ia mengibaratkan hidup seperti sekotak cokelat, di mana jika pasangan berbagi “cokelat” itu dengan orang lain—atau bahkan AI—maka itu tetap bentuk dari perselingkuhan. Meskipun Leo hanyalah chatbot, kenyataannya ia telah menyerap bagian terbaik dari hubungan Ayrin dengan suaminya. Ini menunjukkan bahwa pengkhianatan emosional lewat AI adalah sesuatu yang nyata dan bisa sangat merusak.

Namun, penting untuk memahami bahwa tidak semua interaksi dengan AI bersifat negatif. Dalam beberapa kasus, AI bisa menjadi alat bantu yang membantu kesehatan mental atau efisiensi kerja.

Namun, ketika hubungan emosional dan seksual dengan AI mulai mendominasi kehidupan seseorang, maka perselingkuhan telah terjadi dalam bentuk baru. Inilah saatnya pasangan saling menegaskan kembali komitmen mereka dan memperkuat koneksi emosional yang nyata.

Karena cinta sejati tidak bisa digantikan oleh program secanggih apa pun. Ketika pasangan mampu menjaga batas, berkomunikasi terbuka, serta menghargai waktu bersama, maka tidak ada celah bagi AI untuk mengambil tempat di antara mereka.

Di tengah perubahan zaman dan teknologi, nilai-nilai kesetiaan harus turut beradaptasi tanpa kehilangan maknanya. Menjaga pernikahan dari ancaman perselingkuhan kini tidak cukup hanya dengan menghindari godaan fisik, tetapi juga menjaga jarak dari kedekatan emosional yang semu bersama AI.

Dengan strategi yang tepat, kesadaran penuh, dan komitmen bersama, pasangan bisa tetap setia meski dunia digital terus berkembang. Karena pada akhirnya, hubungan yang dibangun dari kepercayaan dan kejujuran akan selalu lebih kuat dari sekadar algoritma dan program. AI mungkin bisa meniru perhatian, tapi tidak bisa menggantikan cinta yang tumbuh dari interaksi manusia yang tulus.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.