TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus impor gula eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong mengatakan dirinya dituduh melanggar kebijakan impor gula mentah.
Tetapi, kata Tom Lembong, BUMN yang mengurusi soal kebutuhan gula dalam negeri tidak mengimpor gula putih.
"Yang paling menarik dan paling penting kesaksian tadi pagi adalah saksi dari kementerian BUMN yang menyampaikan bahwa BUMN, produsen gula saja juga tidak impor gula putih," kata Tom Lembong kepada awak media setelah persidangan, PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025).
Tom mengatakan bahwa BUMN juga melakukan impor gula mentah.
"Mereka (BUMN) pun juga impornya gula mentah. Padahal mereka diberikan fasilitas khusus untuk boleh impor gula putih," kata Tom Lembong.
Ia menegaskan bahwa hal itu sama seperti apa yang dilakukan oleh pabrik gula swasta.
"Padahal saya dituduh melanggar aturan dengan mengimpor gula mentah. Tapi BUMN saja yang diperbolehkan impor gula putih juga cenderung tidak impor gula putih mereka maunya juga impor gula mentah," ungkapnya.
Tom menerangkan BUMN cenderung tidak memilih impor gula putih. Karena memang biaya produksi gula dalam negeri, itu lebih tinggi daripada gula impor.
"Jadi gula impor itu apalagi gula mentah diimpor itu jauh lebih murah, daripada bahan baku yang diproduksi oleh BUMN," terangnya.
Jadi kata Tom Lembong hal itu memang lebih menguntungkan bagi BUMN.
Memberikan nilai tambah lebih besar bagi industri gula nasional baik BUMN maupun swasta.
"Itulah yang diimpor gula mentah. Kemudian diolah menjadi gula putih, ada margin pengolahannya," ucapnya.
Lanjut dia, jika ingin menurunkan harga gula dalam negeri, opsi yang diambil impor gula putih.
"Kalau tujuan kita adalah untuk menurunkan harga gula kita ambil opsi yang lebih murah. Dan tadi saksi dari kementerian BUMN membenarkan bahwa gula impor jauh lebih murah daripada gula atau bahan bakar bahan baku gula yang diproduksi oleh BUMN gula dalam negeri," katanya.
Sementara itu sebelumnya dalam persidangan, Deputi Bidang Usaha Industri Argo dan Farmasi Kementerian BUMN periode 2015-2016, Wahyu Kuncoro mengatakan jumlah produksi gula tak pernah pernah melewati kebutuhan dalam negeri.
Adapun hal tersebut diungkapkan Wahyu saat dihadirkan menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi impor gula Kementerian Perdagangan periode 2015-2016 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/4/2025).
Ia bersaksi untuk terdakwa eks Mendag Tom Lembong.
"Bisa tidak kita dikasih pencerahan sebetulnya berapa konsumsi nasional kita. Kebutuhan secara umum per tahun," tanya kuasa hukum Tom Lembong dalam persidangan.
Kemudian Wahyu menerangkan pihaknya dalam rencana komoditi khususnya gula yang dipimpin Kementerian Perekonomian.
"Di sana kami membawa data potensi produksi dua BUMN kami PT PN dan RNI. Jadi kalau gula konsumsi satu tahun kira-kira butuh tiga juta ton," terangnya.
Lanjutannya kontribusi BUMN 1,5 sampai 1,6 juta ton.
Ada produsen gula swasta sekitar 1 juta ton.
"Sehingga totalnya 2,6 juta ton. Kalau kita offside antara kebutuhan 3 juta ton dengan kemampuan dalam negeri 2,6 juta ton. Itu ternyata kurang 400-an. Sehingga itulah yang diimpor," kata Wahyu.
Kuasa hukum lalu menanyakan dari pengalaman saksi Wahyu Indonesia pernah produksi dalam negeri melewati kebutuhan dalam negeri khususnya 2015-2016.
Wahyu lalu menegaskan hal itu tidak pernah terjadi.
"Belum pernah," jelasnya.
Seperti diketahui dalam perkara ini Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 578 miliar dan memperkaya 10 orang akibat menerbitkan perizinan importasi gula periode 2015-2016.
Dalam dakwaannya, Jaksa menyebut, kerugian negara itu diakibatkan adanya aktivitas impor gula yang dilakukan Tom Lembong dengan menerbitkan izin impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan swasta tanpa adanya persetujuan dari Kementerian Perindustrian.
Jaksa menyebut Tom telah memberikan izin impor gula kristal mentah kepada;
"Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian memberikan surat Pengakuan Impor atau Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) periode tahun 2015 sampai dengan periode tahun 2016," kata Jaksa saat bacakan berkas dakwaan.
Tom kata Jaksa juga memberikan surat pengakuan sebagai importir kepada sembilan pihak swasta tersebut untuk mengimpor GKM untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP).
Padahal menurut Jaksa, perusahaan swasta tersebut tidak berhak melakukan mengolah GKM menjadi GKP lantaran perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi.
"Padahal mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP)
karena perusahaan tersebut merupakan perusahan gula rafinasi," kata Jaksa.