BANJARMASINPOST.CO.ID, PELAIHARI - Kasus penyakit campak atau kerumut melonjak di sejumlah kabupaten/kota di Kalimantan Selatan (Kalsel). Salah satunya di Kabupaten Tanahlaut (Tala).
Bahkan Tala tengah berada pada status Kejadian Luar Biasa (KLB). Langkah khusus pun dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat.
“Kami minta dukungan semua pegawai Pemkab Tala untuk membantu memberi pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya imunisasi,” ucap Kepala Dinkes Tala dr Hj Isna Farida saat menjadi pembina Apel Kerja Gabungan Pemkab Tala di halaman kantor Setda, Senin (21/4) pagi.
Di hadapan ratusan peserta apel, Isna mengatakan andai saja cakupan imunisasi tinggi, lonjakan campak tidak akan terjadi. Saat ini cakupan imunisasi di Tala masih di bawah 50 persen. Padahal idealnya 95 persen.
Ini terjadi di hampir semua kecamatan. “Ada yang hanya 27 persen, bahkan ada yang di bawah 20 persen,” ungkap Isna.
Selama ini sebagian warga menganggap remeh campak, yang juga kerap disebut gabakan. Umumnya penyakit menular dengan gejala seperti demam, batuk, pilek, mata merah dan ruam kemerahan di seluruh tubuh ini ditangani dengan cara tradisional. “Biasanya orangtua menangani dengan mengelap tubuh anak dengan air kelapa atau mengoleskan sejenis kapur pupur,” ujar Isna.
Sementara ini jumlah kasus campak yang tercatat di Dinkes Tala sepanjang 2025 sebanyak 19 kasus. Pada periode yang sama 2024 hanya delapan kasus. Oleh karena meningkat 100 persen ditetapkanlah KLB
Sebarannya di empat kecamatan. Terbanyak di Pelaihari dengan 15 kasus. Rinciannya, Kelurahan Pelaihari sembilan kasus dan di Kelurahan Angsau enam kasus. Lalu di Kecamatan Jorong dua kasus. Kecamatan Bajuin dan Kecamatan Tambangulang masing-masing satu kasus.
Isna mengatakan dalam waktu dekat pihaknya melaksanakan imunisasi ulang. Dinkes Tala menunggu kiriman vaksinnya dari Dinkes Kalsel.
Sementara ini vaksinasi hanya dilakukan di Kota Pelaihari yakni di Puskesmas Pelaihari dan Puskesmas Angsau. “Karena keterbatasan logistik, kami utamakan yang terdekat dulu,” ucap Isna.
Mereka yang terserang campak, sebut Isna, umumnya anak usia sekolah dasar. “Ini yang terbanyak di Pondok Asy Syuhada Pelaihari. Dapat dimaklumi karena jumlah anak didiknya banyak dan berada pada satu tempat,” tandasnya.
Dinkes Tala mengapresiasi pihak pondok yang memberikan akses penuh untuk vaksinasi terhadap santri. Dikatakan Isna, penanganan campak harus menyeluruh. Ketika di satu pondok atau sekolah, ada satu anak yang kena campak, maka anak didik lainnya juga harus diberikan vaksin agar tidak tertular.
Prioritasnya yakni anak kelas 1 hingga kelas 5 jenjang sekolah dasar/sederajat. Apabila vaksin yang dimiliki mencukupi, juga bisa diberikan untuk pelajar kelas 6 dan bahkan pelajar jenjang SMP.
Pelaksanaan vaksinasi di Pelaihari telah disusun jadwalnya sejak 24 April hingga 6 Mei mendatang. Sebagian besar tempat pelaksanaan vaksinasinya di sekolah dasar. Ada juga di pondok pesantren, madrasah ibtidaiyah, serta di posyandu.
Terpisah, Pemimpin Pondok Pesantren Asy Syuhada Pelaihari KH Syarifuddin ketika dikonfirmasi tak menepis adanya santri yang terkena campak. Namun hal itu tak berpengaruh terhadap aktivitas belajar mengajar. Santri yang terkena tetap turun belajar.
“Kebanyakan menganggap penyakit biasa. Jadi kanakan yang kena campak tetap turun ke sekolah (pondok),” kata Syarifuddin.
Syarifuddin menyatakan pihaknya membuka diri untuk pelaksanaan vaksinasi. Dinkes Tala menjadwalkan vaksinasi pada 26 dan 29 April mendatang.
Di Banjarmasin Turun
Saat Tanahlaut dan sejumlah kabupaten/kota lainnya di Kalsel mengalami lonjakan penyakit campak, sebaliknya dengan Kota Banjarmasin.
Berdasarkan data Sistem Kewaspadaan Dini Respon (SKDR), terjadi penurunan kasus kerumut atau gabakan pada pekan ke-12 hingga ke-15 2025 di Kota Seribu Sungai.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Banjarmasin drg Emma Ariesnawati, Senin (21/4).
“Pekan ke-12 ada lima kasus. Pekan selanjutnya mengalami penurunan yaitu empat, tiga hingga pekan ke-15 hanya ada dua laporan,” katanya.
Penurunan kasus campak, menurut Emma, merupakan keberhasilan mitigasi yang selama ini dilakukan. Di antaranya memantau tren kasus setiap pekan, guna mengetahui tren peningkatan kasus. Kemudian penyelidikan epidemiologi kewilayah kasus, untuk mengetahui sebaran kasus lainnya selain campak. “Penyelidikan epidemiologi dilakukan oleh Tim Diskes dan Puskesmas,” jelasnya.
Selanjutnya, Dinkes Banjarmasin juga rutin melaksanalan koordinasi dengan Koordinator Imunisasi (Korim) atau petugas imunisasi Puskesmas. Hal tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan cakupan imunisasi, apabila terdapat satu daerah dengan banyak kasus, namun memiliki cakupan imunisasinya rendah.
“Yang jelas kami menangani kasus campak sesuai tatalaksana, apabila ada ditemukan kasusnya,” jelasnya.
Sebagai informasi, campak menyebar melalui udara dengan tetesan hasil pernapasan yang dihasilkan dari batuk atau bersin. Gejala campak tidak muncul hingga 10 hingga 14 hari setelah terpapar.
Tidak ada pengobatan untuk menyembuhkan infeksi campak yang sudah terjadi, tetapi penurun demam atau vitamin A yang dijual bebas dapat meringankan gejala.
Apabila tidak mendapatkan pengobatan yang tepat, maka orang yang terinfeksi juga dapat menimbulkan komplikasi yang paling serius dari campak meliputi infeksi telinga, infeksi paru-paru (pneumonia), peradangan otak (ensefalitis), hingga kebutaan. (mel/roy)