Jansen Manansang soal Kekerasan dan Eksploitasi Pemain OCI: Hewan Saja Kami Sayang, Apalagi Manusia
Febri Prasetyo April 23, 2025 11:38 AM

TRIBUNNEWS.COM - Salah seorang pemilik Taman Safari Indonesia, Jansen Manansang, menegaskan tidak pernah melakukan kekerasan atau eksploitasi terhadap para pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) di kawasan Taman Safari. 

Jansen Manansang menjelaskan bahwa dirinya sangat menyayangi para karyawannya.

"Hewan saja kami sayang, apalagi manusia," kata Jansen Manansang dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/4/2025).

Sikap memberikan kasih sayang itu terlihat saat salah satu pemain sirkus OCI mengalami kecelakaan kerja.

Ia mencontohkan salah satu korban dugaan kekerasan tersebut, yakni Ida, yang pernah jatuh dalam aksi akrobatiknya. 

Sebagai pihak yang bertanggung jawab, Jansen menyebut memiliki bukti berupa kuitansi pembayaran bagaimana Taman Safari Indonesia menangani kecelakaan kerja.

"Waktu (Ida) jatuh, kami langsung bawa pakai (pesawat) Garuda saat itu langsung dioperasi di RS Sumber Waras," kata Jansen Manansang.

Jansen Manansang menyebut operasi Ida menelan biaya yang tidak sedikit, yakni hingga Rp39 juta.

Pihaknya juga menampik tuduhan tak memberikan hak ida atau gaji sebagai karyawan.

"Satu operasi pada zaman itu Rp39 juta pada tahun 1989 sebelum krisis moneter. Itu berat sekali buat kita, mungkin bisa tutup, tapi karena musibah, kita utamakan langsung pesawat ke rumah sakit langsung."

"Kami juga memiliki bukti bahwa Ida bekerja dan digaji, dan mereka Sabtu-Minggu bisa pulang ke rumah," kata Jansen Manansang.

Klaim Tak Ada Pelanggaran HAM

Pihak Taman Safari juga menampik adanya rekomendasi Komnas HAM pada tahun 1997 soal pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Disampaikan Imam Nasef, juru bicara mantan kuasa hukum OCI dalam kasus tahun 1997, Komnas HAM tak menemukan adanya pelanggaran HAM.

Kala itu Hamdan Zoelva-lah yang menjadi kuasa hukum pihak OCI.

“Jadi sebenernya cerita yang sekarang heboh sekarang ini sebenarnya bukan cerita baru, ini sudah pernah dilakukan investigasi mendalam oleh Komnas HAM."

"Artinya apa? Dugaan yang sekarang disampaikan dan diceritakan ada penyiksaan, perbudakan dalam tanda kutip sebenarnya sudah diklarifikasi di investigasi oleh Komnas HAM 1997," ungkap Imam, dalam konferensi pers, di kawasan Jakarta Pusat, Senin.

Imam menjelaskan bahwa Komnas HAM sebelumnya sudah melakukan pemantauan lewat berbagai cara, mulai dari wawancara pihak terkait, sampai datang ke lokasi.

Tim pemantau tersebut terdiri atas unsur Komnas HAM, pihak pelapor, dan perwakilan OCI.

Hasil dari pemantauan tersebut adalah berbagai rekomendasi yang harus dilakukan oleh OCI kepada para korban.

Imam pun menekankan dalam rekomendasi tersebut tidak ada pernyataan eksplisit yang menyebut adanya pelanggaran HAM. 

Dalam rekomendasi tersebut diksi yang digunakan adalah "indikasi" atau "kecenderungan", bukan secara gamblang menyatakan sudah ada pelanggaran HAM.

“Kalau rekan-rekan ikuti komisi tiga sempat dibacakan, hal yang penting dicermati juga di dalam rekomendasi sebenarnya tidak ada satupun kata atau kalimat yang telah terbukti pelanggaran HAM, kalau dibaca tadi itu bahasanya adalah cenderung."

"Ada kecenderungan terjadi pelanggaran HAM. Mungkin kita semua belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kira-kira kalau ada kata cenderung itu, bukan sesuatu yang sudah dipastikan pasti atau terbukti pasti. Jadi, lagi-lagi sebenernya Komnas HAM sendiri tidak pernah menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM," tegas Imam. 

Lebih lanjut, Imam menjelaskan ada empat indikasi pelanggaran dalam laporan Komnas HAM kala itu.

Empat poin itu adalah soal asal-usul dan identitas anak, dugaan eksploitasi ekonomi terhadap anak, ketiadaan akses terhadap pendidikan umum yang layak, kurangnya perlindungan keamanan, dan jaminan sosial bagi anak-anak. 

Kendati begitu, lanjut Imam, laporan tersebut tidak menyebut adanya penyiksaan terhadap para pemain sirkus.

(Galuh Widya Wardani/Fersianus Waku/Alfarizy Ajie Fadhillah)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.