SURYA.co.id - Kabar duka meninggalnya Mbok Yem, pemilik warung legendaris di puncak Gunung Lawu, membuat banyak warganet penasaran, Mbok Yem meninggal karena apa?
Wakiyem (82) atau akrab disapa Mbok Yem meninggal dunia pada Rabu (23/4/2025).
Legenda Gunung Lawu itu tutup usia di kediamannya di Dusun Dagung, Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Magetan, Jawa Timur.
Kabar duka ini dikonfirmasi oleh juru bica keluarga besar Mbok Yem, Syaiful Gimbal.
"Benar, meninggalnya di rumah tadi sekitar pukul 13.30 WIB," kata Syaiful, Rabu, melansir dari Kompas.com.
Menurutnya, Mbok Yem saat ini disemayamkan di rumah duka dan akan dikebumikan di pemakaman umum Desa Gonggang.
Lantas, apakah Mbok Yem punya riwayat penyakit yang pernah diderita sebelum meninggal dunia?
Sejak Maret 2025, Mbok Yem terpaksa turun gunung karena menderita sakit dan dirawat di RSI Aisyah Ponorogo, Jawa Timur.
Namun, sakit itu sebenarnya telah dikeluhkan sejak awal Februari, tetapi baru mau turun pada awal Maret saat kondisinya memburuk.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Mbok Yem menderita pneumonia.
"Hasil pemeriksaan ada pneumonia, ada bengkak, rontgennya ya pneumonia," kata Humas RSU Aisyiyah Ponorogo, Muh Arbain, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (7/3/2025).
Saat itu, tim RSU Aisyiyah berfokus pada pemulihan kondisi tubuh Mbok Yem dengan memberikan asupan makanan.
Apalagi, Mbok Yem diketahui tidak menyukai makanan mengandung protein, seperti daging, telur, dan susu.
Arbain menuturkan, Mbok Yem awalnya mengeluhkan sakit gigi dan gigi taring yang goyang.
Akibatnya, dia pun enggan makan, sehingga tubuhnya melemah.
Bahkan, Mbok Yem mengaku sempat tiga kali jatuh.
Detik-Detik Mbok Yem Tutup Usia
Cucu Mbok Yem, Saiful Bachri menceritakan, kondisi kesehatan neneknya mulai memburuk dalam tiga hari terakhir.
“Nafsu makan hilang, dan hanya bertahan dengan beberapa teguk susu. Seharusnya hari Jumat (25/4/2025) beliau kontrol ke rumah sakit untuk pemeriksaan lanjutan,” ujar Saiful.
Di hari kepergiannya, Mbok Yem sempat meminta untuk mandi, lalu beristirahat.
Setelah mandi, almarhumah tidur, dan sejak itu tidak bangun lagi.
Kepala Dusun Dagung, Slamet, membenarkan kabar duka tersebut.
Ia menyebut Mbok Yem menghembuskan napas terakhir sekitar pukul 14.00 siang.
Menurutnya, perempuan yang dikenal sebagai penjaga warung tertinggi di jalur pendakian Gunung Lawu tersebut, memang tengah mengalami komplikasi yang cukup parah.
“Beliau sempat dirawat selama hampir tiga pekan di RS Siti Aisyiyah Ponorogo. Setelah itu, pulang untuk dirawat di rumah oleh keluarga. Meski sempat membaik, kesehatannya kembali menurun dalam beberapa hari terakhir,” terang Slamet.
Meski sebagian besar hidupnya dihabiskan di ketinggian Hargo Dumilah, Mbok Yem dikenal dekat dengan masyarakat kampung halamannya.
Setiap tahun, lanjut Slamet, Mbok Yem hanya turun gunung sekali saat lebaran, namun kehadirannya selalu dinanti dan dirindukan.
“Mbok Yem orangnya sangat baik, suka membantu siapa pun. Tetangga di sini semua mengenalnya dengan rasa hormat dan kasih sayang,” kenang Slamet.
Jenazah Mbok Yem dimakamkan pada Kamis malam, di dekat makam suaminya, Kamsir, yang berlokasi sekitar satu kilometer dari rumahnya.
Profil Mbok Yem
Nama Mbok Yem mungkin tidak asing bagi para pendaki Gunung Lawu.
Namun, tidak banyak yang tahu bahwa perempuan tangguh ini bernama asli Wakiyem, seorang warga Dusun Dagung, Desa Gonggang, Magetan, Jawa Timur.
Selama lebih dari 40 tahun, Mbok Yem menjadi "penjaga surga kecil" di ketinggian sekitar 3.150 mdpl, hanya selangkah dari puncak Gunung Lawu.
Warung sederhana yang ia dirikan bukan hanya tempat mengisi perut, tetapi menjadi oase terakhir sebelum menaklukkan puncak.
Ia melayani pendaki dengan nasi pecel hangat, kopi panas, dan senyum yang tak pernah absen—bahkan saat dingin menusuk tulang.
Sejak 1980-an, Mbok Yem memilih hidup di atas gunung.
Ia bolak-balik membawa logistik dari bawah menggunakan jasa porter, dan tak jarang ia sendiri yang memanggul barang di punggung.
Dalam dunia yang makin digital, Mbok Yem tetap menjadi simbol keaslian, kesederhanaan, dan kegigihan.
Ia dikenal banyak pendaki sebagai ibu, sahabat, bahkan penjaga spiritual Lawu. Cerita mistis hingga kisah haru kerap menghiasi perjalanan yang melibatkan Mbok Yem.
Pada 2023, ketika Gunung Lawu dilanda kebakaran hebat, Mbok Yem menolak turun.
Ia bertahan di warungnya sambil terus menyajikan makanan bagi pendaki yang terjebak. Keberaniannya bukan tanpa risiko, tapi cintanya pada Lawu dan para pendaki lebih besar dari rasa takut.
Pada 23 April 2025, Mbok Yem menghembuskan napas terakhir di usia 82 tahun.
Ia meninggal di rumahnya setelah sempat dirawat karena pneumonia. Kabar duka ini menyebar cepat di media sosial, mengundang doa dan kenangan dari para pendaki se-Indonesia.
Tagar #SelamatJalanMbokYem sempat ramai di berbagai platform, mengiringi kepergian seorang tokoh yang dianggap bukan sekadar penjaja makanan di gunung, tetapi penjaga hati ribuan jiwa.
Warung Mbok Yem adalah saksi bisu dari ribuan pendaki yang menuliskan kisah perjuangan mereka. Kini, meski ia telah tiada, semangat dan cintanya akan terus hidup di setiap langkah yang menapaki jalur Lawu.
Bagi siapa pun yang pernah bertemu dengannya, kehadiran Mbok Yem adalah bukti bahwa bahkan di tempat paling sunyi dan tinggi, kebaikan bisa menjadi mercusuar.(Febrianto Ramadani/Putra Dewangga/SURYA.co.id/Kompas.com)