Jenazah Paus Fransiskus yang berusia 88 tahun yang meninggal pada hari Senin (21/5/2025) akan dipajang selama tiga hari di Basilika Santo Petrus mulai hari Rabu sebelum pemakamannya pada hari Sabtu (26/4).
Jenazah Paus Fransiskus menjalani prosedur pengawetan yang diatur dengan ketat agar dapat dipamerkan di depan publik untuk terakhir kalinya.
Untuk memastikan mereka dapat melihatnya secara langsung, Paus Fransiskus telah menjalani teknik pengawetan tanatopraksi atau tanatopraxy. Hal ini disampaikan oleh pendiri Institut Nasional Thanatopraxy Italia (INIT) Andrea Fantozzi.
"Ini melibatkan penyuntikan cairan pengawet melalui sistem peredaran darah, diikuti dengan perawatan estetika pada wajah dan tangan," ucap Fantozzi kepada AFP.
"Tujuannya adalah untuk memperlambat proses pembusukan alami."
Tanatopraksi bukanlah mumifikasi, tetapi teknik pengawetan tubuh yang digunakan terutama untuk memamerkan mayat di depan publik.
Praktik ini, yang diatur di Italia berdasarkan undang-undang yang disahkan pada tahun 2022, dianggap sebagai evolusi modern dari pembalsaman, dan dibedakan dengan penggunaan zat yang kurang invasif yang lebih menghormati tubuh manusia.
Proses ini terdiri dari perawatan pengawetan higienis yang memperlambat proses pembusukan, sehingga memungkinkan penampilan alami jenazah dipertahankan selama beberapa hari.
Prosedur ini melibatkan penyuntikan cairan pengawet ke dalam sistem arteri, desinfeksi menyeluruh pada tubuh, riasan korektif, dan penataan tangan dan wajah untuk memastikan penampilan yang tenang dan damai.
"Efeknya penampilan jenazah yang lebih tenang dan alami -- bertahan hingga 10 hari," kata Fantozzi.
Di masa lalu, jenazah paus menjalani teknik pembalseman yang melibatkan pengangkatan organ dalam dan penyuntikan zat seperti formalin dan alkohol. Namun, seiring berjalannya waktu, lebih banyak perhatian diberikan yang mendorong gereja untuk mengadopsi metode yang lebih bijaksana dan penuh hormat kepada jenazah para paus.