TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Israel dilaporkan tidak akan mengirim satu pun perwakilan resmi ke pemakaman Paus Fransiskus yang dijadwalkan berlangsung besok, Sabtu (26/4/2025).
Kabar ini pertama kali dilaporkan oleh surat kabar Haaretz.
Media Israel ini menyebut keputusan pemerintah diambil di tengah ketegangan antara Vatikan dan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu selama perang di Gaza.
Netanyahu dan sejumlah menteri dalam kabinetnya diketahui bersikap sangat kritis terhadap Paus Fransiskus.
Kritik ini muncul karena Paus secara terbuka mengecam pembunuhan warga sipil dan penahanan bantuan kemanusiaan di Gaza oleh militer Israel.
Paus Fransiskus secara konsisten menyuarakan keprihatinannya atas penderitaan rakyat Palestina, terutama selama invasi Israel ke Gaza yang memicu kecaman global.
Sikap tegas Paus dianggap menyinggung kepemimpinan Israel yang menilai pernyataan tersebut tidak seimbang dan berpihak.
Israel sendiri merupakan rumah bagi sekitar dua persen warga beragama Kristen.
Negara ini juga memiliki sejumlah situs suci penting dalam tradisi Kekristenan.
Beberapa di antaranya adalah Gereja Makam Suci di Yerusalem, yang diyakini sebagai lokasi penyaliban, penguburan, dan kebangkitan Yesus.
Ada pula Gereja Kelahiran di Betlehem, tempat yang dipercaya sebagai lokasi kelahiran Yesus Kristus.
Keputusan Israel untuk tidak hadir dalam pemakaman pemimpin Gereja Katolik sedunia ini memicu perdebatan luas, terutama di kalangan komunitas internasional yang berharap adanya sikap hormat atas tokoh agama dunia.
Langkah ini dinilai sebagai bentuk ketegangan diplomatik yang semakin memperlebar jurang antara Israel dan Vatikan.
Paus Fransiskus sendiri dikenal sebagai pemimpin spiritual yang vokal membela nilai kemanusiaan, terlepas dari latar belakang agama atau politik.
Pasukan Israel kembali melancarkan operasi militer dini hari di kota Nablus, Tepi Barat yang diduduki.
Menurut laporan kantor berita Wafa, pasukan menyerbu kota tersebut saat fajar dan menargetkan wilayah Jalan Fatayer serta at-Taawon.
Sejumlah rumah warga dilaporkan digerebek dan digeledah selama operasi berlangsung, meski belum ada laporan penahanan.
Sementara itu, kebijakan terbaru Kementerian Luar Negeri Israel juga menuai kecaman luas, setelah pihaknya menghapus ucapan belasungkawa atas wafatnya Paus Fransiskus.
Menurut harian Yedioth Ahronoth, kementerian tersebut memerintahkan semua misi diplomatik dan akun media sosial resmi untuk menghapus postingan belasungkawa, tanpa memberikan penjelasan.
Sebelumnya, akun-akun resmi itu menuliskan pesan duka: "Beristirahatlah dalam damai, Paus Fransiskus. Semoga kenangannya menjadi berkat."
Langkah penghapusan ini memicu kemarahan di kalangan diplomat Israel dan pengamat internasional, serta dianggap menyinggung umat Katolik di seluruh dunia.
Beberapa duta besar Israel menyuarakan ketidaksetujuan mereka melalui grup WhatsApp internal, menyebut kebijakan itu bisa merusak citra negara di mata umat Kristen.
"Kami menghapus tweet sederhana dan tidak bersalah yang mengungkapkan belasungkawa mendasar — dan jelas bagi semua orang bahwa ini hanya karena kritik Paus terhadap Israel atas pertempuran di Gaza," ujar seorang diplomat, dikutip Yedioth Ahronoth.
Kementerian juga melarang para diplomat Israel untuk menandatangani buku belasungkawa di kedutaan besar Vatikan.
Seorang duta besar mengaku mendapat "perintah tegas untuk menghapus" tanpa klarifikasi lebih lanjut, dan hanya diberi tahu bahwa masalah tersebut "sedang ditinjau."
Kebijakan ini menambah tekanan terhadap Israel yang belakangan dikritik karena sikap kerasnya terhadap suara-suara internasional yang mengecam agresi militer di Gaza.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)