TRIBUN-MEDAN.com - Berikut ini spesifikasi Motor Ridwan Kamil yang disita KPK ini adalah Royal Enfield Classic 500 Tribute Black, edisi terbatas yang hanya tersedia 90 unit di Indonesia.
Masing-masing unit dilengkapi plakat nomor seri "End of Build" yang menjadikannya unik dan diburu kolektor.
Royal Enfield Classic 500 adalah reinkarnasi dari Bullet 1951, praktis aksen motor klasiknya sangat kental.
Seperti halnya tangki membulat, jok model terpisah yang ditopang per, dan juga tampilan multi informasi display yang masih analog.
Adapun mengenai kemampuan tempur mesinnya, motor ini memiliki jantung dengan kapasitas 499cc, satu silinder, 4 tak, dan pendingin udara.
Di atas kertas motor ini dapat menyemburkan tenaga maksimumnya 27.2 hp pada 5250 rpm dan torsi maksimum 41.3 Nm pada 4000 rpm.
Dengan segala keistimewaannya, motor ini dibanderol sekitar Rp128 juta, tergantung kondisi dan kelengkapannya.
Karena tergolong langka dan eksklusif, harga pasarannya bisa jauh lebih tinggi.
Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bahwa sepeda motor Royal Enfield Classic 500 Limited Edition yang disita dari rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tidak tercantum dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Ridwan Kamil yang diserahkan ke KPK.
Hal tersebut dikatakan Juru Bicara KPK Tessa Mahardika di Jakarta, Jumat (25/4/2025).
"Ya, jadi motor yang di Rupbasan (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara) Cawang itu tidak masuk LHKPN saudara RK," kata Tessa Mahardika dikutip dari Voi.id, Jumat.
Tessa menegaskan penyitaan itu dilakukan karena motor tersebut diduga terkait dengan perkara kasus dugaan korupsi proyek pengadaan iklan pada Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) periode 2021–2023.
Ridwan Kamil diketahui mempunyai sejumlah kendaraan.
Namun, kata Tesaa, KPK hanya menyita satu unit motor Royal Enfield tersebut yang diduga terkait perkara korupsi.
"Intinya begini ya, seluruh alat bukti atau barang bukti, yang dilakukan penyitaan oleh penyidik itu pasti ada kaitan dengan perkara yang sedang ditangani, dalam hal ini adalah penyidikan," ujarnya.
Sebelumnya, KPK pada 10 Maret 2025 menggeledah rumah Ridwan Kamil terkait penyidikan kasus dugaan korupsi dugaan korupsi proyek pengadaan iklan pada Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten.
Dalam penggeledahan tersebut penyidik KPK kemudian menyita satu motor Royal Enfield Classic 500 Limited Edition berkelir hitam. Motor tersebut saat ini telah berada di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) KPK di Cawang, Jakarta Timur.
Dalam perkara dugaan korupsi Bank BJB, penyidik KPK telah menetapkan lima orang tersangka, yakni Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi (YR) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kepala Divisi Corsec Bank BJB Widi Hartoto (WH).
Selain itu, pengendali agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan (IAD), pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress Suhendrik (S), dan pengendali Cipta Karya Sukses Bersama Sophan Jaya Kusuma (SJK).
Lima orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka dengan persangkaan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidik KPK memperkirakan kerugian negara akibat dugaan korupsi di Bank BJB tersebut sekitar Rp222 miliar.
Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, KPK menggeledah rumah RK pada bulan Maret 2025.
Ada beberapa barang dan dokumen yang disita dari rumah RK. Salah satunya adalah motor.
Penggeledahan ini berhubungan dengan korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jabar dan Banten (Bank BJB).
RK juga sudah membuka suara terkait penggeledahan yang dilakukan di rumahnya.
RK mengaku siap mengikuti proses hukum yang dijalankan KPK.
Adapun untuk kasus BJB, KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus rasuah Bank BJB. Mereka antara lain Yuddy Renaldi selaku eks Dirut Bank BJB; Widi Hartono (WH) yang menjabat sebagai Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB serta Ikin Asikin Dulmanan (IAD), Suhendrik (S), dan R. Sophan Jaya Kusuma (RSJK) selaku pihak swasta.
Perbuatan kelimanya diduga telah membuat negara mengalami kerugian hingga mencapai nilai Rp222 miliar.
KPK menduga dana tersebut masuk sebagai dana pemenuhan kebutuhan non-budgeter.