Pakar Telematika, Roy Suryo kembali menanggapi soal dirinya yang dipolisikan atas tudingan ijazah Presiden RI ke7, Joko Widodo (Jokowi) palsu.
Dia mengaku hanya bisa tersenyum dan menunggu proses laporan itu berjalan dengan me
"Soal 'pelaporan' itu kita senyum saja, tunggu sampai benarbenar berproses dgn jujur dan mengedepankan 'Equality before the law'. Tidak boleh ada yang memaksakan kehendak dan menggunakan tangantangan kotor untuk menekan pihak lawan karena masih berkuasa," kata Roy saat dihubungi, Sabtu (26/4/2025).
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) ini merasa laporan polisi yang dituduhkan kepadanya sangat lucu karena pasal yang disematkan adalah soal penghasutan.
"Lucu saja kalau kamikami mau dijerat dgn Pasal 160 KUHP tentang 'menghasut' itu, maka sebenarnya merekamereka (yang dari Peradi Bersatu) ini seharusnya malu, karena Laporan mereka di Bareskrim sudah ditolak, hanya yang dari Relawan Nusantara yang diterima di Polres Jakarta Pusat," ucapnya.
Meski begitu, Roy mengaku tetap akan mengikuti prosedur hukum yang berlaku dan siap menjalani proses penanganan laporan tersebut.
"Jadi intinya, kami sangat siap dan berterimakasih atas dukungan sekitar 400an simpatisan yang terdiri atas Lawyer, tokohtokoh masyarakat, dosen, dan sebagainya yang terdata sejauh ini. Namun saya tegaskan juga bahwa kami tidak menerima apalagi meminta sumbangan apapun, jangan sampai ada yang memanfaatkan situasi ini," ungkapnya.
Sebelumnya, Organisasi masyarakat Pemuda Patriot Nusantara bersama Relawan Jokowi membuat laporan polisi atas tudingan ijazah Presiden RI ke7, Joko Widodo di Polres Metro Jakarta Pusat pada, Rabu (23/4/2025) siang.
Kuasa hukum pelapor, Rusdiansyah, mengatakan, empat terlapor itu berinisial RS, RSM, RF, dan seorang perempuan berinisial TT.
"Yang dilaporkan itu inisial RS, RSM, RF, dan TT. Temanteman mungkin sudah familiar," kata Rusdiansyah di Polres Jakarta Pusat.
Saat ditanya lebih lanjut, Rusdiansyah mengindikasikan bahwa satu terlapor adalah mantan menteri.
“Ya, bisa jadi (mantan menteri),” ujarnya singkat.
Diketahui, empat sosok yang dilaporkan adalah mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo, ahli digital forensik Rismon Sianipar, Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Rizal Fadillah, dan dokter Tifauzia Tyassuma.
Laporan ini didasarkan pada dugaan pelanggaran Pasal 160 KUHP tentang penghasutan di muka umum.
Berselang beberapa hari kemudian, sejumlah orang yang tergabung dalam organisasi Peradi Bersatu mendatangi Bareskrim Polri, Jakarta pada Kamis (24/4/2025).
Mereka yang membentuk sebuah tim bernama Advocate Public Defender untuk membuat laporan polisi terkait tudingan polemik ijazah Presiden RI ke7, Joko Widodo yang disebutsebut palsu.
Namun, pihak Bareskrim Polri tidak menerima laporan tersebut dan menyarankan untuk membuat laporan ke Polda Metro Jaya.
"Melalui serangkaian konsul, bahwa laporan ini perlu diajukan di Polda Metro Jaya. Jadi saat ini setelah kami menerima hasil daripada permintaan Mabes Polri untuk dibuka di Polda Metro Jaya," kata tim Advocate Public Defender, Lechuman kepada wartawan, Kamis.
Meski sudah menyampaikan buktibukti saat melapor, namun pihak kepolisian tetap meminta pelaporan dilakukan di Polda Metro Jaya sesuai locus de licti atau tempat kejadian.
"Karena locusnya itu ada dua, pertama lokus di Jakarta Pusat yang peristiwa tanggal 22, kalau nggak salah 2 hari atau 3 hari yang lalu kemudian yang kemarin lokus di Jakarta Selatan," ucapnya.
Sementara itu, salah satu tim lain bernama Ade Darmawan mengatakan pihaknya sepakat membuat laporan ini bukan atas tekanan dari siapapun termasuk kubu Jokowi.
"Kita dari organisasi advokat kita mewakili organisasi advokat, kita mewakili organisasi advokat jadi kita melaporkan karena ini ada dugaan yang jelas menghasut, jelas menghasut kemudian membuat gaduh," jelasnya.
"Bahwa ada laporan yang memang delik aduan ada yang delik murni, untuk Advokat Public Defender atau tim yang dibuat oleh Peradi Bersatu itu yang bersifat delik murni kalau mungkin, mungkin, kalau untuk kuasa hukum Pak Jokowi nanti itu delik aduan nah itu seperti itu, ada dua versi ya yang berbeda," sambungnya.