TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Pemerintah Kabupaten Bondowoso melaksanakan apel Peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional (HKBN) Tingkat Kabupaten Bondowoso Tahun 2025, di Halaman MTSN 1 Kecamatan Wonosari, Sabtu (26/4/2025).
Peringatan ini adalah momentum yang sangat penting untuk membangkitkan kesadaran kolektif seluruh lapisan masyarakat, khususnya tentang urgensi kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
Wakil Bupati Bondowoso As’ad Yahya Syafi'i menjelaskan, Kabupaten Bondowoso memiliki karakter geografis pegunungan dan perbukitan, yang secara alamiah menjadikannya rentan terhadap berbagai bencana.
Menurutnya, ancaman seperti gempa bumi, erupsi gunung api, banjir, longsor, kekeringan, angin kencang, dan cuaca ekstrem dapat terjadi kapan saja.
“Kita juga tak boleh mengabaikan potensi bencana non-alam, seperti karhutla dan bencana sosial akibat konflik atau gangguan ketertiban,” kata dia.
Dia menegaskan, bahwa kesiapsiagaan adalah sebuah keharusan, bukan pilihan. Kesiapsiagaan harus menjadi budaya yang hidup dalam pikiran, sikap, dan tindakan. Bukan sekadar pengetahuan,tapi juga hasil dari pengalaman, latihan, dan pembiasaan.
Menurutnya, melalui peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana ini, saya mengajak seluruh masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan, memperkuat peringatan dini, dan membangun ketangguhan bersama.
“Karena kesiapsiagaan hari ini adalah langkah menyelamatkan nyawa di masa depan,” jelas Wabup.
Dia juga menyampaikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang telah bekerja tanpa kenal lelah dalam penanggulangan bencana di Kabupaten Bondowoso.
Diantaranya kepada BPBD, TNI-Polri,tenaga kesehatan, relawan, dan tokoh masyarakat atas dedikasi dan kepedulian yang luar biasa.
Dia berharap semua lapisan masyarakat tetap menjadi garda terdepan dalam membangun kesadaran, kesiapsiagaan, serta memperkuat sinergi demi tugas kemanusiaan yang mulia ini.
Melalui apel ini, pihaknya berharap untuk meneguhkan komitmen menjadikan Bondowoso sebagai daerah tangguh bencana, adaptif terhadap perubahan iklim, dan masyarakatnya cerdas menghadapi risiko.
Salah satunya dengan langkah sederhana, yakni memahami rambu evakuasi, mengenali potensi bencana di sekitar, mengikuti simulasi, serta membentuk relawan di tingkat desa atau kelurahan.
“Saatnya mengubah paradigma dari responsif menjadi preventif, dari reaktif menjadi proaktif dalam upaya penyelamatan dan mitigasi bencana,” jelas dia. (*)