TRIBUNWOW.COM - Viral rumah penjual gorengan yang dimintai tagihan listrik oleh PLN hingga puluhan juta.
Kejadian itu berada di Jombang, Jawa Timur yang dialami oleh Masruroh.
Menanggapi persoalan ini, tampak pihak PLN santai terhadap berbagai tudingan yang ditujukan kepada mereka.
Ternyata, menurut PT PLN (Persero) membengkaknya tagihan listrik milik seorang warga di Jombang tersebut tak lain tak bukan karena kesalahpahaman.
Pantas saja PT PLN dapat secara cepat mengatasi persoalan yang ada.
PT PLN (Persero) angkat bicara soal tagihan listrik sebesar Rp 12,7 juta yang diterima Masruroh, penjual gorengan asal Dusun Blimbing, Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Masruroh disebut melakukan pencurian listrik sehingga dikenakan denda.
Akibat tidak membayar tagihan tersebut, listrik di rumahnya diputus.
Manager PLN Unit Layanan Pelanggan (ULP) Jombang Dwi Wahyu Cahyo Utomo menjelaskan pemutusan listrik dilakukan sesuai prosedur.
Sebab, ditemukan pelanggaran dalam jaringan listrik yang digunakan.
Penertiban dilakukan PLN pada 14 September 2022.
Saat itu ditemukan pelanggaran kategori P3, yakni pelanggaran yang memengaruhi batas daya dan pengukuran energi.
Salah satunya menyambung listrik secara ilegal tanpa melalui meteran resmi.
"Ditemukan rumah yang ditempati Masruroh dengan nama pelanggan Naif Usman (ayah Masruroh) menyambung ke instalasi rumah tanpa melalui pengukuran dan pembatas daya," kata Dwi dalam keterangannya, Sabtu (26/4/2025), seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com, Sabtu.
Akibat pelanggaran tersebut, Masruroh dikenakan tagihan susulan sebesar Rp 19 juta dan sempat menyetujui pembayaran dengan skema cicilan.
Masruroh sudah membayar uang muka Rp 3,8 juta, namun menunggak angsuran sejak Desember 2022.
Karena angsuran macet, PLN akhirnya memutus aliran listrik di rumah Masruroh.
Masalah berlanjut pada Maret 2025. PLN menemukan sambungan listrik dari rumah tetangga, Chusnul Cotimah, ke rumah Masruroh. PLN langsung mengamankan aliran listrik tersebut untuk mencegah bahaya.
Akibat pengamanan itu, Chusnul Cotimah pun tak bisa lagi mengisi token listrik di rumahnya.
Menurut Dwi, masalah ini terjadi karena kesalahpahaman. PLN kemudian memberikan edukasi soal keamanan kelistrikan dan penjelasan mengenai tunggakan Masruroh.
Setelah permasalahan tersebut diselesaikan dengan kepala dingin dalam sebuah pertemuan, Masruroh berakhir mengucapkan terimakasih.
Dalam pertemuan dengan PLN, Masruroh akhirnya sepakat membayar sisa tagihannya dengan mencicil selama 36 kali.
Menurut Masruroh, semua kesalahpahaman sudah selesai.
PLN juga akan memperbaiki aliran listrik di rumahnya dengan pemasangan jaringan baru.
"Terima kasih ke PLN, sekarang ini sudah selesai masalahnya dengan PLN, tidak ada masalah apa-apa lagi, sudah ada persetujuan, sudah ada solusinya yang bagus," ujar Masruroh.
Masruroh sempat mengeluhkan tiba-tiba mendapat tagihan listrik Rp 12,7 juta atas nama mendiang ayahnya,
Naif Usman, yang sudah wafat pada 1992.
Awalnya, daya listrik rumah Masruroh hanya 450 watt, lalu bertambah menjadi 900 watt.
Setelah suaminya meninggal pada 2014, ia baru mengetahui listrik di rumahnya mencapai 2.200 watt.
Setelah itu, Masruroh membagi rumah menjadi empat bagian untuk disewakan.
Tiga bagian disewakan ke keluarga lain, sementara ia tinggal di bagian belakang rumah.
Masalah mulai muncul pada 2022, ketika PLN menemukan dugaan pencurian listrik.
Karena tidak mampu membayar denda besar, Masruroh pasrah listrik rumahnya diputus.
Beberapa waktu ia menumpang listrik dari rumah tetangga.
Namun, menjelang Idul Fitri 2025, ia kembali menerima tagihan Rp 12,7 juta dan kesulitan mengisi token di meteran tetangga yang menyuplai listrik ke rumahnya. (*)