TRIBUN-MEDAN.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi adu argumen dengan gadis yang baru saja lulus SMA. Gadis Aura Cinta mengkritik kebijakan Dedi Mulyadi yang melarang study tour atau kegiatan luar sekolah.
Aura Cinta merasa kebijakan itu membuat para siswa-siswi tidak memiliki kenangan di momen perpisahan.
Namun di samping itu, Aura Cinta merupakan korban penggusuran. Dia bersama orangtua dan adik-adiknya digusur gegara menempati tanah yang bukan milik pemerintah.
Perdebatan Aura Cinta dengan Dedi Mulyadi terjadi di sela-sela pertemuan membahas penggusuran.
Saat bertemu KDM, sejak awal bicara ia sudah bernada sinis.
"Maaf pak saya bukan anak SMP saya sudah lulus SMA mau lanjut kuliah," katanya.
Aura Cinta merupakan lulusan SMA Negeri 1 Cikarang Utara.
Ibunya tak bekerja, sedangkan ayahnya berprofesi sebagai pedagang botol kaca untuk bensin.
KDM mempertanyakan argumentasi Aura Cinta soal kritik kebijakan larangan perpisahan.
"Pertama gini pak kalau sekolah tanpa wisuda kan semua orang gak mampu, banyak rakyat miskin," katanya seperti dikutip TribunnewsBogor.com dari Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel.
"Rakyat miskin, gak punya rumah lagi. Rumahnya di bantaran kali lagi. Tapi sekolahnya mau gaya-gayaan mau ada wisuda," timpal Dedi.
Aura bermaksud menyampaikan masukan agar perpisahan tetap diizinkan namun biayanya diminimalisir agar tidak membebani orang tua siswa.
"Bukan wisuda pak, kalau misal bisa wisuda itu tuh pengeluarnnya lebih sedikit abis itu dibikin tetap ada wisuda, cuman selenggarakan paling," katanya.
Belum selesai menjelaskan, Dedi Mulyadi kembali memotong.
"Bentar dulu, di negara mana sih SMP ada wisuda ? saya nanya. di negara mana yang TK, SMP, SMA ada wisuda ? hanya di Indonesia. Wisudah untuk siapa coba ? yang kuliah," kata KDM.
Dedi Mulyadi menerangkan tujuannya melarang acara wisuda sekolah karena membebani kondisi ekonomi keluarga siswa.
"Di kita anak TK wisuda, biaya gak ? punya rumah gak ? gak. Pakai bantaran sungai. SMP wisuda lagi punya rumah gak ? terus kemarin ada ibu-ibu yang nangis 5,4 juta harus bayar study tour ke Bali, akhirnya ditelepon Kadisdik dan dibatalkan. Saya nanya, gubernur melakukan itu untuk siapa ? " tanya KDM.
"Ya untuk rakyat semua pak," jawab Aura.
Walau sudah dijelaskan, namun Aura Cinta tetap membantah.
"Lebih tepatnya bukan gitu sih pak, biar adil nih ya pak semua murid biar bisa ngerasain perpisahan," katanya.
"Duit perpisahan dari siapa ?" tanya KDM.
Dia mengakui biaya perpisahan juga berasal dari kantong orang tuanya.
"Terus kalau tanpa perpisahan terus sekolah jadi bubar ?"kata Dedi.
"Gak, kan ada juga lulusan cuma sampai SD, SMP atau SMA," kata Aura.Dedi Mulyadi menekankan, kenangan yang sebenarnya bukan hanya pada saat acara perpisahan sekolah saja.
Kenangan sebenarnya justru terukir saat proses belajar selama tiga tahun di sekolah.
"Gak juga sih pak, saya ngerasa saya ngerasa kan sudah lulus, kalau gak ada perpisahan kita tuh gak bisa kumpul bareng atau ngerasain gimana-gimana kumpul interaktif sama teman-teman," kata Aura.
Dedi Mulyadi mengatakan apapun bentuk acaranya akan tetap bayar dan mengeluarkan uang hingga menjadi beban bagi orang tua yang kondisi ekonominya tak mampu.
Terlebih orang tua Aura pun kini tak punya rumah.
"Rumah aja gak punya bayar perpisahan. Gimana speak upnya. Harusnya speak upnya begini, gubernur membebani rakyat sekolah harus bayar iuran, saya senang. Ini kritik gubernur karena larang perpisahan, lah kok ngeri. Akhirnya dibully, karena logikanya gak tepat. Jadi gubernur berusaha menurunkan beban pembayaran orang tua karena sekolah sudah dibikin gratis, maka orang tua tidak boleh lagi keluar uang untuk sekolah, bila perlu sekolah jalan kaki, sekolah naik sepeda pulang jualan agar anak sekolah Jawa Barat hebat. Tapi kalau sekolahnya ada outclass pakai jaket pulang motoran, orang tuanya rumah aja gak punya digusur nangis-nangis," kata KDM.
Mendengar penjelasan Dedi Mulyadi, Aura Cinta rupanya masih belum terima.
"Bukan mengkritik pak, menurut saya kayak gitu perlakuannya gak adil," katanya.
"Gak adil buat siapa ? kamu mau perpisahan ?" tanya KDM.
Ternyata bukan Aura, melainkan adiknya yang kini akan perpisahan sekolah.
"Buat adik saya sih," kata Aura.
"Ya udah perpisahan saja sendiri aja gak bawa skeolah. Kumpul teman-teman, kita bikin perpisahan tapi jangan melibatkan sekolah, kalau dilibatkan sekolah jadi mungut, kepala sekolahnya dibully, guru dibully dianggap nyari untung," kata Dedi Mulyadi.
KDM menekankan jika sudah menyelenggarakan secara mandiri lalu terjadi sesuatu, maka Aura Cinta harus tanggung jawab.
"Kamu aja bikin, menjadi ketua panitia acara perpisahan. Kalau besok busnya terbalik tanggung jawab sendiri, orang mabuk, ada tawuran, tidak bawa institusi. Bagi saya biaya pendikan harus murah tidak boleh ada beban bagi orang tua jangan sampai BOS-nya dibayarin pemerintah tapi siswanya hura-hura," kata Dedi Mulyadi.
(*/tribun-medan.com)
Artikel sudah tayang di tribun-bogor