Lalu Hadrian Irfani, Sebuah Nama yang Membaca Zaman
GH News April 27, 2025 05:04 PM

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Dalam setiap perjalanan bangsa, selalu ada nama-nama yang lahir dari denyut sunyi daerah, bukan dari kemewahan ibu kota. Salah satu nama itu kini berbicara di gelanggang nasional, Lalu Hadrian Irfani, putra Nusa Tenggara Barat, yang mengukir langkahnya di lantai megah parlemen sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR RI.

Hadrian bukan sekadar anggota parlemen biasa. Ia, seperti tanah asalnya Lombok, tumbuh dari getir perjuangan. Gelar 'Lalu' dalam namanya bukan sekadar ornamen tradisi Sasak, ia membawa beban lama, menjaga martabat, memperjuangkan keadilan. 

Ia tidak hanya duduk di DPR untuk bersuara, ia membawa luka dan harapan ribuan anak-anak miskin yang hampir putus sekolah, dan para guru kecil yang mengajar dengan gaji secuil.

Dalam percakapan tentang pendidikan nasional, nama Hadrian kerap muncul dengan ketegasan yang jarang dimiliki politisi muda, bahwa tidak boleh ada satu pun siswa di Lombok, bahkan di seluruh pelosok republik ini, yang berhenti belajar hanya karena kemiskinan. 

Program Indonesia Pintar, yang di banyak tempat hanya sekadar catatan administratif, di tangannya menjadi janji politik yang konkret.

Ia berbicara tidak dengan suara menggelegar, melainkan dengan ketekunan. Ia mendorong pengawasan ketat distribusi dana PIP, sampai ke titik absurd: "Tidak boleh ada potongan, bahkan satu rupiah pun." Kalimat yang terdengar sederhana itu sebenarnya menggedor sistem lama yang akrab dengan 'potongan administrasi'.

Tetapi Hadrian tidak hanya berhenti di bilik sekolah. Ia memahami bahwa kemiskinan, ketimpangan pendidikan, dan kemerosotan moral adalah satu rajutan besar. 

Ketika kekerasan seksual terjadi di ruang akademik, sebuah luka bagi dunia pendidikan Hadrian tidak memilih jalan diplomatik. Ia meminta pemecatan, pencabutan gelar, dan pembelajaran nasional atas kasus itu. Pendidikan, baginya, bukan hanya soal kurikulum, ia adalah soal martabat manusia.

Dalam dunia pariwisata, Lalu Hadrian Irfani membaca potensi NTB dengan mata jernih. Ia mendorong pengembangan pariwisata yang tidak hanya berbasis pada lanskap, tetapi juga pada pemberdayaan penduduk lokal. Ia tahu, tanpa pendidikan dan pelatihan yang layak, pariwisata hanya akan melahirkan ketimpangan baru, tamu kaya, tuan rumah miskin.

Keterlibatannya dalam mendorong program-program pelatihan sumber daya manusia pariwisata di NTB menunjukkan bahwa baginya, kemajuan tidak boleh datang meninggalkan siapa pun.

Lebih dari sekadar angka suara pemilu (71.941 suara di NTB II), Lalu Hadrian Irfani membawa satu kekuatan yang jarang, kemampuan untuk merasakan derita orang biasa, lalu menerjemahkannya menjadi kebijakan.

Ia bukan politisi yang mencari panggung dengan retorika meledak-ledak. Ia seperti sungai kecil di kampung-kampung Lombok, tenang, tapi membawa kehidupan.

Mungkin inilah yang membuat Lalu Hadrian Irfani bukan hanya politisi dari NTB, tetapi politisi untuk Indonesia. Dan di tengah hiruk-pikuk dunia politik yang sering kejam dan tak berwajah, hadirnya orang-orang seperti dia membuat kita percaya, bahwa masih ada ruang bagi kejujuran, keberanian, dan pengabdian. 

Sebuah nama yang membaca zaman, dan membentuk masa depan.

***

*) Oleh : Taufan Rahmadi, Dewan Pakar GSN Bidang Pariwisata Pendiri YIPINDO (Yayasan Inovasi Pariwisata Indonesia).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.