Menjelang Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (SI MPR) 1998, muncul pasukan pengamanan yang dikenal sebagai PAM Swakarsa. Tugasnya, mengamankan SI MPR 1998 dari demontrasi-demontrasi anti-SI.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Banyak hal yang terjadi di sekitar Reformasi 1998, termasuk di antaranya adalah pembentukan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (PAM Swakarsa) yang dibentuk menjelang Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (SI MPR) 1998.
Salah satu tujuan pembentukan PAM Swarkarsa adalah untuk mengamankan jalannya SI MPR 1998 dari berbagai bentuk demontrasi anti-SI.
Mengutip Kompas.com, sebagaimana dilaporkan Harian Kompas pada 12 November 1998, PAM Swarkasa adalah pasukan pengamanan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengamankan lingkungan masing-masing. Pembentukan Pam Swakarsa bebarengan dengan akan diadakannya Sidang Istimewa (SI) MPR 1998.
Menurut Wiranto yang ketika itu adalah Panglima ABRI,kehadiran Pam Swakarsa dibutuhkan untuk mengamankan SI MPR dari pihak-pihak yang ingin menggagalkannya. Tapi dalam kenyataannya,PAM Swakarsa justru terlibat dalam beberapa bentrokan di sekitar SI MPR 1998, baik dengan mahasiswa maupun engan kelompok masyarakat sipil.
Para anggotaPAM Swakarsa, yang jumlahnya mencapai 30 ribu, bermarkas di beberapa tempat di sekitar Istora Senayan, termasuk di beberapa masjid yang ada di wilayah itu. Di antara kelompok yang ikut menyumbang massa PAM Swakarsa adalah Forum Umat Islam Penegak Keadilan dan Konstitusi (Furkon).
Ada puluhan ribu massa mereka yang menjadi bagian dariPAM Swakarsa yang menghadang mahasiswa atau kelompok sipil lainnya yang anti-SI. "Kami dengan rela akan membubarkan diri dan tidur nyenyak kalau pihak-pihak yang anti-SI juga mundur, kami akan mundur dari jalan-jalan. Tetapi kalau mereka tetap ada di jalan-jalan, kami akan tetap bertahan," kata Ketua Furkon Komaruddin Rachmat, sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Untuk melakukan aksinya selama delapan hari, kelompok pendukung SI itu sudah memberitahukan kepada pihak kepolisian, lengkap dengan keinginan mereka untuk ikut mengamankan jalannya SI.
Selain Wiranto, tokoh penting lainnya yang dikaitkan denganPAM Swakarsa adalah Kivlan Zen. Terkait PAM Swakarsa, Wiranto dalam bukunyaBersaksi di Tengah Badaimenyebut bahwa Pam Swakarsa terbentuk atas inisiatif masyarakat.
Tentu saja itu berlainan dengan pengakuan Kivlan yang mengatakan bahwa dirinya mendapat perintah dari Wiranto pada 4 November 1998 untuk menggerakkan massa. Ketika itu dia dipanggil Wiranto di Mabes ABRI, Jalan Medan Merdeka Barat sekitar pukul 15.30. Kivlan diminta mengerahkan massa pendukung Sidang Istimewa sambil menyebut bahwa itu merupakan perintah Presiden BJ Habibie. Perintah disebut bersifat rahasia.
Berikut kronologi pembentukan Pam Swakarsa menurut kesaksian Kivlan Zen:
1. Pada 4 November 1998 pukul 15.30 WIB, Wiranto memanggil Kivlan untuk menemuinya di Kantor Mabes ABRI, Jalan Medan Merdeka Barat. Wiranto meminta Kivlan mengerahkan massa (Pam Swakarsa) dalam mendukung pelaksanaan Sidang Istimewa MPR November 1998.
2. Kivlan mempertanyakan penugasan tersebut. Pasalnya, saat itu Kivlan tidak memiliki jabatan dan kewenangan untuk menjalankannya. Selain itu risikonya dianggap terlalu berat.
3. Wiranto menjanjikan akan memberikan jabatan setelah pekerjaan Pam Swakarsa tersebut selesai.
4. Untuk membentuk Pam Swakarsa, Wiranto menelepon seorang pengusaha untuk menyediakan dana sebesar Rp400 juta dan memerintahkan Kivlan untuk mengambil uang itu.
5. Untuk membentuk Pam Swakarsa, Kivlan mengadakan rapat dengan pengurus/petinggi dari sejumlah ormas yang mendukung Habibie.
6. Pertemuan dengan ormas-ormas tersebut dilakukan di Kemang, Jakarta Selatan. Dana sebesar Rp400 juta kemudian dibagi oleh Kivlan untuk 30 ribu orang yang akan menjadi anggota Pam Swakarsa sebagai uang transport dan makan pada 6 November 1998.
7. Uang sebesar Rp400 juta tidak cukup membiayai dana operasional selama delapan hari, sejak tanggal 6 hingga 13 November 1998. Uang tersebut telah digunakan untuk transportasi anggota Pam Swakarsa dari Banten, Tengerang, Depok, Cianjur, Bekasi, Kerawang, Purwakarta, Bandung, Tasikmalaya, Lampung dan Makasar. Namun Wiranto tidak memberikan dana tambahan.
8. Pada 9 November 1998 pukul 09.00 WIB diadakan rapat di rumah dinas Panglima ABRI, Jalan Denpasar, Jakarta Selatan, dengan memberikan pengarahan dan ketetapan dalam menghadapi masa anti-Sidang Istimewa MPR di Gedung DPR/MPR. Pam Swakarsa diposisikan paling depan, berhadapan langsung dengan massa.
9. Rapat tersebut dihadiri oleh Pangdam Jaya Djaja Soeparman, Kapolda Metro Jaya Nugroho Jayusman dan Alm Adityawarman sebagai penghubung antara Kivlan dan Wiranto.
10. Kivlan berhasil menjalankan tugas dari Wiranto untuk menjaga Sidang Istimewa. Massa tak berhasil masuk ke kawasan gedung DPR/MPR sampai selesainya Sidang Istimewa MPR tersebut tanggal 13 November 1998.
11. Pada 12 November 1998, Kivlan menggerakkan Pam Swakarsa untuk memukul mundur massa unjuk rasa yang berada di Jalan Sudirman, Semanggi. Tragedi kemanusiaan tersebut kemudian dikenal dengan Peristiwa Semanggi I.
Terkait Tragedi Semanggi I, ketika itu ribuanmahasiswa berunjuk rasa menolak Sidang Istimewa. Mereka kemudian dihadang aparat keamanan di depan Kampus Atma Jaya. Aksi mahasiswa yang dimulai sejak 11 November memuncak pada 13 November 1998.
Aparat keamanan melepaskan tembakan ke arah mahasiswa yang berbaur dengan masyarakat. Beberapa mahasiswa tertembak dan meninggal di jalan. Mereka adalah Teddy Wardhani Kusuma (Institut Teknologi Indonesia), Bernardus Realino Norma Irmawan atau Wawan (Universitas Atma Jaya), Sigit Prasetyo (YAI), Heru Sudibyo (Universitas Terbuka), Engkus Kusnadi (Universitas Jakarta), Muzammil Joko (Universitas Indonesia).
Tragedi Semanggi I bukan satu-satunya bentrokan yang melibatkan PAM Swakarsa di sekitar SI MPR 1998 yang digelar pada 10-13 November 1998. Sidang itu sendiri ditolak oleh para mahasiswa dengan kekhawatiran melegitimasi kekuasaan rezim Orde Baru melalui pengangkatan kembali Habibie sebagai presiden.
Mahasiswa juga menuntut penghapusan dwi-fungsi ABRI sebagai salah satu bentuk campur tangan politik dari kalangan militer.
Selama SI MPR, Pam Swakarsa berkali-kali terlibat bentrokan dengan para pengunjuk rasa yang menentang SI MPR. Mereka yang mengklaim diri sebagai kelompok pengamanan sipil itu juga terlibat bentrokan dengan masyarakat yang resah dengan kehadiran Pam Swakarsa.
Selain tragedi Semanggi I, bentrokan jugaterjadi di Tugu Proklamasi dan jembatan Cawang. Namun, konflik fisik di Tugu Proklamasi terjadi antara Pam Swakarsa dan warga sekitar. Warga tampaknya tidak suka dengan kelompok sipil bersenjata tajam yang telah berada di kawasan itu sejak seminggu sebelumnya.
Di Cawang, pertikaian terjadi karena Pam Swakarsa mengadang kelompok mahasiswa yang tengah berarak menuju gedung DPR/MPR Senayan.