Zarof Ricar Jadi Tersangka TPPU, Kejagung Disebut Bisa Rampas Asetnya
Hasanudin Aco April 30, 2025 10:36 AM

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menjerat mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). 

Penetapan Zarof Ricar sebagai tersangka TPPU terkait penemuan uang Rp 951 miliar dan 51 kg emas saat penggeledahan di rumahnya.

Kasus ini bermula dari suap hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memvonis bebas kasus pembunuhan, dengan terdakwa Ronald Tannur.

Perampasan aset

Terkait itu, Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan perampasan aset merupakan hal otomatis yang bisa dilakukan dalam pengenaan pasal TPPU.

Sebab aset tersebut merupakan bagian dari pencucian uang.

“Soal perampasan aset, ya otomatislah, kan itu bagian dari pencucian uang adalah perampasan asset-asetnya. Otomatis harus dikejar itu,” kata Boyamin saat dihubungi, Selasa (29/4/2025).

Kendati Boyamin melihat hal yang lebih penting dari kasus tersebut adalah dengan pengenaan pasal TPPU ini dalam rangka rangka mengejar pemberi suap dan yang akan menerima suap. 

Sebab, Zarof Ricar ini hanya makelar.

“Nah Rp 1 triliun itu saya menduga untuk orang lain, oknum hakim yang digoreng perkaranya. Jadi ada yang belum diberikan atau dia yang menyimpan kemudian akan diberikan ketika pensiun. Karena kalau uangnya dia, perkiraan saya sudah dibelanjakan atau dilarikan ke mana,” imbuhnya.

Sehingga kemungkinan ada daftar orang yang diberi dan orang yang berperkara.

Menurut Boyamin, hal tersebut yang dikembangkan dengan mengejar yang memberi dan mengejar yang akan menerima.

Jadi langkah penetapan tersangka TPPU itu sebagai bentuk desakan pengenaan pasal yang tadinya hanya pasal gratifikasi.

“Kita kecewa itu, karena pengenaan pasal gratifikasi itu kan tidak perlu dicari pemberinya. Ini kan kemudian desakan kita untuk mencarinya, kemudian penyidik memprioritaskan melalui jalan opsi lain yaitu dengan TPPU. Jadi, dalam rangka mengejar siapa yang memberi dan akan menerima. Nanti kan kalau ketemu, otomatis jadi tersangka semua, dari dua pihak itu,” imbuhnya. 

Boyamin juga melihat kemungkinan Kejagung jengkel dengan sikap Zarof Ricar yang bungkam dengan tidak memberi tahu uang tersebut dari mana dan untuk siapa, sehingga dikenakan TPPU.

Jika dikenakan TPPU, ia bisa dikenakan hukuman seumur hidup.

“Dari sisi itu, harapannya dia bisa jadi justice collaborator dengan membuka semua hal. Sehingga dia akan dapat tuntutan ringan, vonis ringan untuk kasus pencucian uangnya,” katanya.

Senada diungkap pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, bahwa Kejagung bisa saja melakukan perampasan aset terhadap pelaku TPPU.

"Perkara pidana itu sepenuhnya berwenang menyita aset yang diduga sebagai aset hasil korupsi. Jadi wajar saja," ujarnya.

Menurut Fickar, yang lebih penting adalah barang bukti uang dan emas yang ditemukan.

Sebab, tidak mungkin didapatkan Zarof Ricar saat sudah pensiun.
 
"Namun, yang lebih penting bahwa jumlah uang dan emas yang dijadikan barang bukti tidak mungkin didapatkan ketika Zarof Ricar (ZR) sudah pensiun saja, tapi pasti sejak Zarof Ricar menjadi pejabat di Mahkamah Agung (MA), karena itu dakwaan Tipikor pun menjadi penting," tegasnya.

Pengamat hukum Erwin Natosmal Oemar juga berpendapat yang sama. Ia mendukung penggunaan pasal TPPU terhadap Zarof Ricar.

Menurutnya, TPPU bisa digunakan jaksa untuk membongkar mafia peradilan. 

“Perspektif penegakan hukum harus diubah dari paradigma pemenjaraan (badan) menuju penyitaan aset dengan menggunakan UU TPPU. Apalagi, terkait kekayaan yang tidak sah yang dimiliki pejabat yang sulit pembuktiannya,” katanya.

Erwin menambahkan, bahwa UU TPPU bisa digunakan sebagai pintu masuk dalam menerobos keterbatasan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

“Meski demikian, penggunaan TPPU harus dilakukan dengan proporsional, dalam arti menghormati hak-hak tersangka lainnya,” ujarnya.

Sebagai informasi, Kejagung menetapkan Zarof Ricar sebagai tersangka kasus TPPU menyusul temuan harta tidak wajar dalam penggeledahan di kediamannya.

 Dalam operasi tersebut, penyidik menemukan uang tunai dalam berbagai mata uang asing dan rupiah, dengan nilai total mencapai sekitar Rp951 miliar, serta 51 kilogram emas batangan.

Penggeledahan ini pada awalnya dilakukan dalam rangka pengusutan dugaan suap terhadap hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menangani perkara pembunuhan dengan terdakwa Ronald Tannur.

 Hakim dalam perkara itu menuai sorotan setelah menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa.

Namun, temuan di rumah Zarof membuka skandal mafia peradilan.

Selain uang dan emas, penyidik juga mengamankan sejumlah dokumen perkara hukum yang diduga berkaitan dengan pengaturan putusan.

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.