5 Sopir Perusahaan di Sukabumi Diduga Dipaksa Resign: Diintimidasi, Dituduh Markup Nota Beli BBM
Facundo Chrysnha Pradipha April 30, 2025 05:38 PM

TRIBUNNEWS.COM - Lima orang yang berprofesi sebagai sopir di salah satu perusahaan di Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, diduga dipaksa untuk mengundurkan diri atau resign.

Kabar ini disampaikan oleh Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Sukabumi, Budi Mulyadi, saat hadir dalam pertemuan yang dihadiri Forkopimda dan serikat pekerja di Aula Setda, Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, pada Selasa (29/4/2025).

Budi mengungkapkan kelima sopir yang juga merupakan anggota SPN Kabupaten Sukabumi tersebut diduga dipaksa resign pada 14 April 2025 lalu.

"Ya, jadi kita kemarin tanggal 14 April 2025 ada 5 anggota SPN di perusahaan yang diputus hubungan kerjanya melalui indikasi dugaan pemaksaan dengan cara diminta untuk mengundurkan diri," ujar Budi pada Rabu (30/4/2025), dikutip dari Tribun Jabar.

Budi menuturkan mereka diintimidasi sebagai bentuk pemaksaan agar resign.

Tak cuma itu, dia mengatakan kelima sopir tersebut juga dituduh melakukan markup terkait pembelian bahan bakar minyak (BBM).

Bahkan, saat dipaksa mengundurkan diri, mereka disebut tidak diberi uang pesangon.

"Mereka ditakut-takuti, mereka juga merasa diintimidasi, sehingga mereka dengan sangat terpaksa mengundurkan diri dengan alasan adanya dugaan markup nota BBM, karena mereka ini adalah bagian sopir, padahal hal tersebut sudah diketahui perusahaan semenjak awal," kata Budi.

Budi menjelaskan kelima sopir tersebut sudah bekerja puluhan tahun di perusahaan tersebut.

"Mereka bekerja di sana 23 tahun, yang paling baru itu adalah 14 tahun, jadi antara 14 - 23 tahun, itu sudah rutin dan diketahui," jelasnya.

Sementara, sebelum dipaksa agar resign, Budi mengatakan mereka menuntut upah lembur ke pihak perusahaan.

Namun, tuntutan tersebut tidak digubris dan justru disarankan agar upah lembur yang diminta diambil dari uang pembelian BBM.

Budi mengungkapkan kelima sopir tersebut sudah menuntut uang lembur selama setahun terakhir.

"Mereka dalam satu tahun itu menuntut upah lembur, karena mereka bekerja misalnya berangkat jam 7 pagi pulang jam 10 malam juga tidak ada lembur, ke Jawa Timur mereka 3 hari 3 malam mereka di sana nungguin di kolong ban kan bawa barang."

"Nah tidak ada lembur. Mereka mengusulkan, berupaya supaya jatah lembur itu betul-betul bisa dijalankan," jelas Budi.

Sementara, Budi menjelaskan saat kelima sopir tersebut menuruti permintaan pihak perusahaan agar mengambil uang lembur dari jatah biaya pembelian BBM, mereka justru dituduh melakukan mark up.

Padahal, sambungnya, perintah tersebut diketahui oleh pimpinan perusahaan.

"Hal itu pun dilakukan berdasarkan petunjuk di bagian itu, misalkan kamu kalau pakai mobil double perbandingannya adalah 1 banding 6 kan kilo meternya, terus kamu pakai engkel perbandingannya 1 banding 7. Nah, nota itu pun disampaikan sesuai dengan intruksi kilo meter yang tadi disebutkan. Sehingga menurut hemat kami dugaan markup ini pun tidak mendasar, sehingga kami memprotes PHK itu," ucapnya.

Di sisi lain, Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi, Bambang Widyantoro, mengungkapkan pihaknya sudah melakukan audiensi terkait kasus tersebut.

Namun, Bambang menjelaskan pihaknya belum menerima laporan resmi dari pihak pekerja.

"Belum ada (laporan resmi), kita kemarin aja baru audensi secara resmi itu, karena itu kan bripartit dulu antar mereka dulu."

"Nah untuk tripartit juga harus ada laporan ke kita secara resmi, harus ada tertulis permohonan mediasi. Kalau tidak ada kita juga sulit juga bertindak, jadi yang ditunggu adalah itu untuk secara resmi yang formal," jelas Bambang.

Kendati demikian, Bambang memastikan pihaknya telah bekerja untuk mencari informasi dan solusi bagi kedua belah pihak terkait kasus ini.

Dia pun berharap agar permasalahan cepat selesai, maka harus ada laporan resmi ke Disnakertrans Kabupaten Sukabumi.

"Kalau secara formal tadi kan jalurnya harus seperti itu ada pengaduan, ada permohonan, tapi di luar itu tetap dilakukan langkah," pungkas Bambang.

(Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Jabar/M Rizal Jalaludin)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.