Mahasiswa Unpad menggugat UU TNI ke Mahkamah Konstitusi karena dinilai cacat formil dan tidak melibatkan partisipasi publik. Pemerintah merespons dengan menyatakan seluruh substansi UU sudah dijelaskan.
— Pemerintah menanggapi upaya sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) yang mengajukan uji formil terhadap UndangUndang (UU) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan ini menyoroti dugaan pelanggaran dalam prosedur pembentukan undangundang, terutama terkait partisipasi publik dan transparansi legislasi.
Mensesneg: “Apa Lagi yang Mau Digugat?”Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi menyebut bahwa gugatan ke MK adalah hak konstitusional setiap warga negara.
Namun, ia mempertanyakan substansi gugatan mahasiswa tersebut terhadap UU TNI, mengingat pemerintah merasa telah menyampaikan penjelasan publik secara menyeluruh.
“Kalau gugatan sebagai sebuah hak yang diperbolehkan, tapi apa lagi yang mau digugat? Semua sudah diberikan penjelasan, pasalpasal atau poinpoin perubahan juga sudah disampaikan ke publik,” ujar Prasetyo di Gedung Nusantara IV, Senayan, Jakarta, Rabu (30/4/2025).
Prasetyo menambahkan bahwa tidak ada substansi yang menonjol dalam UU TNI yang baru itu, namun pemerintah tetap terbuka untuk mempelajari isi gugatan.
Mahasiswa Soroti Minimnya Partisipasi dalam Pembentukan UU TNI UJI FORMIL UU TNI Sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung mengajukan permohonan uji formil terhadap UndangUndang (UU) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (29/4/2025). (Tribunnews/Mario Christian Sumampow)Selasa (29/4/2025) kemarin, lima mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) mengajukan permohonan uji formil terhadap UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI ke MK.
Kelima mahasiswa penggugat adalah Mochammad Rasyid Gumilar, Muhammad Akmal Abdullah, Kartika Eka Pertiwi, Fadhil Wirdiyan Ihsan, dan Riyan Fernando. Mereka mengajukan uji formil karena menilai bahwa proses legislasi tidak memenuhi asas partisipasi publik yang bermakna, seperti yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011.
“Kita melihat banyak pelanggaran terhadap due process of law. Misalnya, UU ini baru diumumkan ke publik 21 hari setelah diundangkan,” ujar Rasyid dalam pernyataannya di Gedung MK, Selasa (29/4/2025).
Selain keterlambatan penyebaran, mahasiswa juga mempermasalahkan penyusunan naskah akademik, pengesahan tanpa proses Prolegnas yang sah, serta kurangnya konsultasi publik.
Isi Gugatan: UU TNI Dinilai Cacat Formil dan Tidak MengikatDalam permohonan ke MK, mahasiswa meminta agar UU TNI dinyatakan tidak sah secara hukum karena tidak memenuhi ketentuan pembentukan undangundang berdasarkan UUD 1945.
“Revisi UU ini dimasukkan ke Prolegnas hanya berdasarkan surat Presiden. Tidak ada mekanisme formal yang ditempuh sesuai aturan,” tambah Rasyid.
Mahasiswa juga menuntut agar keputusan MK nantinya dicantumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia, sebagai bentuk pertanggungjawaban konstitusional.
Sekilas tentang UU TNI yang Baru: Bergejolak Sejak Digodok di DPR TOLAK RUU TNI Demonstran membakar water barier di depan pagar gedung DPR RI saat demonstrasi mendesak pembatalan pengesahan revisi Undangundang (RUU) TNI menjadi undangundang, Kamis (20/3/2024). Demonstran menilai RUU TNI menjauhkan TNI dari semangat profesionalitas sebagai prajurit dan menghidupkan kembali wacana laten dwifungsi ABRI yang sudah dihapus setelah reformasi 1998. TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI merupakan hasil revisi dari UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Revisi ini disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia pada 20 Maret 2025 melalui rapat paripurna ke15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 20242025 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Setelah disahkan oleh DPR, UU TNI 2025 kemudian ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 17 April 2025, sebelum Lebaran Idul Fitri 2025.
Revisi UU TNI ini membawa beberapa perubahan penting, antara lain:
Perpanjangan usia pensiun perwira tinggi hingga 65 tahun. Penambahan tugas TNI dalam menanggulangi ancaman siber. Penguatan koordinasi dengan Kementerian Pertahanan dalam kebijakan dan strategi pertahanan. Perluasan kesempatan prajurit aktif untuk mengisi jabatan sipil di kementerian/lembaga negara.Pemerintah beralasan, revisi UU TNI ini bertujuan untuk menyesuaikan kebutuhan organisasi dan mempertahankan personel berpengalaman dalam menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks.
Sebelum disahkan oleh DPR, UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) sempat mendapat penolakan dari banyak pihak, baik itu kalangan mahasiswa, aktivis hak asasi manusia (HAM), maupun beberapa anggota DPR sendiri. Bahkan, aspirasi penolakan revisi UU TNI tersebut disampaikan dalam unjuk rasa di beberapa kota yang berujung kericuhan.
Beberapa alasan utama yang menjadi pokok penolakan terhadap revisi UU TNI ini, yakni:
Peningkatan kekuasaan TNI dalam sektor sipil Partisipasi publik yang terbatas dalam pembentukan UU Peningkatan usia pensiun perwira TNI Penyusunan yang tidak sesuai dengan Prolegnas Kekhawatiran akan militarisasi politik Kurangnya penjelasan terhadap substansi revisiPenolakan terhadap revisi UU TNI 2025 berasal dari kekhawatiran tentang pengaruh berlebihan TNI dalam ranah sipil, kurangnya transparansi dalam pembuatan UU, dan potensi terhambatnya regenerasi di tubuh TNI. Meskipun demikian, pemerintah dan DPR tetap melanjutkan proses legislasi dengan menyatakan bahwa perubahan ini penting untuk menyesuaikan diri dengan tantangan keamanan yang ada, dan akhirnya UU tersebut disahkan pada Maret 2025.
Apakah Anda mendukung langkah mahasiswa dalam menjaga integritas hukum di Indonesia? Tinggalkan komentar Anda di bawah dan bagikan artikel ini ke media sosial untuk mendukung diskusi publik yang sehat!