Arah Regulasi Industri Hasil Tembakau Dinilai Tidak Berpihak kepada Kepentingan Nasional
Seno Tri Sulistiyono April 30, 2025 08:35 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Arah regulasi industri hasil tembakau (IHT) nasional semakin tidak berpihak pada kepentingan nasional yang menyebabkan penurunan produksi hingga ancaman PHK.

Kondisi ini diduga tidak terlepas dari intervensi asing melalui berbagai kampanye LSM anti-rokok berkedok kesehatan yang didanai oleh lembaga global.

Demikian pandangan ini disampaikan Ketua Umum Komunitas Pecinta Tabacum Nusantara (KPTNI), Eggy BP.

Ia mengungkapkan bahwa produksi rokok telah menurun hampir 10 persen sejak Maret 2025.

Menurutnya, tekanan terhadap IHT tidak hanya berasal dari cukai yang terus meningkat dan tingginya peredaran rokok ilegal, tetapi juga dari kampanye anti-rokok yang didanai pihak asing.

Eggy menyoroti bahwa peningkatan cukai membuat rokok legal semakin mahal, mendorong konsumen beralih ke rokok murah dan ilegal.

Selain itu, tekanan ekonomi makro dan intervensi asing melalui LSM semakin memperburuk situasi.

Penurunan produksi ini berdampak pada lebih dari enam juta pekerja di seluruh rantai IHT, mulai dari petani tembakau hingga pedagang kecil.

Eggy juga menyoroti peran dana asing, seperti Bloomberg, dalam mendukung kampanye anti-tembakau melalui LSM di Indonesia.

Menurutnya, ini bukan sekadar bantuan filantropi, melainkan intervensi nyata yang memengaruhi kebijakan publik.

Ancaman ini, menurut Eggy, bertentangan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat kedaulatan negara. "Kretek adalah kedaulatan bangsa yang hanya ada di negeri ini," ujarnya.

Eggy mengingatkan bahwa IHT bukan sekadar komoditas, tetapi ekosistem yang melibatkan banyak lapisan masyarakat. KPTNI berharap pemerintah memberikan ruang adil bagi pelaku IHT dan masyarakat yang menggantungkan hidup pada sektor ini.

Regulasi yang adil harus mempertimbangkan kepentingan semua pihak, terutama lebih dari enam juta pekerja yang terlibat dalam rantai sektor IHT.

"Dalam rantai IHT ini ada banyak lapisan masyarakat yang terkait, mulai dari petani tembakau hingga pengrajin keranjang tembakau," tutup Eggy.

Sebelumnya Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan, mengkritik PP 28/2024 yang mengadopsi kebijakan asing tanpa mempertimbangkan konteks lokal di Indonesia. Menurutnya, kebijakan ini dapat menghilangkan sejarah budaya lokal kretek di Indonesia.

"Dengan mengadopsi peraturan-peraturan global, sejarah keberadaan budaya lokal kretek terancam hilang dari negara kita," ujar Henry beberapa waktu lalu.

Kajian dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menunjukkan bahwa industri tembakau tengah tertekan dengan beberapa skenario yang digodok oleh Kementerian terkait, seperti larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, hingga larangan pemajangan iklan rokok pada media luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.

Ada juga wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Jika ketiga skenario ini dijalankan, potensi dampaknya adalah 2,3 juta orang kehilangan pekerjaan.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.