Legislator PDIP Nilai Pemberian Gelar Pahlawan Nasional ke Soeharto Lukai Rasa Keadilan Rakyat
Hasanudin Aco May 05, 2025 07:31 PM

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDIP Perjuangan, Abidin Fikri, meminta Kementerian Sosial (Kemensos) untuk mengkaji secara mendalam usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto. 

Abidin menilai pemberian gelar pahlawan bagi Soeharto di tengah belum tuntasnya kasus hukum terkait dugaan korupsi sejumlah yayasan pada era Orde Baru, justru akan melukai rasa keadilan rakyat Indonesia.

“Kasus dugaan korupsi tujuh yayasan yang melibatkan Soeharto, sebagaimana ditetapkan pada tahun 2000, hingga kini belum menemui penyelesaian hukum yang jelas,” kata Abidin Fikri, Senin (5/5/2025).

“Memberikan gelar pahlawan nasional di tengah fakta ini bukan hanya bertentangan dengan prinsip keadilan, tetapi juga dapat mengikis kepercayaan publik terhadap integritas proses penganugerahan gelar,” lanjutnya.

Sebelumnya, Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyatakan nama Soeharto berpeluang mendapat gelar pahlawan nasonal pada tahun 2025.

Peluang ini terbuka setelah MPR mencabut TAP MPR 11/1998 soal korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Menurut Abidin, pemberian gelar pahlawan nasional harus memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Termasuk memiliki rekam jejak yang bersih dari tindakan melawan hukum. 

Selain korupsi, tambah Abidin, masa kepemimpinan Soeharto juga diwarnai dengan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serta praktik kolusi dan nepotisme.

Masalah-masalah tersebut dinilai masih menyisakan luka bagi banyak korban dan keluarganya.

"Mengabaikan fakta sejarah dan ketidaktuntasan kasus hukum Soeharto akan mencederai semangat antikorupsi dan keadilan sosial yang sedang kita perjuangkan bersama,” tegas Abidin.

Oleh karena itu, Abidin meminta usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto agar dikaji ulang secara mendalam. 

“Rakyat Indonesia mengharapkan pahlawan nasional adalah figur yang menjadi teladan moral dan integritas," sambungnya. 

Di sisi lain, Abidin juga mengapresiasi aspirasi masyarakat, termasuk dari berbagai elemen sipil yang menyerukan agar usulan pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto ditinjau ulang.

Ia mendesak Dewan Gelar dan pemerintah untuk mendengarkan suara rakyat serta mempertimbangkan dampak sosial dan historis dari keputusan ini.

Wacana pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto diketahui memunculkan petisi penolakan dari publik.

Petisi tersebut ditandatangani ribuan orang melalui situs change.org.

Terkait hal ini, Mensos menyatakan siap membuka kembali ruang dialog atau partisipasi publik seiring dengan banyaknya penolakan melalui petisi tersebut.

Abidin pun memastikan, Komisi VIII DPR RI akan terus mengawal proses ini dengan penuh tanggung jawab.

Ia juga meminta semua pihak untuk mengedepankan dialog yang berujung pada rasa keadilan masyarakat. 

"Kami mengajak semua pihak untuk menjaga dialog yang konstruktif demi menjaga keutuhan sejarah dan keadilan bagi rakyat Indonesia,” tutur Abidin.

Selain Soeharto, ada 9 nama lainnya yang diusulkan sebagai calon Pahlawan Nasional 2025 menurut Kementerian Sosial, yakni lain Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Soeharto (Jawa Tengah), Bisri Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).

Kemudian ada empat nama baru yang diusulkan tahun ini, yakni Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Midian Sirait (Sumatera Utara), dan Yusuf Hasim (Jawa Timur).

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.