Pendidikan Bermutu melalui Literasi Sejak Dini
GH News May 06, 2025 10:04 AM

TIMESINDONESIA, JOMBANG – Setiap tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) sebagai bentuk penghormatan kepada Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara. Peringatan ini bukan hanya sekadar seremoni, melainkan menjadi momen penting untuk merefleksikan kembali arah dan kualitas pendidikan di negeri ini.

Pendidikan yang bermutu tidak hanya diukur dari angka kelulusan atau prestasi akademik semata. Lebih dari itu, pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu membentuk manusia yang berpikir kritis, kreatif, dan memiliki karakter kuat. Salah satu fondasi penting dalam mewujudkan hal ini adalah literasi.

Literasi bukan sekadar bisa membaca dan menulis. Literasi adalah kemampuan memahami informasi, mengolahnya, dan menggunakannya untuk kehidupan sehari-hari. Literasi meliputi banyak aspek, mulai dari literasi baca-tulis, numerasi, digital, hingga literasi keuangan dan budaya. Ketika seorang anak memiliki kemampuan literasi yang baik, maka ia akan lebih siap menghadapi tantangan dunia yang serba cepat dan kompleks.

Namun, literasi tidak bisa ditanamkan secara instan. Ia harus dibangun sejak usia dini. Masa kanak-kanak adalah masa emas perkembangan otak. Pada masa inilah anak-anak mudah menyerap informasi dan membentuk kebiasaan-kebiasaan dasar. Maka, mengenalkan literasi sejak usia dini adalah investasi jangka panjang dalam menciptakan generasi yang cerdas dan berdaya saing.

Sayangnya, masih banyak anak-anak Indonesia yang belum mendapatkan akses terhadap lingkungan literasi yang baik. Masih banyak anak yang tidak memiliki buku bacaan yang layak di rumah. Masih banyak sekolah dasar yang perpustakaannya kosong atau tidak terawat. Bahkan, tak sedikit orang tua yang belum memahami pentingnya membacakan buku kepada anak-anak mereka.

Untuk itu, perlu sinergi antara berbagai pihak. Pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat harus bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan literasi anak.

Pemerintah harus memastikan ketersediaan buku bacaan anak yang menarik dan sesuai usia, terutama di daerah-daerah terpencil. Sekolah perlu membangun budaya literasi, misalnya dengan menghadirkan pojok baca di setiap kelas dan mengadakan kegiatan membaca bersama secara rutin.

Peran guru juga sangat penting. Guru tidak hanya mengajarkan membaca, tetapi juga harus menjadi teladan dalam kegemaran membaca. Guru yang cinta membaca akan mampu menularkan semangat tersebut kepada siswanya. 

Demikian pula, orang tua harus menjadi pendidik pertama di rumah. Membacakan buku sebelum tidur, mengajak anak berdiskusi tentang cerita, atau sekadar berbagi pengalaman harian bisa menjadi sarana penguatan literasi.

Pendidikan bermutu melalui literasi sejak dini juga harus mengikuti perkembangan zaman. Di era digital seperti sekarang, literasi digital menjadi bagian yang tak terpisahkan. 

Anak-anak perlu dibekali kemampuan untuk memilah informasi yang benar, berpikir kritis terhadap konten digital, serta menggunakan teknologi secara bijak. Literasi digital bukan tentang larangan menggunakan gawai, tetapi tentang bagaimana menggunakan gawai untuk mendukung proses belajar.

Memperingati Hardiknas 2025 seharusnya tidak hanya menjadi kegiatan seremonial semata. Ini adalah saat yang tepat untuk meneguhkan kembali komitmen kita dalam membangun pendidikan yang bermutu. Dan langkah awal yang bisa kita lakukan adalah menanamkan literasi sejak dini.

Pendidikan yang bermutu tidak mungkin lahir dari generasi yang minim literasi. Oleh karena itu, mari kita jadikan literasi sebagai nafas dalam setiap proses pendidikan, mulai dari rumah, sekolah, hingga masyarakat. 

Dengan begitu, kita tidak hanya merayakan Hardiknas, tetapi juga benar-benar mewujudkan cita-cita Ki Hadjar Dewantara yaitu Mencerdaskan Kehidupan Bangsa.

***

*) Oleh : Tanjudan Sukma Winata, M.Pd., Guru SDN Mojotrisno.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

 

 

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.