TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Sejoli berinisial RH (20) dan SAA (24) tak pernah membayangkan kisah cinta mereka akan berujung di kantor polisi, apalagi sampai terlibat dalam tuduhan pembuangan bayi.
Sejak awal, hubungan mereka dipenuhi rintangan. Restu orangtua tak pernah didapat, entah karena perbedaan latar belakang, nilai hidup, atau sekadar ego yang tak bisa disatukan.
Namun cinta seringkali tak tahu batas. Diam-diam, RH dan SAA memutuskan tinggal bersama di sebuah kamar kos sempit di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Di balik pintu yang tertutup, hubungan mereka tumbuh dan melampaui batas norma sosial hingga akhirnya RH dinyatakan hamil.
Namun kehamilan itu bukanlah kabar gembira. Sebaliknya, tekanan psikologis dan ketakutan akan penolakan membuat RH sempat mencoba menggugurkan kandungan.
Namun janin itu bertahan, tumbuh, dan pada awal Mei 2025, bayi laki-laki itu lahir ke dunia.
Sayangnya, kelahiran tersebut bukan disambut kebahagiaan, melainkan ketakutan.
Mereka tak siap menjadi orangtua, malu karena belum menikah, dan takut menerima stigma sosial. Maka, mereka memilih jalan pintas: membuang bayi itu.
Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Pol Nicolas Lilipaly menjelaskan, motif utama keduanya membuang bayi adalah karena hubungan mereka tidak mendapat restu dari kedua orangtua.
"Alasan kedua, mereka malu karena belum menikah tapi sudah punya anak laki-laki," ujar Lilipaly dalam konferensi pers di Mapolres Jakarta Timur, Senin (5/5/2025).
Adapun lokasi pembuangan bayi dipilih di Kelurahan Jatinegara Kaum, Jakarta Timur, karena SAA mengenal daerah tersebut dengan baik.
Ia sering mengunjungi keluarganya di sana dan menganggap lokasi itu cukup sepi untuk melakukan aksinya.
"Kenapa di situ? Karena si laki-laki sudah sering menemui keluarganya di daerah itu, dan dia anggap tempat tersebut sepi," tambah Lilipaly.
Saat ini, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Metro Jakarta Timur masih mendalami keterangan dari kedua tersangka.
Polisi juga menyelidiki kemungkinan adanya faktor tekanan atau motif lain di balik keputusan ekstrem tersebut.
"Intinya karena hubungan mereka tidak direstui kedua belah pihak, lalu mereka malu jika hubungan itu diketahui menghasilkan anak," tegasnya.
Lilipaly juga menyebut bahwa lokasi pembuangan bayi sebenarnya merupakan area tempat tongkrongan muda-mudi, yang berdekatan dengan pemukiman warga.
"Itulah hasil kesepakatan antara mereka berdua. Karena sudah dewasa, akhirnya mereka sepakat membuang atau menaruh bayi di tempat yang menurut mereka tidak terlalu mencolok," pungkasnya. (Wartakota/Miftahul Munir)