TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Zarof Ricar mengaku pernah menerima uang sebesar Rp 50 miliar hasil menjadi makelar kasus perdata sengketa pabrik gula.
Zarof Ricar mengaku uang tersebut merupakan hasil paling besar yang diterimanya selama menjadi makelar kasus di lingkungan Mahkamah Agung (MA).
Pengakuan Zarof Ricar terungkap setelah jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyebutkan sejumlah perkara yang pernah ditangani mantan pejabat MA tersebut.
Jaksa lantas menanyakan, apakah Zarof Ricar menyimpan seluruh uang hasil menjadi makelar kasus tersebut di dua unit brankas di rumahnya.
"Apakah seluruh uang yang Saudara peroleh tadi memang masih tersimpan di dalam brankas?" tanya jaksa kepada Zarof, dalam persidangan.
"Iya," jawab Zarof.
Selanjutnya, jaksa mengatakan, barang bukti yang disita dari hasil penggeledahan rumah Zarof Ricar dicatat menjadi satu dalam daftar barang bukti yang sama untuk terdakwa Lisa Rachmat terkait kasus dugaan suap hakim putusan bebas Gregorius Ronald Tannur.
"Kami ingin memilah mana yang memang berkaitan dan mana yang di lain perkara untuk terdakwa Lisa Rachmat," ucap jaksa.
Saat diminta menyebutkan kasus-kasus beserta uang yang diterima dari masing-masing kasus tersebut, Zarof mengaku lupa.
Adapun satu perkara yang masih diingat Zarof adalah perkara perdata kasus gula yang melibatkan Marubeni Corporation.
Ia mengingat perkara tersebut karena uang yang diterima dari kasus tersebut paling besar di banding perkara lain yang diurusnya.
Zarof mengungkapkan, dia menerima Rp 50 miliar dari hasil menangani perkara tersebut.
"Yang paling besar itu yang, ada apa namanya, perkara yang kemarin disebut itu, Marubeni atau apa itu," ucap Zarof.
"Perkara apa ini?" tanya jaksa.
"Itu gula kalau enggak salah. Kalau enggak salah 2018, 2016 atau 2018 lupa saya," jawabnya.
"Waktu itu kalau enggak salah, saya itu ada menerima yang pertama mungkin sekitar Rp 50 (miliar), benar. Itu untuk dia, katanya dia untuk dimenangkan perkara dia dengan lawannya," kata Zarof menambahkan.
Lebih lanjut, Zarof menjelaskan, dia menerima uang tersebut dari anak buah Marubeni Corporation.
Saat itu, Zarof sudah menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan, Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) Mahkamah Agung.
Meski Kepala Badan tidak memiliki akses terhadap perkara yang tengah ditangani Mahkamah Agung, Zarof meyakini, perkara perdata kasus gula tersebut sudah pasti akan dimenangkan di tingkat kasasi.
Menurut Zarof, hal tersebut dapat dilihat dari jejak putusan kasus tersebut di tingkat Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT).
Selain itu, dia juga mendiskusikan perkara tersebut dengan kolega-kolega di lingkungan Mahkamah Agung.
"Sehingga kemudian Saudara bisa tahu bagaimana perkembangan dan mempelajari berkas perkara, apakah ada pihak yang bisa Saudara mintai bantu untuk data?" tanya jaksa kepada Zarof.
"Iya, saya tanya-tanya itu. Terus saya lihat juga, oh di PN menang, di PT menang. Saya berspekulasi ini pasti menang. Saya tanya ke teman-teman, nah ini ada perkara ini, diskusi-diskusi ya di MA, semua orang saya tanyai," jelas Zarof.
Seperti diketahui, eks Pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar didakwa melakukan pemufakatan jahat dengan menjanjikan uang Rp 5 miliar untuk diberikan kepada majelis hakim yang tangani kasasi perkara Ronald Tannur.
Dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jaksa Penuntut Umum menyebut bahwa Zarof bersama pengacara Ronald, Lisa Rachmat hendak memberikan uang tersebut kepada tiga majelis hakim kasasi yang akan menyidangkan kasus Ronald Tannur.
Akibat perbuatannya itu Zarof pun diancam pidana dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a jo.Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.