Dua Jenis Teknologi ini Bantu Petani di Malang Naikkan Produktivitas Kopi, GIF Beri Penjelasan
Sudarma Adi May 08, 2025 08:30 AM

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Rifki Edgar

TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Produktivitas kopi di daerah Ketindan, Kecamatan Lawang Kabupaten Malang mengalami peningkatan hingga 18 persen sejak menggunakan teknologi Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI) dan program pemberdayaan masyarakat.

Teknologi ini dihasilkan melalui program Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) 3.0 yang digagas oleh GoTo Impact Foundation (GIF).

GIF merupakan organisasi nirlaba yang didirikan oleh Grup GoTo, bersama changemakers, pemangku kepentingan, dan masyarakat, meluncurkan inovasi agribisnis kopi berkelanjutan bertajuk 'Gandrung Tirta'.

Ketua GoTo Impact Foundation Monica Oudang, mengatakan, program ini didirikan untuk mendukung para petani, pemuda, dan ibu rumah tangga di Desa Ketindan.

Utamanya ialah dalam memanfaatkan peluang pasar kopi domestik yang diperkirakan akan terus meningkat.

"Tujuan kami sebenarnya bukan hanya mengejar peningkatan produktivitas kopi semata, namun juga menyelesaikan akar permasalahan dengan menempatkan petani sebagai mitra dan meningkatkan minat generasi muda di bidang perkebunan," ucapnya saat menggelar kegiatan di Kebun Teh Wonosari Malang pada Rabu (7/5/2025).

Monica menambahkan, sebagai produsen kopi terbesar keempat di dunia, Indonesia ternyata masih menghadapi tantangan produktivitas kopi yang rendah dengan menduduki peringkat ke-14 dunia. 

Kondisi serupa terjadi di Desa Ketindan, Malang, di mana tingkat produktivitas 200 petani kopi fine robusta baru mencapai 43 persen.

Hal tersebut menghambat keefektifan aktivitas perkebunan dan pemenuhan permintaan pasar.

Untuk mengatasi tantangan ini, Monica Oudang, menekankan pentingnya membangun keberanian dan kapasitas setiap individu untuk mendorong perubahan positif. 

"Selama lima tahun terakhir, kami belajar bahwa perubahan berkelanjutan membutuhkan keberanian kolektif dan keterlibatan masyarakat,"

"Program Gandrung Tirta merupakan contoh nyata bagaimana teknologi dan gotong royong bisa menjadi kekuatan untuk membangun masa depan yang lebih baik," katanya.

Gandrung Tirta merupakan sinergi dari empat organisasi.

Yang di antaranya meliputi Agroniaga, BIOPS Agrotekno, FAM Rural, dan Rise Social. 

Ada tiga strategi yang diberikan melalui program ini.

Pertama ialah teknologi pertanian dengan menggunakan IoT dan AI untuk memungkinkan petani memantau kondisi tanaman secara real-time.

Serta meningkatkan efisiensi pemupukan, pengendalian hama dan menurunkan risiko gagal panen.

Kedua ialah Pengelolaan Limbah Organik dengan memberdayakan ibu rumah tangga.

Tugas mereka ialah mengolah limbah kulit kopi menjadi produk bernilai tambah, seperti dompet dan bingkai kacamata. 

Selain itu, limbah digunakan kembali untuk pupuk dan produk ramah lingkungan lainnya.

Ketiga adalah Pemberdayaan Lembaga dan Pemuda melalui budidaya kopi berkelanjutan dan kewirausahaan.

Hal tersebut diberikan kepada kelompok tani dan pemuda, guna memperkuat ekosistem agribisnis lokal.

"Melalui strategi ini ditargetkan dapat meningkatkan keterampilan petani dalam praktik Good Agricultural Practices hingga 80 persen,"

"Serta dapat meningkatkan produktivitas kopi sebesar 18 persen dalam tahun pertama dan pendapatan petani juga diproyeksikan meningkat hingga 15 persen," ujar Perwakilan Konsorsium Gandrung Tirta, Nasrullah Aziz.

Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang Avicena Sani Putera berharap adanya program ini dapat meningkatkan kesejahteraan petani kopi di Kabupaten Malang.

Terutama dalam melakukan kolaborasi untuk membuka akses pasar yang lebih luas.

"Kami harapkan nanti akses pasar ini bisa kita kolaborasikan sehingga pelan-pelan kopi yang ada di lokal Malang khususnya ini bisa mendapatkan akses yang lebih baik,"

"Setidak-tidaknya kopi lokal Malang ini bisa menjadi tuan rumah di Malang sendiri," ujarnya.

Dari hasil survey yang telah dilakukan, Avicena menyampaikan kalau kebanyakan kafe di Malang tidak menjual produk kopi lokal Malang.

Kopi yang dijual justru berasal dari sejumlah daerah, seperti kopi Aceh Gayo, kopi Bali Kintamani dan lain sebagainya.

Alasannya pun beragam, salah satunya ialah kesulitan untuk mencari stok kopinya.

"Silakan dilihat sendiri, dari banyaknya kafe di Malang, mungkin hanya 15 persen saja yang masih menyediakan kopi lokal Malang, sisanya kopi luar semua," ungkapnya.

Namun, Pemkab Malang cukup optimis dengan pertumbuhan industri kopi.

Saat ini ada sekitar 18.000 hektar kebun kopi di Malang dengan 15.000 lahan yang masih produktif.

Lahan-lahan tersebut tersebar di sejumlah lereng gunung di wilayah Kabupaten Malang.

Mulai dari kaki gunung Semeru, kaki gunung Kawi, hingga kaki Gunung Arjuno.

"Kami optimis dengan industri kopi ini akan terus meningkat. Apalagi harga kopi sekarang juga sudah naik,"

"Bahkan ekspor kopi di Kabupaten Malang mencapai 45.000 ton per tahun," tandasnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.