Aktivis Senior Ungkap Prabowo Tak Punya Kuasa Lengserkan Gibran, Cuma Jokowi yang Bisa Pengaruhi
Bobby Wiratama May 08, 2025 03:44 PM

TRIBUNNEWS.COM - Aktivis senior sekaligus mantan Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra, Arief Poyuono, menyebutkan bahwa Presiden Prabowo tidak mempunyai kuasa untuk melengserkan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan Wakil Presiden (Wapres).

Sehingga, usulan para Purnawirawan TNI yang menuntut pemakzulan Gibran itu disebut Arief, salah strategi.

"Salahnya Purnawirawan ini meminta pergantian Gibrannya itu kepada Prabowo. Salahnya salah kamar, masuknya ke Prabowo, meminta pelengserannya Gibran," ungkap Arief Poyuono, dikutip TribunnewsBogor.com dari YouTube iNews Tv, Rabu (7/5/2025).

Hal itu, kata Arief, karena Prabowo menjabat sebagai petinggi eksekutif, sedangkan yang bisa memakzulkan Gibran adalah lembaga legislatif.

"Kalau mintanya ke Prabowo, enggak mungkin. Sekuat apa Prabowo? Sekuat apa politik Prabowo di Indonesia untuk melengserkan Gibran? Ya enggak punya kekuatan, orang sama-sama eksekutif, dia bukan MPR," jelas Arief.

Arief lantas menyebut sosok yang dipastikan bisa membuat Gibran mundur dari jabatan wapres.

Sosok yang dimaksud Arief itu adalah ayah kandung Gibran sendiri, yakni Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

Arief menganggap, Jokowi lebih mempunyai kuasa daripada Prabowo atau purnawirawan yang mengusulkan pencopotan Gibran tersebut.

"Katanya melengserkan Gibran ini sudah kepentingan dan keperluan bangsa Indonesia? Ya kalau sudah begini, otomatis saya mau minta tolong ke bapaknya Gibran alias Jokowi, supaya legowo meminta Gibran mau mundur," ucapnya.

Arief berpandangan bahwa Jokowi masih mempunyai kekuatan besar di Indonesia, meski sudah tidak menjabat sebagai presiden.

Menurut Arief, hal tersebutlah yang memungkinkan Jokowi memengaruhi Gibran untuk mundur dari jabatan wapres.

"Kita enggak bisa bohong ya bahwa pak Jokowi itu masih sangat kuat politiknya di Indonesia," ucap Arief.

Oleh karena itu, Arief merasa terheran-heran saat melihat para purnawirawan itu meminta kepada Prabowo agar Gibran dicopot.

Karena menurutnya, Prabowo tak mempunyai kekuatan politik yang mumpuni untuk melengserkan putra sulung Jokowi itu.

Lagipula, lanjut Arief, tidak pernah ada sejarahnya di Indonesia bahwa wapres dimakzulkan, yang ada wapres menggantikan presiden.

"Enggak ada sejarahnya wakil presiden dilengserin di Indonesia, yang ada presiden dilengserin. Ada enggak kita punya wapres dilengserin? Kalau wakil presiden jadi presiden ada sejarahnya, ibu Mega, Pak Habibie," ungkap Arief.

Pengamat Sebut Pengaruh Jokowi Hanya Sebatas Hubungan Ayah dan Anak

Ketika mendengar pernyataan Arief itu, pengamat politik Ray Rangkuti juga turut bersuara.

Dia menekankan bahwa pengaruh Jokowi yang meminta Gibran mundur itu hanya sebatas hubungan ayah dan anak saja.

Ray menegaskan, pengaruh tersebut tidak ada kaitannya dengan politik.

Menyimak ucapan Ray tersebut, Arief juga sepakat.

"Kalau Pak Jokowi ke Gibran itu hubungannya ayah dan anak, ayah meminta anak supaya mundur saja, kan itu enggak ada yang bisa membatasi itu, enggak ada kaitan politik?" imbuh Ray ke Arief.

"Enggak ada, enggak ada, enggak ada kepentingan politik," timpal Arief.

Jika Gibran mundur, Arief mengatakan bahwa putra sulung Jokowi itu masih bisa mencalonkan diri untuk Pilpres mendatang, jadi hal tersebut tidak akan berpengaruh apa-apa.

"Gibran ini masih muda, masih punya kesempatan terus untuk bisa nyalon lagi jadi presiden. Kalau mintanya ke Prabowo enggak mungkin."

"Kata bung Ray kan hubungan bapak dan anak, menasehati 'enggak usah le, kowe mundur wae'," kata Arief.

Sebelumnya, usulan pemakzulan Gibran itu disampaikan purnawirawan TNI saat mereka berkumpul dalam acara Silaturahmi Purnawirawan Prajurit TNI dengan Tokoh Masyarakat di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (17/4/2025).

Jumlah pensiunan yang mendukung pencopotan Gibran dan sudah membubuhkan tanda tangan adalah 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.

Saat para purnawirawan TNI itu berkumpul, mereka menyampaikan delapan tuntutan politik, salah satunya usulan pergantian Gibran itu.

Delapan poin itu diketahui juga telah ditandatangani oleh mantan Panglima ABRI sekaligus eks Wakil Presiden zaman Soeharto, Jenderal Purn. TNI Try Sutrisno; mantan Menteri Agama Fachrul Razi; KSAD periode 1999-2000 Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto; KSAL periode 2005-2007 Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto; KSAU periode 1998-2002 Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.

Alasan mereka mengusulkan pemakzulan Gibran itu karena keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Maka dari itu, mereka sepakat mengusulkan pergantian wapres melalui mekanisme Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Aturan soal Pencopotan Wakil Presiden

Menurut Pasal 7B UUD 1945, usul pemberhentian Presiden dan/atau Wapres dapat diajukan oleh DPR kepada MPR dengan terlebih dahulu meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah: 

  • Melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau
  • Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wapres. 

Proses ini memerlukan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR. 

Setelah MK menyatakan bahwa Presiden dan/atau Wapres terbukti melakukan pelanggaran tersebut, DPR dapat meneruskan usul pemberhentian kepada MPR.

MPR kemudian wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul tersebut paling lambat 30 hari sejak diterima. 

Keputusan MPR harus diambil dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.

(Rifqah) (TribunnewsBogor.com/Khairunnisa)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.