Gudang Penyimpanan Sianida Ilegal Digerebek Bareskrim Polri di Jatim, Libatkan Mafia Tambang Emas
Sri Wahyunik May 08, 2025 03:46 PM

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, SURABAYA - Dua gudang penyimpanan cairan kimia sianida milik perusahaan distributor ilegal di kawasan komplek pergudangan Tandes Surabaya dan Gempol Pasuruan digerebek Anggota Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri. 

Informasinya, sejak digerebek pada April 2025 kemarin, petugas kepolisian berhasil menyita sejumlah 6.101 drum bahan berbahaya kimia berbentuk serbuk jenis Sianida (Sodium Cyanide). 

Nah, sejumlah, 2.581 drum disita dari  Gudang Surabaya, dan 3.520 drum disita dari Gudang Pasuruan. 

Pantauan TribunJatim.com, di gudang kawasan Tandes, Surabaya, bahan kimia sianida tersebut dikemas dalam tiga kemasan berbeda. 

Ada yang masih berbentuk kemasan karung warna putih, lalu ada juga yang dikemas dengan drum berbahan besi, dan ada juga yang telah dikemas dalam drum berbahan plastik. 

Drum dan karung yang menjadi barang bukti itu, menumpuk menggunung di kedua sisi lorong gudang penyimpanan tersebut. 

Ternyata, perusahaan yang mendistribusikan bahan kimia berbahaya tersebut dalam jumlah besar secara ilegal itu, adalah PT. SHC. Akibatnya, direktur utama perusahaan tersebut, berinisial SS warga Surabaya. 

Ternyata, perusahaan tersebut, sudah menjalankan bisnis ilegal tersebut, selama kurun waktu lebih dari setahun, mulai dari 2024 hingga 2024.

Tercatat sudah ada sekitar 3.787 drum dengan berat total sekitar 189,35 Ton bahan kimia sianida yang berhasil diperjualbelikan ke beberapa pihak terutama perusahaan yang bergerak pada penambangan emas. 

Dengan kalkulasi harga satu drum bahan kimia sianida senilai sekitar enam juta rupiah, maka perusahaan tersebut sudah berhasil memperoleh keuntungan kotor sekitar Rp 22,3 juta. 

Menurut Direktur Dittipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol Nunung Syaifuddin perusahaan tersebut memiliki total barang kimia berbahaya itu secara ilegal sebanyak 9.980 drum dengan berat totalnya sekitar 400 ton. 

Artinya, selama ini nilai kalkulasi keuntungan bisnis lancung tersebut, diperoleh pihak perusahaan tersangka, sekitar Rp59 miliar. Seluruh pasokan bahan kimia sianida tersebut diperoleh dari Tiongkok. 

Nunung mengakui, pihaknya tak menampik bakal mengenakan tersangka dalam kasus tersebut dengan persangkaan pasal dari lain, terutama UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sebagai pelapis konstruksi pasal yang mengikuti pasal tindak pidana awal. 

Hanya saja, ia tak menjawab pertanyaan awak media, mengenai ada tidaknya aset barang yang berhasil dimiliki tersangka SS menggunakan keuntungan uang dari bisnis ilegal tersebut. 

"Kita akan pastikan dulu tindak pidana asalnya. Lalu kita akan terapkan UU TPPU. Karena ini juga kita duga sudah berlangsung cukup lama," katanya dalam Konferensi Pers di lokasi gudang yang digerebek, kawasan Tandes, Surabaya, pada Kamis (8/5/2025). 
 
Nah, modus perusahaan tersebut memperoleh pasokan bahan kimia berbahaya itu, dilakukan dengan cara memanipulasi surat perizinan sebuah perusahaan tambang emas yang sudah tidak lagi beroperasi. 

Kemudian, perusahaan pelaku menggati label identitas asal importir berbahasa Mandarin tadi menggunakan tempelan label berlogo berisi tulisan Bahasa Korea, agar menyamarkan bahwa pasokan barang berbahaya tersebut berasal dari Korea. 

Pasalnya, di Indonesia, cuma ada dua perusahaan BUMN PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dan PT. Sarinah, yang memiliki legalitas mendistribusikan bahan kimia berbahaya sianida. 

Dan, kedua perusahaan tersebut, secara resmi dan legal memperoleh pasokan bahan kimia berbahaya sianida itu, dari Negara Korea. 

Tentunya, label dan logo petanda bahwa drum berisi sianida tersebut secara kasat mata akan dianggap sebagai barang asli, tatkala terdapat logo bertuliskan Bahasa Korea. 

Artinya, lanjut Nunung, perusahaan pelaku itu, berusaha mencatut label dan logo segel milik perusahaan yang resmi, untuk ditempelkan secara manual pada drum sianida yang dijual secara pribadi oleh mereka, agar tampak meyakinkan seperti aslinya.

Melalui hitung-hitungan selisih harga kulak pembelian barang bahan sianida dari pihak produsen di Tiongkok, yang relatif lebih murah. 

Apalagi, si perusahaan pelaku menjualnya dengan harga pasaran, seperti tarif harga yang dipatok dua perusahaan resmi tersebut. 

Tak ayal, keuntungan berkali-kali lipat, dapat diperoleh perusahaan pelaku. 

"Dia dapat dari China, tapi label segel dilepas dipasang stiker (tanda dari Korea). Biar menyamarkan kalau barang ini, didapatkan secara curang. Sehingga bisa dijual harga tinggi (sesuai pasaran). Barang ini didapatkan dari China. Harganya lebih murah," katanya. 

Mengenai pihak pembeli barang bahan kimia berbahaya sianida dari perusahaan PT. SHC. Nunung menyebutkan, perusahaan pembeli barang ilegal tersebut kebanyakan kalangan pengusaha tambang emas ilegal yang tersebar di Jatim hingga kawasan provinsi di wilayah Indonesia Timur. 

Bahkan, ia tak menampik, peredaran bahan kimia berbahaya sianida secara ilegal tersebut, berkaitan langsung dengan sindikat dan mafia tambang emas ilegal yang bertebaran di Indonesia. 

"Sangat ada (hubungan mafia tambang ilegal). Khususnya tambang emas," tukasnya. 

Itulah mengapa, Nunung menegaskan, pengembangan atas kasus tersebut bakal terus dilakukan. Dan hasilnya bakal dipublikasikan kepada masyarakat melalui pemberitaan, sebagai bukti transparansi proses penindakan hukum yang dilakukan Bareskrim Mabes Polri. 

Artinya, ia tak menampik, bakal ada tersangka-tersangka baru dalam proses pengembangan kasus tersebut nantinya. Terbaru, sudah ada saksi yang bakal menjadi calon tersangka baru. 

"Jadi, walaupun kita sudah menerapkan 1 tersangka. Akan ada potensi tersangka-tersangka lain, karena saat ini tersangka yang satu lagi masih dalam tahap pemeriksaan," terangnya. 

Bahkan, dalam proses pengembangan kasus tersebut, Nunung menegaskan, penyidik akan menelusuri pihak-pihak yang terlibat membantu perusahaan milik tersangka memperoleh barang kimia tersebut secara ilegal. 

Tak terkecuali juga bakal mengarah pada pihak perusahaan yang membeli pasokan bahan kimia berbahaya sianida yang disediakan oleh perusahaan milik tersangka; PT. SHC. 

"Ini akan kami kembangkan sampai ke tingkat pembeli. Dan pihak-pihak lain yang mendukung atau membantu kegiatan ini. Pihak itu bisa dari mana saja," pungkasnya. 

Sementara itu, Direktur Tertib Niaga Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag RI, Mario Josko mengapresiasi langkah cepat Bareskrim Polri membongkar praktik lancung perdagangan barang kimia berbahaya sianida. 

Bahan kimia sianida merupakan barang berbahaya yang rentan disalahgunakan oleh pihak tak bertanggungjawab. Sehingga, Kementerian Perdagangan mengatur mekanisme distribusian benda berbahaya ini. 

Yakni melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 tahun 2024 tentang perubahan atas peraturan Menteri perdagangan nomor 7 Tahun 2022 tentang pendistribusian dan pengawasan barang berbahaya. 

Manakala barang kimai berbahaya tersebut diperuntukkan untuk diperjualbelikan, maka hanya dapat dilakukan proses impor oleh importir yang terdaftar dalam hal ini adalah BUMN yaitu PT. PPI dan PT Sarinah. 

"Proses pendistribusiannya harus dilakukan oleh distributor terdaftar yang telah ditunjuk oleh importir tersebut. Importir produsen tersebut juga tidak dapat memindahtangankan dan hanya memakai untuk kebutuhan tersendiri," katanya. 

Selain itu, Kemendag juga mengatur penggunaan barang berbahaya terasa, melalui PP Nomor 5 tahun 2021 penyelenggaraan perizinan usaha berbasis resiko. Jadi pendistribusian B2 ini merupakan benda yang termasuk kategori resiko tinggi

"Sehingga pendistribusiannya wajib memiliki perizinan usaha sesuai dengan bidangnya masing-masing," pungkasnya. 

Atas perbuatannya, tersangka SS dijerat menggunakan Pasal 24 Ayat (1) Jo Pasal 106 UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp10 miliar dan atau Pasal 8 Ayat 1 huruf a, e, dan f Jo Pasal 62 Ayat 1 UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak dua miliar rupiah. 

 

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

(Luhur Pambudi/TribunJatimTimur.com)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.