Oleh: KH Husin Naparin Lc MA
Ketua MUI Provinsi Kalsel
BANJARMASINPOST.CO.ID - JUMAT tanggal 2 Mei 2025 pukul 01.00 WIB, secara resmi kloter pertama jemaah haji asal Indonesia berangkat menuju Madinah, Arab Saudi. Lambaian tangan, isak tangis hingga doa penuh harap dari keluarga ikut menambah haru keberangkatan jemaah haji. Momentum ini selalu terulang di setiap tahunnya, baik bagi mereka yang baru pertama berhaji atau entah yang keberapa kalinya.
Haji merupakan salah satu rukun Islam yang harus ditunaikan bagi siapa saja yang mampu. Namun pelaksanaan jangan hanya dalam bentuk seremonial belaka tanpa tahu esensi haji yang sebenarnya. Menukil keterangan Imam Al Gazali bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Pada akhir zaman nanti banyak sekali orang yang menunaikan ibadah haji tanpa sebab. Mereka suka bepergian karena diberi kelebihan rezeki. Mereka melakukan perjalanan haji, padahal tetangganya kelaparan,” (Ihya Ulum al Dien).
Dalam hadits lain diriwayatkan pula: “Hampir waktu kiamat, orang-orang kaya daripada umatku akan melakukan haji karena untuk percutian (melancong seperti ke Hijaz daripada bercuti ke London dan Paris).
Orang-orang golongan pertengahan akan melakukan haji untuk tujuan berniaga, dimana mereka mengangkut barang-barang dagangan kesana dan kesini untuk diperdagangkan. Ulama-ulama akan menunaikan haji untuk ditunjuk-tunjukkan dan mencari kemasyhuran; antara sesama mereka. Orang-orang miskin pula akan menunaikan haji untuk tujuan meminta sedekah,” (Kanzul Ummal)
Dr. Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya Haji, Umrah dan Kurban menggambarkan nukilan semisal yang disebutkan dalam hadis ini adalah orang yang bersenang-senang melakukan perjalanan haji dengan meninggalkan tetangganya dalam keadaan lapar, fakir, dan membutuhkan, sedangkan dia tidak memperdulikannya “Inilah yang terjadi sekarang”.
Jelas! ini adalah sebuah peringatan. Banyaknya umat muslim berhaji bukanlah suatu kesalahan, namun niat masing-masing yang perlu diluruskan. Niat adalah awal melangkah, yaitu melepaskan semua atribut duniawi; dalam status ihram untuk mencapai rida Allah SWT.
Pelaksanaan ibadah haji penuh dengan simbol dan perlambang, itulah dia syiarnya Allah SWT. Setelah seseorang ber status ihram, ia melaksanakan wukuf di Arafah sebagai puncak ibadah haji. Nabi SAW bersabda: Al Hajju Arafah, artinya: haji adalah wukuf di Arafah. Apa maksud wukuf? Wukuf artinya berhenti untuk berdiam diri.
Untuk apa? Dimaksudkan untuk khaliq pencipta dan mengenal diri sendiri. Dengan itu diharapkan ia mampu mengetahui bagaimana posisinya di hadapan Allah SWT; yang ternyata dirinya tidak lebih dari hamba Allah SWT (Abdullah) semata; bukan hamba materi, pangkat/jabatan, dan bukan hamba apapun. Dirinya sama dengan manusia lainnya; sama-sama hamba Allah SWT. dan bukan hamba apapun atau siapapun.
Inilah sebenarnya esensi haji yang tidak boleh hilang. Namun demikian sebenarnya bisnis dalam berhaji juga tidaklah terlarang. Allah SWT berfirman: “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh; supaya mereka menyaksikan berbagai manfa`at bagi mereka…”(QS. Al Hajj 27-28).
Maksud menyaksikan berbagai manfaat dunia (dari sisi ekonomi/bisnis) dan akhirat (Ibnu Katsir, Mukhtasar, 1 hal 260). Allah SWT berfirman pula: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah berzikirlah kepada Allah di Masyaril Haram…” (QS. Al Baqarah 198)
Prof. Drs. H. Kustan Basri, mantan Rektor Unlam, pernah berkata: “Jangan memandang pelaksanaan ibadah haji hanya dari segi unsur ekonomi, tetapi jangan lupa dalam berhaji terdapat adanya unsur bisnis (ekonomi) yang banyak sekali”.
Unsur bisnis/ekonomi yang beliau katakan ini banyak dimanfaatkan oleh orang-orang nonmuslim, karenanya umat Islam juga tidak boleh melupakannya, tetapi jangan sampai hajinya tenggelam ke dalam bisnis. Selamat menunaikan ibadah haji, semoga haji mabrur, semakin berkualitas hablun minallah dan hamblun minannas-nya. (*)