Jet Tempur Murah Jatuhkan Jet Mahal, Segini Perbandingan Harga Chengdu J-10C China & Rafale Prancis
TRIBUNNEWS.COM- Jatuhnya jet tempur Rafale Prancis yang dipakai tentara India saat berduel melawan Chengdu J-10C buata China yang diawaki militer Pakistan membuat publik militer dunia bertanya-tanya berapa harga masing-masing jet tempur.
Penembakan jatuh Rafale oleh jet tempur J-10C dinilai sebagai peristiwa luar biasa mengingat selisih harga atau mahar uang tebusan antara kedua jet tempur tersebut yang ternyata bedanya hampir empat kali lipat.
Angkatan Darat India telah melakukan elektrifikasi Rafale F3R sejak tahun 2020. Mereka menandatangani kontrak pembelian 36 unit senilai $8,8 miliar pada tahun 2016.
Harga Jet tempur Rafale senilai $244 juta (sekitar Rp 4 triiun) per unit, termasuk persenjataan, pelatihan, perawatan, dan suku cadang.
Di sisi lain, J-10C milik militer Pakistan menandatangani kontrak senilai $1,525 miliar untuk 20 unit menurut media militer setempat.
Biayanya 76,25 juta dolar (Rp 1,25 Triliun) per unit, termasuk mesin dan rudal cadangan. Sehingga bedanya Rafale F3R milik militer India 3,2 kali lebih mahal daripada J-10C.
Seperti diketahui, Pesawat tempur India Rafael dilaporkan hilang setelah berduel dengan pesawat Pakistan buatan China Chengdu J-10C.
Peristiwa tersebut mendongkrak minat terhadap perusahaan produses J-10C yang dipakai Pakistan tumbuh dan mengatasi kesenjangan harga tiga kali lipat per unit dan memilih F-15K daripada Rafale.
Harga saham produsen Cina Chengdu Aircraft Industries melonjak karena berita bahwa pesawat tempur buatan Cina J-10C yang dioperasikan oleh militer Pakistan menembak jatuh pesawat tempur Prancis Rafale milik militer India.
Menurut InvestingCom pada tanggal 9, harga saham Chengdu Aircraft Industries pernah mencapai 88,88 yuan di pasar saham Tiongkok daratan.
Harga saham naik 50 persen dalam tiga hari dari harga penutupan 59,23 yuan pada tanggal 6.
Chengdu Aircraft Industries kembali memperoleh keuntungan pada tanggal 9 karena penjualan yang mengambil untung, ditutup pada harga 79,88 yuan. Harga ini juga naik 35 persen dari harga penutupan pada tanggal 6.
Meningkatnya industri pesawat terbang Chengdu disebabkan oleh konflik India-Pakistan.
Sebelumnya pada tanggal 7, juru bicara militer Pakistan Ahmed Sharif mengklaim bahwa pasukan Pakistan menembak jatuh jet tempur Rafale yang dioperasikan oleh pasukan India dalam serangkaian pertempuran kecil setelah serangan Kashmir.
Dikatakan bahwa Pakistan telah menembak jatuh lima jet tempur India, tiga di antaranya adalah Rafale buatan Prancis.
Klaim J10 C menjatuhkan Rafale pada awalnya dianggap lelucon. Namun baru-baru ini diakui oleh Amerika Serikat.
Mengutip pejabat pemerintah AS yang tidak disebutkan namanya, Reuters melaporkan pada tanggal 10 bahwa Pakistan menembak jatuh lebih dari dua jet tempur militer India dalam perang udara menggunakan J-10C, setidaknya satu di antaranya adalah jet tempur Rafale Prancis.
J-10C milik militer Pakistan merupakan penyempurnaan terbaru dari J-10. J-10 merupakan pesawat tempur ringan bermesin tunggal yang dikembangkan oleh Chengdu Aircraft Industry Group Tiongkok, yang dijuluki naga ganas (Menglong).
Setelah menyelesaikan penerbangan perdananya pada tahun 1998, pesawat ini dikerahkan ke Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok sejak tahun 2003. J-10C berhasil dalam elektrifikasi pada tahun 2018, dan diekspor ke Pakistan pada tahun 2022.
Penembakan jatuh J-10C Rafale dinilai sebagai peristiwa luar biasa mengingat selisih harga atau mahar uang tebusan antara kedua jet tempur tersebut lebih dari tiga kali lipat.
Rafale, yang berarti hembusan angin dalam bahasa Prancis, adalah pesawat tempur berukuran sedang bermesin ganda yang diproduksi oleh Daso, Prancis. Pesawat ini pertama kali diperkenalkan oleh Angkatan Laut Prancis pada tahun 2001 dan Rafale F3R, yang dioperasikan oleh Angkatan Udara India, adalah model terbaru yang digunakan pasukan Prancis dalam operasi tempur pada tahun 2019.
Angkatan Darat India telah melakukan elektrifikasi Rafale F3R sejak tahun 2020.
Mereka menandatangani kontrak pembelian 36 unit senilai $8,8 miliar pada tahun 2016. Harganya $244 juta (sekitar Rp 4 triiun) per unit, termasuk persenjataan, pelatihan, perawatan, dan suku cadang.
Di sisi lain, J-10C milik militer Pakistan menandatangani kontrak senilai $1,525 miliar untuk 20 unit menurut media militer setempat. Biayanya 76,25 juta dolar (Rp 1 Triliun) per unit, termasuk mesin dan rudal cadangan. Rafale F3R milik militer India 3,2 kali lebih mahal daripada J-10C.
Rafale tersingkir pada tahun 2002 setelah bersaing dengan Boeing F-15K AS di putaran pertama proyek FX militer Korea Selatan. Saat itu, dua gadis sekolah menengah tewas tertabrak kendaraan lapis baja militer AS, menyebarkan sentimen anti-Amerika di seluruh negeri, dan ada suara-suara yang menyerukan diperkenalkannya Rafale.
Saham Chengdu Aircraft Corporation (CAC), perusahaan kedirgantaraan Tiongkok di balik jet tempur J-10, melonjak 20% pada 12 Mei 2025, di tengah laporan tentang jet Rafale yang jatuh selama bentrokan udara India-Pakistan baru-baru ini.
Hal ini menandai peningkatan signifikan dalam kepercayaan investor terhadap CAC, dengan sahamnya mencapai CNY 95,86, peningkatan 60ri minggu sebelumnya.
Kenaikan ini menyusul laporan yang mengonfirmasi bahwa Angkatan Udara India kehilangan beberapa pesawat, termasuk jet Rafale, dalam konfrontasi militer yang sedang berlangsung antara India dan Pakistan.
Investor bereaksi terhadap persepsi yang berkembang tentang kemampuan pertahanan CAC, terutama di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan tersebut.
Sebaliknya, saham raksasa kedirgantaraan Prancis Dassault Aviation, produsen Rafale, anjlok. Pada 9 Mei 2025, saham Dassault ditutup pada EUR 314,6, turun dari EUR 325,8 pada 5 Mei, yang menandai penurunan sekitar 3,44%. Penurunan ini menyusul pengakuan Angkatan Udara India atas kerugian, termasuk jet Rafale, selama bentrokan tersebut.
Meningkatnya pengawasan terhadap kinerja perangkat keras militer, khususnya kerentanan Rafale dalam pertempuran, memengaruhi kinerja saham di sektor pertahanan.
Analis dan investor mencermati perkembangan ini dengan saksama untuk menilai dampak jangka panjang pada saham kedirgantaraan dan dinamika keamanan regional.
Ketika situasi terus berkembang, kenaikan nilai saham CAC menyoroti pergeseran sentimen investor terhadap produsen pertahanan China, sementara Dassault Aviation menghadapi tekanan menyusul kerugian baru-baru ini.
SUMBER: MAEIL BUSINESS NEWSPAPER, PAKISTAN TODAY