Kata Menkes Budi Gunadi Sadikin Soal Pembentukan Kolegium Kesehatan: Keterlibatan Saya 'Zero'
willy Widianto May 13, 2025 06:38 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belakangan muncul isu panas soal dunia kedokteran di Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin digugat sejumlah dokter di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Gugatan tersebut berkaitan dengan proses pembentukan kolegium kesehatan Indonesia yang dianggap merugikan para dokter. Sebagian ada yang beranggapan jika pembentukan kolegium yang terdiri dari para dokter yang 'manut' dengan Kementerian Kesehatan. Terkait hal ini, Budi beri tanggapan.

“Ketua kolegium itu (dulu) dipilih dan ditentukan sendiri oleh segrup elit di kolegium itu. Sekarang yang kejadian adalah kolegium kan pemegang ilmu,” ujarnya dalam video yang diunggah di Instagram Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Selasa (11/5/2025).

Menteri Kesehatan kata Budi tidak terlibat dalam pembentukan kolegium tersebut. “Loh yang milih bertiga itu Menkes terlibat nggak? Zero. Tiga nama terbaiknya dipilih oleh seluruh anggota kolegiumnya,” tegasnya.

Lebih lanjut, Budi mengungkapkan jika perubahan kolegium yang kini masuk di dalam undang-undang justru berawal dari masukan salah satu pihak yang kini menggugatnya.  "Saya ketemu dengan banyak guru besar. Guru besar yang membuka pikiran saya untuk mengangkat kolegium(yang tadinya) dasar hukumnya dari anggaran dasar organisasi profesi loncat tinggi ke undang-undang adalah seorang profesor dari Surabaya yang sekarang menggugat saya di Mahkamah Konstitusi (MK)," paparnya.

Budi pun merasa pertentangan ini muncul karena ada perubahan yang ia lakukan. Dan perubahan ini ternyata tidak disukai oleh banyak pihak.

"Sudah saya lihat kenapa. Oh ternyata ada perubahan kedua yang saya lakukan, yang tidak berkenan kebanyak orang. Which is tidak apa-apa," ujarnya.

Perubahan tersebut adalah kolegium independen dari sisi ilmu. "Tapi kalau dia akan mengatur siapa, boleh melakukan apa, itu ada konflik interest-nya dengan orang-orang yang duduk di kolegium. Itu harusnya dia ada yang jaga, tidak boleh dia diberikan momen seluruhnya," kata Budi lagi.

Ia pun memberikan contoh. Dahulu, dokter spesialis bedah boleh melakukan tindakan kraniotomi evakuasi hematoma. Kraniotomi evakuasi hematoma adalah prosedur bedah yang dilakukan untuk mengangkat bekuan darah (hematoma) dari dalam otak.

Namun kini, tindakan ini hanya diperbolehkan oleh spesialis bedah saraf.​ "Akibatnya 300. 000 orang meninggal karena stroke (dalam) setahun. Spesialis bedah di 514 kabupaten mungkin cuma ada 40 cuma 50.  Tiba-tiba sekarang nggak boleh spesialis bedah melakukan itu," paparnya.

"Kenapa bisa begini, karena dulu nggak diajarin. Loh kenapa dulu bisa sekarang nggak bisa? Oh sudah diubah oleh kolegium ilmunya, yang boleh melakukan hanya bedah saraf," sambungnya.

Dirinya berharap prosedur ini bisa dilakukan kembali oleh dokter bedah.​ Begitu juga dengan penyakit lainnya seperti hemodialisis.

"Hemodialisa sekarang boleh tuh hanya spesialis penyakit dalam subspesialis Ginjal dan Hipertensi (KGH). Itu cuma ada berapa puluh? Kenapa sih spesialis penyakit dalam diturunkan ilmunya. Kalau menurut saya, diajarin dong boleh. Mau turunkan ilmunya ke bawah, supaya makin banyak yang bisa," lanjut Budi.

Menurut Budi, hal ini bisa berdampak kepada layanan kesehatan masyarakat.  "Jangan kemudian disedikitkan yang bisa, hanya di atas-atas saja. Kasihan dong masyarakat di bawah. Jadi konsen saya adalah menurunkan ilmu-ilmu yang dibutuhkan oleh masyarakat bawah, sebawah-bawahnya," tutup Budi.

DIketahui, para dokter ahli bergelar profesor doktor bersikap tegas atas SK Menteri Kesehatan yang mengatur tentang kolegium kesehatan. Para dokter ahli itu pun menggugat Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Mereka menilai Menkes terlalu jauh intervensi pada keberadaan kolegium kesehatan. Padahal kolegium kesehatan yang terdiri dari 38 kolegium sesuai keahliannya, merupakan kolegium yang independen bebas dari intervensi pemerintah.

"Ini seharusnya lembaga ilmiah yang bebas dari kepentingan. Jadi jangan sampai lembaga ilmiah ini jadi alat politik penguasa. Kita tidak mau itu," kata Prof OC Kaligis, kuasa hukum para dokter ahli yang menggugat.

Karena adanya intervensi Menteri Kesehatan terhadap Kolegium, lanjut OC Kaligis, maka perlawanan Kolegium Kesehatan Mandiri harus dilakukan pada Kolegium Kesehatan bentukan Pemerintah.

Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) didasari pada independensi kolegium, pasal 28 E Ayat 3 UUD 1945. Lantas pasal 1 Angka 1 Permenkumham No.3 Tahun 2016, Pasal 1 Angka 26 UU tentang Kesehatan dan  Pasal 1653 KUHPerdata.

Sejak dibentuk pada tahun 1978, Muktamar Ahli Bedah Indonesia (MABI) di Medan, nama tersebut berganti nama menjadi Kolegium.

Dengan demikian Kolegium digagas dan  dilahirkan serta dikembangkan oleh para ahli ilmu kedokteran sebagai lembaga ilmiah, sehingga Kolegium bukan bentukan Pemerintah. Di saat itu kolegium mempunyai adagium “Kesehatan Harus Pro Rakyat” dan seharusnya Kesehatan selalu Pro Rakyat.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.