3 Pihak Nilai Mahasiswi ITB yang Unggah Meme Prabowo Jokowi Harus Dibebaskan, Kasusnya Dihentikan
GH News May 14, 2025 10:05 AM

Sejumlah pihak menyoroti penangguhan penahanan SSS, mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) yang mengunggah meme Presiden RI ke7 Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden RI Prabowo Subianto.

Adapun Bareskrim Mabes Polri memutuskan penangguhan penahanan terhadap SSS, Minggu (11/5/2025).

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, pemberian penangguhan penahanan itu dilakukan setelah adanya kewenangan dari penyidik Bareskrim Polri.

"Bahwa pada hari ini, rekanrekan sebagai perkembangannya, hari Minggu 11 Mei 2025 penyidik berdasarkan kewenangan telah memberikan atau melakukan penangguhan penahanan terhadap tersangka," kata Trunoyudo saat jumpa pers di Bareskrim Mabes Polri, Minggu malam.

Adapun kata Truno, penangguhan penahanan ini juga diberikan oleh penyidik mendasari pada permohonan dari tersangka.

Selain itu, permintaan maaf SSS juga menjadi salah satu pertimbangan penyidik melakukan penangguhan penahanan.

Atas tindakan mengunggah meme Prabowo dan Jokowi, SSS diduga melanggar Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) dan/atau Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 UndangUndang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak Bareskrim Polri untuk menghentikan kasus mahasiswi ITB yang membuat meme Prabowo Jokowi.

Ketua YLBHI Muhammad Isnur mengatakan, penghentian kasus tersebut lebih baik daripada dilakukan penangguhan penahanan.

"Maka kita mendesak sebenarnya hentikan segera, bikin SP3, dibanding alihalih hanya penangguhan penahanan," kata Isnur saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (13/5/2025).

Isnur menjelaskan seharusnya tidak boleh ada pemidanaan terhadap mahasiswi berinisial SSS tersebut.

Sebab, menurutnya, tindakan yang dilakukan mahasiswi tersebut tidak dalam konteks melakukan penyebaran kesusilaan.

Hal tersebut sebagaimana penggunaan pasal kesusilaan di dalam UU ITE yang harus memenuhi syaratsyarat secara lengkap.

"Misalnya unsur hubungan seksual, ketelanjangan, dan menunjukkan alat kelamin, itu tafsir yang harus lengkap secara kumulatif ya," jelasnya.

"Jadi kalau ciuman itu bukan melanggar kesusilaan," tambah Isnur.

Dalam konteks kritik, ia menuturkan gambar berciuman antara kepala negara sangat banyak dilakukan oleh aktivis di berbagai belahan dunia.

Hal itu sudah menjadi pola kritik yang banyak digunakan.

"Dan anak ini kalau dilihat konteksnya, dia dalam konteks mengkritik pemerintah dan khawatir dengan AI (artificial intellegence) yang jika tidak diatur bisa digunakan untuk berbagai hal," jelas Isnur.

Tak hanya itu, ia mengatakan banyakna masalah dalam UU ITE dan sejak lama menjadi alat kriminalisasi.

"UU ITE ini banyak masalah. Sejak lama menjadi alat kriminalisasi," tuturnya.

Isnur kemudian menyebutkan sejumlah kasus yang pernah terjadi terkait UU ITE, seperti kasus Fatiah MauldiyantiHaris Azhar, Daniel Tangkilisan, Baiq Nuril, dan Prita Mulyasari.

Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi (MK) lantas menegaskan batasbatas penggunaan pasal UU ITE.

"Terakhir mengingatkan bahwa di konteks penghinaan ya, pejabat atau kemudian pemerintah, profesi, korporasi, tidak bisa menggunakan pasal ini," jelas Isnur.

Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan, menyebut langkah penangguhan penahanan seperti melakukan sandera terhadap SSS.

"Artinya untuk tidak lagi kritis terhadap rezim penguasa," ucap Halili saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (13/5/2025)..

Menurut Halili, mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB itu harusnya dibebaskan dari kasus ini. 

Sebab, tindakan yang disangkakan bukan tergolong tindak pidana.

Selain itu, Halili menilai penangguhan penahanan yang dilakukan pihak kepolisian merupakan langkah politis.

Menurutnya, alihalih membebaskan mahasiswi berinisial SSS itu, langkah penangguhan penahanan malah membuka ruang bagi yang bersangkutan untuk kembali ditahan. 

"Pada konteks kasus penahanan mahasiswi tersebut sebenarnya lebih sebagai langkah politis dibandingkan yuridis," kata Halili, 

Kata Halili, mahasiswi itu harusnya dibebaskan dari kasus ini, sebab, tindakan yang disangkakan bukan tergolong tindak pidana.

Terkait hal ini, Halili mengingatkan kembali Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 105/PUUXXII/2024 yang menyatakan Pasal 27A UU ITE atau pasal yang disangkakan terhadap mahasiswi tersebut tidak berlaku bagi sejumlah pihak. 

Di antaranya, lembaga pemerintahan, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan.

"Maka langkah hukum yang diambil Bareskrim Polri mestinya mengeluarkan SP3 atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan," jelasnya.

"Kalau hanya penangguhan, maka sebenarnya hal itu membuka ruang bagi yang bersangkutan ditahan lagi," imbuhnya.

Amnesty Internasional Indonesia mendesak penyidikan terhadap mahasiswi ITB pembuat meme PrabowoJokowi dihentikan.

"Penangguhan penahanan tersebut haruslah diikuti oleh proses SP3 kasus mahasiswi tersebut karena apa yang dilakukannya bukanlah suatu bentuk tindak pidana dalam perspektif hak asasi manusia," kata Juru Bicara Amnesty Internasional Indonesia, Haeril, saat dihubungi Senin (12/5/2025).

Ditegaskan Haeril, Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) juga penting dilakukan setelah adanya keterangan dari Istana yang menyatakan bahwa Presiden bukan pihak pelapor dalam kasus tersebut. 

"Ini menimbulkan pertanyaan publik. Istana sudah menegaskan bukan sebagai pihak pelapor. Lalu, atas dasar apa polisi melakukan penangkapan dan proses hukum terhadap mahasiswi tersebut? Bareskrim harus membebaskan mahasiswi tersebut tanpa syarat," tegasnya.

Selanjutnya, tindakan pembinaan tersebut mengesankan kampus tidak memiliki kemerdekaan untuk berfikir dan berekspresi. 

"Istilah pembinaan itu istilah yang feodalistik yang berlaku dalam rezim otoriter untuk membangun politik kepatuhan masyarakat dan juga kampus," terangnya.

Sehingga, kata Haeril, kampus kehilangan nalar dan daya kritis. Sikap kampus yang seperti itu terkesan membenarkan pemberangusan suarasuara kritis.

"Harusnya mahasiswi ITB tersebut dibebaskan tanpa syarat," tandasnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.