TRIBUNNEWS.COM - Wisatawan ke Jepang mengeluhkan kurangnya tempat sampah di tempat umum, termasuk di stasiun kereta di Jepang.
Kondisi tersebut membuat mereka merasa tidak nyaman dan menjadi perhatian serius selama perjalanan wisata mereka ke Jepang.
Informasi ini didapat dari temuan hasil survei yang dilakukan Pemerintah Jepang, baru-baru ini.
Foto yang diambil pada bulan Februari 2018 menunjukkan tempat sampah yang meluap di Tokyo. (Kyodo) ==Kyodo
Menurut Badan Pariwisata Jepang, keluhan ini disampaikan oleh 21,9 persen dari lebih dari 4.000 wisatawan asing ke Jepang yang mereka survei di lima bandara utama di Jepang.
Soal ketersediaan bak sampah ini menjadi perhatian utama mereka.
Survei tersebut diajukan kepada para responden sebelum mereka meninggalkan Jepang melalui Bandara New Chitose, Bandara Narita, Bandara Haneda, Kansai, dan Bandara Fukuoka selama bulan Desember 2024 hingga Januari 2025.
Meskipun angka tersebut meningkat sekitar 8 poin persentase dari tahun sebelumnya, banyak responden mengatakan bahwa setelah gagal membuang sampah, mereka harus membawanya kembali ke akomodasi mereka.
Jepang di masa lalu menyediakan lebih banyak tempat sampah di tempat-tempat umum.
Namun beberapa tahun ini banyak tempat sampah yang ditarik karena pertimbangan keselamatan publik setelah serangan teror di negara tersebut.
Misalnya, serangan gas sarin kereta bawah tanah Tokyo tahun 1995, dan di luar negeri, termasuk pengeboman kereta Madrid tahun 2004, menurut para ahli.
Dengan hilangnya sebagian besar tempat sampah di tempat umum, kebiasaan membuang sampah sembarangan di tempat wisata telah menjadi masalah publik yang serius di Jepang.
Yohei Takemura, CEO Forcetec Inc., yang memasang tempat sampah bertenaga surya yang dapat memadatkan sampah di tempat umum, mengatakan destinasi wisata populer seperti New York dan Paris masing-masing memiliki sekitar 30.000 tempat sampah umum.
Sementara tempat sampah yang dipasang dan dirawat oleh sektor publik telah menghilang di Tokyo, ada tempat sampah yang dipasang dan dirawat oleh sektor swasta, kata Takemura.
Pada ketidaknyamanan lainnya, 15,2 persen melaporkan masalah komunikasi, seperti ketidakmampuan staf di restoran dan fasilitas lain untuk berbicara bahasa Inggris, sementara 13,1 persen menunjuk pada kepadatan di tempat-tempat seperti tempat wisata.
Para wisatawan asing juga mengeluhkan prosedur imigrasi dan waktu tunggu yang lama di bandara dalam survei ini.
Sumber: Kyodo