Guru Honorer di Sleman Jadi Korban Mafia Tanah, Begini Respon Bupati Harda Kiswaya
GH News May 14, 2025 08:05 PM

TIMESINDONESIA, SLEMAN – Kasus dugaan mafia tanah kembali mencuat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kali ini, terjadi di Kabupaten Sleman. Pasangan suami istri, Hedi Ludiman (49) dan Evi Fatimah (38), warga Pedukuhan Paten, Kalurahan Tridadi. Hedi, yang berprofesi sebagai guru honorer di SMK swasta, mengadu langsung ke Bupati Sleman, Harda Kiswaya, untuk meminta perlindungan hukum dan pendampingan.

“Kami sangat berharap bantuan dari pemerintah daerah. Saya dan istri sudah belasan tahun berjuang agar sertifikat tanah kami kembali. Kami merasa dijebak dan dirampas hak kami oleh mafia tanah,” ujar Hedi di Kantor Bupati Sleman, Rabu (14/5/2025).

Hedi menceritakan, masalah ini bermula pada tahun 2011, ketika dua orang tak dikenal yang mengaku ibu dan anak, berinisial SH dan SJ, datang mengontrak rumah milik Evi seluas 1.475 meter persegi. Rumah tersebut berada di kawasan strategis Tridadi, Kapanewon Sleman.

Dalam prosesnya, mereka bersepakat mengontrak rumah senilai total Rp 25 juta lima tahun. Namun, SH dan SJ kemudian meminta sertifikat asli rumah sebagai “jaminan kepercayaan” karena mereka akan membayar lunas di awal. Tanpa rasa curiga, Evi menyerahkannya, karena SH tampak seperti ibu-ibu berusia lanjut yang menurutnya tidak mencurigakan.

Tak hanya itu, Evi juga diajak ke kantor notaris di Kalasan. Di sana, ia diminta menandatangani dokumen yang disebut sebagai “perjanjian kontrak”. Anehnya, ia tidak diizinkan membaca dokumen tersebut dan tidak diberi salinan.

“Seperti digendam. Saya disuruh tanda tangan, tidak tahu isi sebenarnya. Katanya itu cuma kontrak rumah,” kata Evi.

Bencana datang setahun kemudian, Mei 2012. Tiba-tiba pihak bank mendatangi rumah dan menyampaikan bahwa rumah tersebut telah dijadikan jaminan pinjaman sebesar Rp 300 juta. Terlebih parah, sertifikat telah dalam proses balik nama tanpa sepengetahuan dan persetujuan Evi sebagai pemilik sah.

“Saat itu saya kaget dan tidak percaya. Rumah kami digadaikan tanpa sepengetahuan kami. Kreditnya macet, dan kami ditagih,” ujar Hedi.

Menanggapi aduan Hedi dan Evi, Bupati Sleman Harda Kiswaya menyatakan keprihatinannya dan berjanji akan mendampingi korban secara hukum.

“Pemkab Sleman akan ikut mengurai kasus ini. Kami akan mendampingi sampai mereka mendapatkan kembali hak atas tanahnya. Ini menjadi pelajaran penting bagi semua masyarakat,” kata Bupati.

Menurutnya, langkah pertama adalah melakukan klarifikasi ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sleman. Tujuannya, menelusuri bagaimana sertifikat tersebut bisa berpindah nama padahal sebelumnya sudah diblokir.

“BPN adalah pihak yang punya peran penting mengurai kasus ini. Kita akan cari siapa yang bermain, dan harus dimintai pertanggungjawaban,” tegasnya.

Bupati Harda juga mengingatkan masyarakat agar selalu waspada ketika berurusan dengan dokumen hukum, termasuk perjanjian sewa-menyewa.

“Jangan mudah percaya. Baca dulu, pelajari isi dokumen sebelum tanda tangan. Jangan sampai mengalami kejadian serupa,” pesannya.

Kini, setelah mendapat dukungan dari Pemkab, Hedi dan Evi berencana melanjutkan perjuangan ke DPRD Sleman dan BPN Sleman. Mereka berharap kasus ini menjadi yang terakhir di Sleman.

“Kami tidak akan menyerah. Ini bukan hanya tentang tanah, tapi keadilan,” terang Hedi. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.