TRIBUNNEWS.COM - "Jalan berliku" harus dilewati Nera Nur Puspita (16) untuk pergi ke sekolah.
Ia adalah siswi SMAN 1 Saguling, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat.
Gadis itu tinggal di Kampung Cipeundeuy, Desa Jati, Kecamatan Saguling, Kabupaten Bandung Barat.
Setiap hari ia harus menempuh perjalanan yang cukup ekstrem, bahkan berbahaya.
Nera berjalan kaki ke sekolah, menyusuri jalan setapak perbukitan, hingga menyeberangi Waduk Saguling menggunakan rakit.
Perjalanan ekstrem itu sudah ia lakukan sejak duduk di bangku SMP.
"Dari awal masuk SMP. SMP kan di situ juga, jadi sudah 4 tahun sampai sekarang. Tiap hari naik rakit," kata ibunda Nera, Ida Trisnawati (34), saat ditemui TribunJabar.id, Rabu (14/5/2025).
Nera terpaksa menempuh jalan tersebut demi memotong jarak dari rumah ke sekolahnya.
Pasalnya, jalan utama menuju sekolah dinilai jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki.
Agar tak terlambat tiba di sekolah, Nera harus berangkat dari rumah sejak pukul 05.00 WIB.
"Ada akses (jalan) lain, kalau naik motor setengah jam, kalau dari sini (motong) sekitar 20 menit juga sampai, tapi kan saya tidak ada kendaraan," ungkap Ida.
Sebagai ibu, Ida mengaku tak dapat berbuat banyak meski kerap diselimuti rasa was-was, khususnya ketika Nera terlambat pulang ke rumah.
Biasanya putrinya itu kembali ke rumah dengan rute yang sama sekitar pukul 15.00 WIB.
"Kalau pulang (sekolah) kadang nge-WA juga, ini tidak ada yang nyebrangin udah satu jam teteh (Nera) udah nungguin, saya langsung ke sana (tempat naik rakit) nyusulin," tandasnya.
Ia pun berharap semangat anaknya bersekolah tak pernah padam meski di tengah keterbatasan.
Apalagi, Ida berjuang sendiri untuk menghidupi tiga anaknya.
"Pernah mau putus sekolah, ngomongnya ya karena dia capek. Tapi saya semangati terus untuk masa depan," katanya.
Sementara itu, di balik perjalanan Nera yang berliku, ada sosok pria lanjut usia (lansia) yang berjasa.
Adalah Padalang Anung Asmara Wijaya (78) yang menjadi saksi perjalanan Nera setiap hari.
Ia kerap membantu menyeberangkan Nera menggunakan rakit menyusuri Waduk Saguling.
Meski usianya tak muda lagi, Padalang Anung masih cukup bertenaga untuk menarik dan mendayung rakit.
Ia mengaku sudah puluhan tahun lalu menyediakan jasa naik rakit bagi warga Desa Jati, Kecamatan Saguling.
"Ti tahun 89, kawitna di hilir, ngalih kadieu (Udah dari tahun 1989, sebelumnya di hilir, pindah ke sini)," kata Padalang Anung saat ditemui, Rabu (14/5/2025).
Kini ia tak lagi mampu menarik penumpang dengan rakit setiap hari.
Dalam sepekan, ia hanya menarik rakit dua atau tiga hari untuk kalangan umum.
Padalang Anung mengaku tak mematok tarif bagi warga yang ingin menyeberang menggunakan rakit.
Khusus untuk Nera, ia mengaku tak pernah menarik ongkos.
"Seridhanya, tidak dibanderol. Aya anu henteu gaduheun mah henteu janten masalah (Kalau ada yang tidak punya uang tidak jadi masalah). Gratis (buat Nera)," tandasnya.
Sebagian rtikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Jalur Ekstrem Pelajar SMA di Bandung Barat demi ke Sekolah, Naik Rakit Seberangi Waduk Saguling
(Nanda Lusiana, TribunJabar.id/Rahmat Kurniawan)