Lahan Hutan Seluas 5,46 Hektar di Banyumas Bakal Jadi Milik Perorangan
Catur waskito Edy May 15, 2025 06:30 PM

TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Pemerintah Kabupaten Banyumas berhasil mendapatkan persetujuan pelepasan kawasan hutan seluas 5,46 hektare dari total 112 hektare yang diajukan.

Lahan yang tersebar di 14 desa dan 8 kecamatan ini ke depannya akan berstatus sebagai milik masyarakat perorangan.

Keputusan ini diungkap dalam rapat koordinasi penetapan trayek batas pelepasan kawasan hutan yang digelar Kamis (15/5/2025).

Acara dihadiri Wakil Bupati Banyumas Dwi Asih Lintarti, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Banyumas Junaidi, Kepala BPKH Wilayah XI Moech Firman Fahada, serta sejumlah camat, kepala desa, dan perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah.

Wakil Bupati Banyumas, Dwi Asih Lintarti menjelaskan langkah ini bertujuan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang selama ini telah mengelola tanah tersebut.

Dengan adanya kejelasan status, warga diharapkan bisa lebih yakin dan mantap dalam memanfaatkan lahannya.

"Kalau sudah ada kepastian hukum, masyarakat jadi lebih marem mengolah lahannya.

Harapannya bisa meningkatkan kesejahteraan keluarga," ujar Lintarti kepada Tribunbanyumas.com.

Meski demikian, ia mengingatkan agar pengelolaan tetap memperhatikan faktor lingkungan.

Karena statusnya masih dalam kawasan hutan negara, maka jenis tanaman dan bentuk pemanfaatannya harus sesuai dengan prinsip pelestarian alam.

"Kalau digunakan pertanian atau perkebunan, harus bijak memilih tanaman yang sesuai dan aman.

Dinas terkait siap memberikan pendampingan," tambahnya.

Adapun lahan seluas 5,46 hektare tersebut berada di desa-desa seperti Darmakradenan (Ajibarang), Kemutug Lor (Baturraden), Gunung Lurah (Cilongok), Cihonje, Karangkemojing, Paningkaban, Telaga (Gumelar), Karangayam dan Parungkamal (Lumbir), Karangendep (Patikraja), Gerduren dan Kaliwangi (Purwojati), serta Banjarpanepen dan Bogangin (Sumpiuh), dan Watuagung (Tambak).

Sementara itu Asisten Perekonomian dan Pembangunan Banyumas, Junaidi menyebut dari pengajuan awal 112 hektare, hanya sebagian kecil yang disetujui.

Namun hal itu tetap menjadi langkah penting dalam penyelesaian status lahan bagi masyarakat.

"Yang disetujui 5,46 hektare.

Ini memberikan kejelasan hak atas tanah yang sebelumnya masih berstatus kawasan hutan," ungkap Junaidi.

Kepala BPKH Wilayah XI, Moech Firman Fahada menegaskan proses ini merupakan bagian dari upaya menyelesaikan konflik tenurial antara negara dan masyarakat.

Ia menyebut pelepasan kawasan hutan ini dilakukan melalui mekanisme yang sudah diatur, dan masyarakat tidak dikenai biaya karena didanai APBN.

"Ini solusi tengah yang menjaga keseimbangan antara hak masyarakat dan kelestarian hutan.

Prosesnya dilakukan dengan anggaran negara, jadi masyarakat tidak perlu membayar," ujarnya.

Proses administrasi penetapan trayek batas ini berdasarkan SK Menteri LHK Nomor 1324 tahun 2024, yang meliputi pembuatan peta dan berita acara (14 Mei), pemasangan tanda batas (Minggu ketiga Mei), pemetaan hasil (Minggu keempat Mei), peninjauan lapangan (Minggu pertama Juni), dan pelaporan ke menteri (Minggu pertama Juli).

Firman berharap masyarakat yang menerima hak atas lahan ini bisa memanfaatkannya secara produktif tanpa mengabaikan aspek keberlanjutan.

"Tujuannya jelas, agar masyarakat sejahtera, tapi hutan tetap lestari," imbuhnya. (jti)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.