TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Dinas Kesehatan Sumut menanggapi soal statement Menteri Kesehatan Budi Gunadi mengusulkan agar dokter umum di daerah dilatih menjadi obstetri dan ginekologi (obgyn).
Hal itu berawal dari, banyaknya kasus ibu melahirkan yang meninggal di kawasan daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar).
Menkes menyebutkan, tingginya angka kasus meninggal pada saat melahirkan di daerah 3T itu diantaranya Kepulauan Nias.
Menanggapi hal itu, faisal secara pribadi mendukung penuh program Kemenkes tersebut.
Terutama di daerah 3T yang satu diantaranya adalah Kepulauan Nias.
"Nah ini secara pribadi apapun kebijakan dari pempus kami pasti mendukung. Sepanjang memang memenuhi ketentuan-ketentuan, kriteria yang mungkin bisa diuji secara akademis. Kita pasti dukung demi memberikan pelayanan kepada masyarakat," jelasnya, Kamis 15/11/2025).
Diakuinya, saat ini angka kematian tertinggi saat melahirkan itu berada di Nias Selatan dan Gunung Sitoli.
"Nah hari ini, kami contohkan seperti di Nias Selatan ya, itu memang posisi angka kematiannya cukup tinggi di atas angka rata rata Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) kita ya," jelasnya.
Selain di Nias Selatan, angka kematian tertinggi setelah melahirkan ada di Gunung Sitoli.
"Dan di gunung sitoli masihh relatif sama, di nias relatif tinggi, Sementara Nias Utara dan Barat itu sudah rendah dibawah Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu (LPJMP)," jelasnya.
Tingginya angka kematian saat melahirkan sebab, masih belum banyak Dokter Obgyn di rumah sakit yang berada di Kepulauan Nias. Sejauh ini hanya ada empat dokter Obgyn di sana.
"Kondisi dokter obgyn di Kepulauan Nias itu cuma baru ada 4 orang dan kita kekurangan dua lagi (dokter Obgyn) , jadinya artinya posisi satu obgyn dia kan bisa praktik 3 tempat,” jelasnya.
Faisal menuturkan, saat ini ada 5 rumah sakit di Nias. Namun, baru 1 rumah sakit yang memiliki kelengkapan dokter spesialis.
“Jadi jumlah spesialis yang di sana itu posisinya baru 1 rumah sakit yang lengkap, itu di RS Thomson, itu sudah lengkap dasar dan penunjangnya. Sementara, 4 RS lagi belum, itu sama sekali tak ada dokter spesialisnya,” tuturnya.
Dikatakannya, saat ini Kepulauan Nias masih membutuhkan 21 dokter spesialis. Untuk itu Gubernur Sumut telah membuat program pemenuhan dokter spesialis di Nias.
"Antisipasi hal itu, pak gub membuat program pemenuhan program spesialis di nias. Alhamdulillah hari ini pak gub sudah ber MOU dengan usu dan UGM. Nantinya, ini sebagai tempat putra putri Nias, untuk kita berikan beasiswa pendidikan spesialis dasar dan penunjang," jelasnya.
Menurutnya, antisipasi lain yang dilakukan pihaknya untuk mengurangi angka kematian tinggi saat melahirkan diantaranya, Dinkes Sumut sudah ada melakukan pendampingan pempus dan pempriv.
"Ini yang sama-sama kita tekan, memang ini membutuhkan gerak cepat dari tim nakes di sana. Karena di sini, pak gub memberikan arahan untuk melakukan edukasi pendampingan dan semangat ke nakes di Nias," jelasnya.
Selain itu, pihaknya juga terus menggerakkan dan mengaktifkan kegiatan Posyandu.
"Jadi emang garda terdepan kita ya Posyandu ya, memang para ibu hamil sama-sama kita edukasi. Biar sama-sama rajin datang ke Posyandu. Sehingga dilakukan pemeriksaan rutin dan pada saat waktu persalinan, tak ada kendala dan sudah diberikan edukasi," jelasnya.
Disinggung berapa jumlah faskes yang melayani ceaser di Kepulauan Nias, Faisal menyebutkan ada lima faskes.
"Kalau di Nias itu ada 5 rumah sakit yang mungkin kita harapkan seperti yang kita katakan tadi, ada rumah sakit yang dibangun tahun ini," ucapnya.
Diketahui, Kepulauan Nias memiliki luas sekitar 5.625 km kuadrat dengan jumlah penduduk 906 ribu pada 2024 lalu. Dan dalam catatan Menkes, kasus melahirkan lebih tinggi di daerah 3T salah satunya adalah Kepulauan Nias.
(Cr5/tribun-medan.com)