Salah satu yang diingat dari Kerajaan Sambas adalah kerajaan Islam berhasil mengusir tentara Inggris dari wilayahnya pada awal abad ke-19.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Sebuah kerajaan Islam besar pernah berdiri di wilayah Provinsi Kalimantan Barat sekarang. Itu adalah Kerajaan Sambas atau Kesultanan Melayu Sambas.
Konon, kerajaan ini sudah ada sejak abad ke-14, sebagaimana disebut oleh Kitab Negarakertagama. Tentu saja ketika itu Islam belum mewarnai kerajaan ini, dan namanya belum Sambas, cuma dijelaskan bahwa rajanya bergelar "Nek"
Kesultanan Melayu Sambas sendiri maujud pada abad ke-17, tepatnya pada 1671.
Kerajaan Sambas yang bercorak Islam bermula dari Kesultanan Brunei. Ketika diperintah oleh Sultan Abdul Jalilul Akbar, sebagaimana dikutip dari Kompas.com, ada isu bahwa Pangeran Muda Tengah akan merebut takhta. Untuk menghindari perebutan wilayah, Sultan Abdul Jalilul Akbar memberikan wilayah Serawak kepada Pangeran Muda Tengah.
Sejak 1629, Pangeran Muda Tengah menjadi Sultan di Serawak dengan gelar Sultan Ibrahim Ali Omar Shah. Dia kemudian lebih dikenal sebagai Sultan Tengah.
Pada satu waktu, Sultan Tengah, yang melakukan perjalanan dari Johor, terdampar di pantai yang masuk wilayah Kesultanan Sukadana. Dia lalu mengunjungi istana Sukadana dan mendapat sambutan yang hangat dari rajanya, Sultan Muhammad Shafiuddin (Digiri Mustika). Tak hanya disambut, dia juga diizinkan tinggal dalam waktu yang lama.
Setelah saling mengenal, Sultan Muhammad Shafiuddin menikahkan Sultan Tengah dengan putrinya yang bernama Putri Surya Kesuma. Pernikahan itu kemudian menghasilkan seorang anak laki-laki bernama Sulaiman.
Setelah beberapa tahun menetep di Sukadana, Sultan Tengah bersama pengikut setianya pindah ke sekitar Sungai Sambas pada 1638. Ketika itu di sambas sudah ada kerajaan, namanya Kerajaan Panembahan Sambas.
Sesampainya di Sambas,Sultan Tengah mendapat sambutan dari Ratu Sapudak, yang berkuasa di Panembahan Sambas. Ratu Sapudak pun mengizinkan rombongan Sultan Tengah mendirikan perkampungan di sebuah tempat tidak jauh dari pusat pemerintahannya.
Sulaiman pun beranjak dewasa. Dia kemudian dinikahkan oleh Sultan Tengah degnan putri bungsu Ratu Sapudak, Mas Ayu Bungsu namanya. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Bima.
Beberapa saat kemudian, Raden Sulaimandiangkat menjadi Menteri Besar Panembahan Sambas bersama Raden Arya Mangkurat. Setelah Sultan Tengah meninggal, Raden Sulaiman mendapat tekanan dan ancaman dari Raden Arya Mangkurat.
Demi keselamatannya dan keluarganya, Raden Sulaiman memutuskan mundur dan pindah ke Kota Bandir. Sekitar empat tahun menetap di Kota Bandir, tiba-tiba para petinggi dan penduduk Panembahan Sambas mencari tempat menetap yang baru di wilayah Sungai Selakau.
Itu semua dilakukan karena mereka tidak tahan menghadapi Raden Arya Mangkurat. Raden Sulaiman kemudian diminta untuk memulai pemerintahan baru. Lalu pada 1671, Raden Sulaiman mendirikan pemerintahan baru, Kesultanan Sambas.
Raden Sulaiman menjadi pendiri sekaligus raja pertamanya dengan gelar Sultan Muhammad Shafiuddin I. Pusat pemerintahan Kesultanan Sambas berada di dekat muara Sungai Tebrau yang bernama Lubuk Madung.
Pada masa pemerintahan Raden Bima, yang bergelar Sultan Muhammad Tajuddin, ibu kota kerajaan dipindah ke percabangan tiga sungai, yaitu Sungai Sambas, Sungai Tebrau, dan Sungai Subah. Tempat itu kemudian dikenal dengan nama Muara Ulakkan, yang menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Sambas hingga saat ini.
Kesultanan Sambas menjadi kerajaan terbesar di wilayah pesisir barat Kalimantan dari paruh pertama abad ke-18 hingga paruh pertama abad ke-19. Hingga awal abad ke-19, atau pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali Shafiuddin I (Pangeran Anom), Kesultanan Sambas dalam kondisi berdaulat penuh.
Tapi, sekitar 1805 hingga tahun 1811, terjadi pertempuran di laut antara Inggris dengan angkatan laut Kesultanan Sambas. Setelah pasukan Inggris dipukul mundur, giliran Belanda yang datang dan mulai menanamkan pengaruhnya di Kesultanan Sambas.
Berawal dari hubungan dagang, Belanda mulai memiliki pengaruh besar dalam urusan internal Kesultanan Sambas pada tahun 1855.
Setelah pengaruh Belanda hilang, giliran Jepang yang masuk ke Kesultanan Sambas. Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin yang berkuasa di Sambas dibunuh Jepang karena dituduh akan melakukan pemberontakan.
Pembunuhan juga dilakukan terhadap para tokoh di Kalimantan Barat saat itu. Peristiwa kekejaman Jepang tersebut terkenal dengan Peristiwa Mandor.
Setelah Indonesia merdeka, Kesultanan Sambas bergabung dengan RIS dalam Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) pada 1950. Pada 1956, bekas wilayah Kesultanan Sambas secara utuh dijadikan wilayah Kabupaten Sambas hingga tahun 2000.
Setelah itu, Kabupaten Sambas dimekarkan menjadi tiga daerah pemerintahan, yaitu Kabupaten Sambas, Kota Singkawang, dan Kabupaten Bengkayang hingga sekarang. Saat ini, Kesultanan Sambas dipimpin oleh Pangeran Ratu Raden Muhammad Tarahan, yang bertindak sebagai Pewaris Kepala Rumah Tangga Istana.
Batas wilayah Kerajaan Sambas
Ketika pertama kali didirikan oleh Raden Sulaiman, wilayah Kerajaan Sambas meliputi wilayah Sungai Sambas dan percabangannya serta wilayah Sungai Paloh dan percabangannya. Sementara pada masa Raden Bima, wilayahnya meluas meliputi wilayah Sungai Sambas dan Sungai Selakau dan percabangannya.
Seiring waktu, wilayah kekuasaan Kerajaan Sambas terus meluas. Pada masa Sultan Abubakar Kamaluddin, sultan Sambas ke-4,wilayah kekuasaan Kerajaan Sambas sudah meliputi Tanjung Datuk di utara hingga ke Sungai Duri di selatan kemudian daerah Montraduk dan Bengkayang di tenggara hingga ke daerah Seluas dan Sungkung di sebelah timur.
Wilayah itu terus bertahan hingga berakhirnya masa pemerintahan Kesultanan Sambas, yang memilih bergabung dengan Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 1950. Enam tahun kemudian bekas wilayah Kerajaan Sambas dijadikan wilayah Kabupaten Sambas dan bertahan hingga 2000.
Setelah itu, wilayah ini dipecah jadi tiga daerah pemerintahan: Kabupaten Sambas, Kota Singkawang, dan Kabupaten Bengkayang.