Kutip Penelitian, Gamal Albinsaid Soroti Kebijakan Dedi Mulyadi Bawa Anak Nakal ke Barak Militer
Tiara Shelavie May 17, 2025 09:32 AM

TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi X DPR RI, dr Gamal Albinsaid menyampaikan pandangannya terkait kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang memberikan pendidikan karakter bagi anak nakal di barak militer.

Mengutip sejumlah penelitian yang pernah dilakukan, Gamal mempertanyakan keefektifan pendidikan ala militer yang ditujukan pada remaja nakal.

"Ketika kebijakan pendidikan militer untuk anak yang dianggap nakal ini keluar, saya berpikir 'is it effective?'."

"Berbagai studi menunjukkan pendidikan militer untuk remaja tidak menurunkan kemungkinan peserta mengulangi kenakalan," ungkap Gamal kepada Tribunnews.com, Jumat (16/5/2025).

Gamal menunjukkan sebuah studi “The total effects of boot camps that house juveniles: A systematic review of the evidence” dari University of South Carolina tahun 2010 menunjukkan bahwa boot camp militer tidak memiliki efek dalam menurunkan kemungkinan peserta mengulangi kenakalan.

"Pada tahun 1980–1990an banyak negara bagian AS menerapkan boot camp militer untuk remaja, tetapi evaluasi menunjukkan tidak ada pengaruh signifikan terhadap pengulangan kenakalan," ungkap Gamal.

Sehingga, pada tahun 2000−an sebagian besar kamp ditutup karena biaya tinggi dan rendahnya efektivitas.

"Sebaliknya, program intervensi berbasis konseling dianggap lebih efektif mengurangi pengulangan kenakalan," ujarnya.

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bidang Kepemudaan itu menjelaskan, laporan Youth Endowment Fund (Inggris) tahun 2021 menunjukkan peserta boot camp bahkan lebih berpeluang 6 persen lebih tinggi melakukan kenakalan.

"Rata-rata dampak buruk menunjukkan bahwa ini bukan pendekatan yang menjanjikan. Penelitian menunjukkan bahwa anak muda yang berpartisipasi dalam kamp pelatihan lebih mungkin terlibat dalam kriminalitas di masa mendatang," ujarnya.

Bisa 'Tingkatkan' Kenakalan

Sementara itu kajian lain, “Advocating the End of Juvenile Boot Camps: Why the Military Model Does Not Belong in the Juvenile Justice System” oleh Jaime E. Muscar menyatakan adanya kekhawatiran bahwa pelatihan militer justru bisa membuat pelaku remaja lebih fit secara fisik, lebih disiplin, dan lebih cerdik secara mental dalam melakukan kenakalan.

"Dari berbagai kajian tersebut, dengan penuh kerendahan hati, kita bisa menyimpulkan bahwa pendidikan ala militer untuk remaja yang dinggap nakal tidak efektif dalam mengurangi kenakalan," ungkapnya.

Pendidikan militer untuk siswa, lanjut Gamal, tidak sesuai dengan prinsip pendidikan modern, kurang fokus pada akar masalah, menimbulkan stigmatisasi dan diskriminasi, serta berpotensi melanggar hak-hak anak.

Menurut Gamal, belum ada bukti kuat efektivitas pendidikan militer untuk mengurangi atau menghentikan kenakalan remaja.

"Tanpa evidence-based (berbasis bukti), maka kebijakan itu lahir dengan proses  simplifikasi atau penyederhanaan dan kurangnya pemahaman mendalam atas kompleksitas pengasuhan anak," ungkapnya.

Kedua, pendidikan militeristik untuk anak tidak sesuai dengan prinsip pendidikan modern yang menekankan pendekatan psikologis dan pembinaan karakter yang positif.

"Ketiga, kebijakan ini kurang fokus pada akar masalah. Anak dan remaja tidak lahir nakal, tidak tiba-tiba nakal, tapi berespons terhadap sistem yang gagal mendukungnya."

"Dalam ilmu pedagogi, kenakalan adalah gejala atau ekspresi dari kebutuhan yang belum terpenuhi," ungkap Gamal.

Menurut Gamal, anak disebut nakal itu berespons terhadap lingkungan, bisa karena masalah keluarga seperti pengabaian orang tua, kurangnya perhatian orang tua, broken home, bisa karena lingkungan pergaulan yang tidak kondusif, bisa juga trauma masa kecil yang berpengaruh.

"Pada psikologi, bisa juga karena pendidikan, pengajaran, dan pengasuhan yang buruk atau represif di rumah atau sekolah."

"Apakah pendidikan ala militer ini menyelesaikan akar masalah tersebut? Tidak," ungkap Gamal.

Keempat, Gamal menilai pendidikan militer ini berpotensi melanggar hak-hak mendasar anak, khususnya
Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child atau CRC).

"Secara jelas menekankan pentingnya lingkungan keluarga dan peran orang tua bagi perkembangan anak, terutama pasal 5 dan 9," ungkapnya.

Kelima, Gamal menyoroti potensi stigmatisasi dan diskriminasi. 

"Anak-anak yang sudah masuk boot camp mereka dilabeli anak nakal atau anak bermasalah di mana hal tersebut memberikan beban tersendiri untuk anak-anak."

"Bayangkan anak-anak dijemput oleh militer dibawa ke barak atau diantarkan oleh orang tua ke sana, lalu oleh teman-temannya di kampung dan di sekolah menganggap anak tersebut nakal," ujarnya.

Rekomendasi untuk Pemprov Jabar

Gamal juga memberikan rekomendasi dan solusi kebijakan alternatif untuk anak yang dianggap nakal.

Pertama, Pemprov Jabar diharapkan Gamal menerapkan evidence based policy alias kebijakan berdasarkan bukti, dan melibatkan berbagai stakeholder pendidikan dalam merumuskan dan membuat kebijakan pendidikan.

Kedua, memperjelas indikator anak yang disebut nakal atau bermasalah.

Ketiga, mencegah stigmatisasi, diskriminasi, dan potensi pelanggaran hak anak-anak yang ikut pendidikan di barak militer.

"Tugas kita bukan sekedar memberikan kritik, tapi juga menghadirkan solusi," ungkapnya.

"Pertama, solusinya bukan barak militer, tapi ekosistem dukungan (supportive ecosystem) dan sistem pendidikan yang memulihkan (restorative education)," ujarnya.

Solusi kedua, kata Gamal, adalah pendekatan yang memulihkan relasi anak dengan diri, keluarga, komunitas, dan masyarakat. 

"Ketiga, memperkuat sistem dukungan psikososial dan dukungan psikologis berbasis komunitas."

"Keempat, pendidikan karakter berbasis empati dan generousity. Kelima, penguatan dan reformasi fasilitas dan SDM konseling," urainya.

Gamal menekankan, pendidikan dan pengasuhan anak itu membutuhkan kajian mendalam.

"Karena mereka butuh perhatian, empati, pendidikan yang tumbuh dari kasih sayang, bukan tekanan."

"Ada anak nakal karena masalah di rumah, ada anak nakal karena masalah psikologis, ada anak nakal karena pergaulan, memasukkan semuanya ke dalam barak militer menunjukkan simplifikasi masalah dan ketidakpahaman pendidikan serta pengasuhan anak."

"Every child has the right for protection, not punishment (setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan, bukan hukuman)," pungkasnya.

KDM Dilaporkan ke Komnas HAM

Sebelumnya diberitakan, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dilaporkan seorang warga Bekasi bernama Adhel Setiawan ke Komnas HAM, Kamis (8/5/2025) terkait kebijakan mengirim pelajar bermasalah ke barak militer. 

Dijumpai Tribun Jakarta di kediamannya di Jalan Abdul Malik, RT 05 RW 05, Kelurahan Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Adhel mengatakan alasannya melaporkan KDM sebagai bentuk protes. 

"Sebagai bentuk protes atas kebijakan Gubernur Jawa Barat Deddy Mulyadi yang menempatkan anak-anak bermasalah dengan prilaku akan ditempatkan di barak militer," kata Adhel, Senin (12/5/2025). 

Sebagai orangtua murid, Adhel menilai kebijakan Dedi Mulyadi melanggar hak asasi manusia (HAM). Anak tempatkan sebagai objek bukan manusia yang memiliki kemampuan. 

"Padahal anak ini sebagai manusia, itu mereka itu kan punya kemauan, punya harkat, punya martabat, punya karsa, dan punya bakat yang sudah ada sejak lahir, yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa," ungkap Adhel. 

Adhel tidak sepakat jika mendidik anak melalui cara-cara militer, karena setiap individu memiliki cita-citanya sendiri dan tidak bisa disamaratakan. 

"Dimiliterkan, kami enggak setuju kalau anak ini disamaratakan, diseragamkan, maupun dibina dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan prinsip pendidikan," tegas dia. 

Tanggapan Dedi Mulyadi

Dedi Mulyadi memberikan jawaban bagi yang mengkritik kebijakannya yang mengirim siswa bermasalah ke barak militer.

"Terima kasih ya pada semua pihak yang memberikan perhatian khusus terhadap upaya pemerintah provinsi Jawa Barat untuk mengatasi anak-anak di Jawa Barat, remaja yang berperilaku khusus. Saya terima kasih atas kritik, saran bahkan tuduhan dan pelaporan sebagai gubernur yang melanggar hak asasi manusia, melanggar hak anak-anak," kata Dedi Mulyadi dikutip dari akun instagramnya, Sabtu (10/5/2025).

(Gilang Putranto) (TribunJakarta.com/Yusuf Bachtiar)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.