TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan bahwa pemerintahannya akan memperbarui bea baru bagi sejumlah negara yang ogah melakukan perundingan tarif.
Pengumuman ini diketahui publik usai menteri keuangannya, Scott Bessent, dan menteri perdagangan, Howard Lutnick, mengirim surat kenaikan tarif kepada beberapa mitra dagang AS.
Baik Trump maupun juru bicara Gedung Putih dirinci kapan kenaikan tarif akan di diberlakukan.
Namun sejumlah pihak menilai upaya ini merupakan sinyal ditutupnya pintu negosiasi setiap negara untuk mencari kesepakatan perdagangan dengan AS.
Seperti diketahui pada 2 April lalu, Trump mengumumkan kenaikan tarif yang cukup signifikan untuk berbagai mitra dagangnya termasuk bagi Indonesia.
Namun, secara mengejutkan kebijakan ini ditunda selama 90 hari, di tengah kepanikan investor.
Trump berdalih pelonggaran waktu diberikan agar pemerintah negara lain bisa bernegosiasi dengan AS.
Meski demikian, dalam beberapa minggu belakangan, Trump justru enggan melakukan negosiasi terus-terusan dengan mitra dagangnya.
Trump beralasan bahwa tidak mungkin untuk bertemu dengan semua orang, ketika pada saat yang sama ada 150 negara yang ingin membuat kesepakatan.
Buntut adanya keterbatasan sumber daya dan tenaga kerja saat membuat negosiasi, Trump sepakat bahwa dirinya akan langsung menetapkan tingkat tarif bagi banyak negara yang ingin menghindari beban tarif lebih tinggi, tanpa melalui proses negosiasi panjang.
"Saya kira hal tersebut cukup adil. Namun, tidak mungkin kami bisa menyambangi semua orang yang ingin menemui kami," kata Trump saat bertemu dengan para pengusaha di Uni Emirat Arab, dikutip The Guardian.
Di tengah isu penetapan tarif baru, pekan lalu Pemerintahan Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump mempertimbangkan pemangkasan tarif impor barang-barang China.
Rencana tersebut diungkap sumber Gedung Putih dalam Wall Street Journal (WSJ), dijelaskan bahwa Trump sedang mempertimbangkan rencana untuk memangkas tarif impor China dalam upaya untuk meredakan ketegangan.
Apabila rencana tersebut direalisasikan, maka tarif impor barang-barang asal China dapat turun dari level saat ini sebesar 145 persen menjadi antara 50 persen atau 65 persen.
"Kami akan mencapai kesepakatan yang adil dengan China," kata Trump kepada wartawan pada Al Jazeera.
Pernyataannya tersebut menyusul komentar optimistis yang disampaikan pada Selasa bahwa kesepakatan untuk menurunkan tarif adalah mungkin.
Trump menyadari penerapan tarif impor sebesar 145 persen terhadap China sangat besar. Oleh karenanya ia mengatakan nantinya tarif impor terhadap China tidak akan sebesar 145 persen.
Merespon isu pemangkasan tarif impor yang dirilis (WSJ), Juru bicara Gedung Putih Kush Desai mengatakan laporan apa pun tentang tarif adalah spekulasi murni, kecuali jika datang langsung dari Trump.
Sementara itu Menteri Keuangan AS Scott Bessent menolak berkomentar mengenai berita WSJ, tetapi mengatakan bahwa ia tidak akan terkejut jika tarif diturunkan.
Bessent mengatakan kedua negara melihat tarif saat ini tidak dapat dipertahankan , tetapi ia tidak tahu kapan negosiasi akan dimulai. Bessent menambahkan bahwa perlu ada de-eskalasi sebelum pembicaraan perdagangan dapat dilanjutkan.
“Saya pikir kedua pihak menunggu untuk berbicara satu sama lain,” kata Bessent.
(Tribunnews.com / Namira)