Viral sebuah video yang memperlihatkan siswa disabilitas dan guru memohon kepada Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan agar gedung Sekolah Luar Biasa (SLB) Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, tidak dibongkar.
Lalu, dalam video yang viral di media sosial itu, dinarasikan bahwa gedung tersebut dibongkar untuk kebutuhan program Sekolah Rakyat dan para siswa diusir dari gedung tersebut.
Namun, narasi itu dibantah langsung oleh beberapa pihak seperti Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Kementerian Sosial (Kemensos), dan Komisi Nasional Disabilitas (KND).
Dikutip dari Tribun Jabar, Dedi Mulyadi mengakui bahwa pembongkaran terhadap SLB Padjajaran untuk program Sekolah Rakyat.
Namun, dia membantah siswa disabilitas di SLB tersebut akan diusir. Dedi mengungkapkan para siswa akan bergabung dengan Sekolah Rakyat.
Dedi menjelaskan bahwa pembongkaran yang dilakukan untuk kebutuhan renovasi.
"Sebenarnya bukan dibongkar dan diganti sekolah rakyat. SLB itu ada alokasi anggaran dari Kementerian PU. Kemudian dibangun Sekolah Rakyat," ujar Dedi, Sabtu (17/5/2025).
"Kemudian, setelah pembangunannya itu, nanti temanteman SLB tetap sekolah di situ. Bersamasama. Sekolah dibagusin," sambungnya.
Bantahan serupa juga disampaikan Kemensos melalui Dirjen Rehabilitasi Sosial, Supomo.
Dia menegaskan tidak ada pengusiran terhadap siswa di SLB Padjajaran Bandung.
"Kalau sekarang muncul isu mau dipindahkan atau diusir, itu tidak benar sama sekali. Kami justru mengakomodasi semua pihak," kata Supomo melalui keterangan tertulis, Minggu (18/5/2025).
Supomo menuturkan pihaknya mendukung usulan dari Pemprov Jabar agar bangunan Sentra Wyata Guna yang digunakan siswa SLB Padjajaran juga dimanfaatkan secara bersama untuk berbagai kebutuhan pendidikan dan rehabilitasi sosial.
"Kami mengakomodasi usulan dari Pemprov Jawa Barat. Bangunan di Sentra Wyata Guna bisa digunakan bersama untuk SLB, Sekolah Rakyat, dan layanan rehabilitasi sosial tetap berjalan,” katanya.
Plt. Ketua Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) Jonna A. Damanik juga memastikan tidak ada tindakan pengusiran terhadap siswa.
“Kami hadir di sini untuk memastikan hak pendidikan anakanak penyandang disabilitas tetap terpenuhi secara adil dan setara. Tidak ada konteks pengusiran dalam penyelenggaraan Sekolah Rakyat di Sentra Wyata Guna,” ujarnya.
Jonna mengatakan siswa akan direlokasi sementara karena bangunan yang dipakai akan dibongkar untuk direnovasi.
Dia juga menyebut seluruh pihak sepakat bahwa SLB Padjajaran bisa berdampingan dengan Sekolah Rakyat.
“Relokasi semata karena proses renovasi. Sudah ada kesepakatan bahwa ke depan, semua pihak bisa berjalan berdampingan dan saling mendukung proses pembelajaran,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa Wakil Ketua Komite Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Pajajaran, Tri Bagio, mengungkap informasi pembongkaran gedung SLBN A Pajajaran datang begitu cepat. Rencana penundaan gagal sehingga tetap dilakukan sesuai dengan jadwal semula.
Gedung SLBN A Pajajaran, Kota Bandung, dibongkar untuk dijadikan sekolah rakyat. Siswa penyandang disabilitas netra yang belajar di sana diminta pindah sementara ke SLB Cicendo.
Pengosongan gedung dilakukan atas perintah Kementerian Sosial melalui Kepala Sentra Balai Wiyataguna. Gedung akan dijadikan sekolah rakyat.
Terdapat dua gedung yang sudah dikosongkan dan dibongkar, yakni gedung C dan D.
Proses pembongkaran itu sempat ditolak karena para siswa sedang melakukan ujian.
Bahkan, orang tua dan siswa di SLBN A Pajajaran membuat video, meminta agar Presiden Prabowo Subianto turun tangan menyelamatkan gedung tempat para penyandang disablitas belajar.
"Kami kaget. Dalam waktu yang mendesak, kami harus mengosongkan. Anakanak sedang ujian, kami tidak tahu harus belajar di mana," ujar Tri, Sabtu (17/5/2025).
Tri mengatakan permintaan pengosongan awalnya dijanjikan ditunda hingga 23 Mei.
Namun. kemudian diminta tetap segera dikosongkan sesuai dengan jadwal semula, yakni 15 Mei 2025.
"Kepala sekolah sudah mencoba mengajukan penjadwalan ulang, tetapi surat penundaan itu malah ditarik kembali," katanya.
Gedung C dan D yang akan dikosongkan masingmasing memiliki sekitar delapan hingga sembilan ruangan.
Gedung tersebut digunakan oleh siswa tingkat SD, SMP, dan siswa dengan disabilitas ganda. Saat ini, SLBN A hanya memiliki tiga ruang kelas aktif tersisa, dari idealnya 37 ruang kelas untuk sekitar 111 siswa.
Kondisi ini memaksa beberapa kelas digabung, bahkan siswa dengan latar belakang disabilitas berbeda, harus belajar bersama dalam satu ruangan.
"Kenyataannya, dengan pembelajaran seperti itu, tidak efektif," ucapnya.
Bagi siswa tunanetra, pembelajaran yang efektif membutuhkan ruangan senyap agar suara pengajar bisa diterima dengan baik.
"Kalau satu ruangan ada tiga guru mengajar, itu berisik, sering terjadi miskomunikasi," katanya.
Komite sempat mengusulkan agar pembangunan sekolah rakyat menggunakan ruang atau lahan lain yang masih kosong di Kompleks Wiyataguna.
"Kompleks Wiyataguna ini kan luas, banyak lahan dan gedung yang masih kosong, sementara ini kami berharapnya jangan dulu ganggu SLB," katanya.