Driver Ojol Bakal Mogok Massal,  Demo Potongan Aplikasi
Hari Widodo May 19, 2025 08:31 AM

BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Unjuk rasa besar-besaran bakal digelar para pengemudi ojek online (ojol), taksi online, dan kurir yang tergabung dalam Garda Indonesia pada Selasa (20/5/2025).

Aksi akan berlangsung di Jakarta dan sejumlah daerah lainnya. Demo rencananya diiringi aksi mogok berupa off bid atau pemadaman aplikasi secara massal di seluruh platform layanan.

Aksi ini digerakkan oleh Asosiasi Garda Indonesia sebagai bentuk protes terhadap kebijakan aplikator yang dinilai tidak adil dan melanggar aturan.

Ketua Umum Garda Indonesia Igun Wicaksono menjelaskan selama ini aplikator tidak mematuhi aturan pemerintah, terutama terkait batas maksimal potongan biaya aplikasi.

"Pemerintah selama ini mendiamkan pelanggaran regulasi yang dilakukan oleh aplikator-aplikator pelanggar regulasi," ujar Igun kepada Kontan, Minggu (18/5).

Menurut Igun, Keputusan Menteri Perhubungan (Kepermenhub) KP 1001 Tahun 2022 menyebut, potongan maksimal dari aplikator adalah 15 persen, dengan tambahan 5 persen untuk kesejahteraan pengemudi. Namun kenyataannya, banyak aplikator yang memotong jauh di atas angka tersebut.

"Tidak ada ampun bagi aplikator-aplikator pelanggar, karena sejak 2022 pengemudi sudah sangat bersabar namun terus diremehkan," tegasnya.

Beberapa fitur tarif seperti aceng (pengantaran makanan jarak dekat dengan harga sangat murah), slot, double order, hemat, hingga prioritas, menurut Igun, membuat pendapatan pengemudi tidak sebanding dengan beban kerja yang semakin berat.

Di Jakarta, unjuk rasa akan dilakukan di tiga titik utama yakni Istana Merdeka, Gedung Kementerian Perhubungan, dan Gedung DPR/MPR RI. Garda Indonesia memperkirakan ribuan pengemudi akan hadir dari berbagai daerah, seperti Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, hingga Sumatera.

Selain turun ke jalan, para pengemudi juga akan melakukan offbid atau aksi tidak menerima orderan secara serentak. Ini berarti, masyarakat kemungkinan tidak bisa menggunakan layanan transportasi dan pesan antar makanan seperti Gojek dan Grab.

"Pada 20 Mei 2025 kami perkirakan pemesanan apapun melalui aplikasi akan lumpuh sebagian ataupun total," kata Igun.

Igun juga menegaskan bahwa aksi kali ini tidak hanya menuntut soal tarif angkutan penumpang, melainkan juga mendorong regulasi khusus untuk layanan pemesanan makanan dan pengantaran barang yang kini semakin menjadi andalan aplikator.

Asosiasi Garda Indonesia mengklaim telah melakukan komunikasi intensif dengan DPR RI, khususnya Komisi V, terkait tuntutan tersebut.

Pihaknya juga telah menyerahkan bukti pemotongan aplikasi yang melebihi batas regulasi kepada Komisi V.

"Pada 7 Mei lalu, Komisi V DPR RI telah menyerahkan dokumen tersebut langsung kepada Menteri Perhubungan. Sekarang kami tinggal menunggu tindak lanjut dari Kemenhub maupun DPR," ujar Igun.

Lebih lanjut, Garda berharap aksi ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk segera memberikan kepastian hukum dan perlindungan yang lebih adil bagi jutaan pengemudi ojol.

Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) juga menyerukan pengemudi ojol, taksi online (taksol) dan kurir melakukan aksi off bid massal. "Aksi off bid massal satu Indonesia ini sebagai wujud protes kita atas kondisi kerja yang tidak layak yang dirasakan sehari-hari yang terus-menerus memeras tenaga kerja pengemudi ojol," ungkap Ketua SPAI Lily Pujiati, Jumat (16/5/2025).

Lily menjelaskan kondisi kerja yang jauh dari layak itu termanifestasi dalam bentuk potongan platform yang selangit hingga mencapai 70 persen. Pengemudi hanya mendapatkan upah sebesar Rp 5.200 dari hasil kerjanya mengantarkan makanan. Padahal pelanggan membayar ke platform sebesar Rp 18.000.

"Maka kami mendukung tuntutan potongan 10 persen dan bahkan kami menuntut potongan platform dihapuskan. Selain itu, harus ada kejelasan tarif penumpang, barang dan makanan yang setara dan adil," ucapnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDI-P, Adian Napitupulu, meminta perusahaan aplikasi transportasi online menurunkan potongan tarif layanan yang didapatkan ojek online dan taksi online menjadi 10 persen. Sebab, pihak aplikator tidak memiliki tanggung jawab operasional yang besar terhadap pengemudi, sehingga persentase potongan yang saat ini mencapai 20 persen perlu ditinjau ulang.

“Kenapa? Enggak punya tanggung jawab apa-apa. Enggak punya pool, enggak punya montir, enggak ngurus yang ketangkap, enggak apa-apa segala macam. Tiba-tiba dapat 20 persen,” ujar Adian dalam rapat dengar pendapat umum antara Komisi V DPR RI dengan aplikator ojol pada Rabu (5/3).

Atas dasar itu, Adian mengusulkan agar revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ) bisa mengatur keselamatan para driver taksi dan ojek online, hingga pemotongan tarif layanan yang lebih adil. “Dulu kalau tidak salah, pernah 10 persen ya, jatah aplikator itu. Lalu naik terus 15 persen, 20 persen, dan dalam praktiknya bisa di atas 20 persen,” ucap Adian. (kompas/kontan)

Di Banjarmasin Terbelah

Driver ojek online (ojol) di Kota Banjarmasin terbelah mengenari rencana demo besar-besaran pada Selasa (20/5). Hikmat (30), pengemudi Grab yang ditemui di kawasan Duta Mall, Minggu (18/5) malam, mengatakan berita mengenai demo ramai diperbincangkan di platform WhatsApp group driver. Namun warga Jalan Prono 1 ini mengaku tidak ingin ikut-ikutan untuk mematikan aplikasi.

"Tidak ikut. Saya tidak ada pemasukan. Saya memiliki dua anak," ucap Hikmat.

Hikmat mengungkapkan terjadi dua kubu dalam group WA driver. Mayoritas driver tak ingin mengikuti kegiatan tersebut, mengingat kondisi lowongan kerja yang sulit sekali didapatkan.

"Cari kerja sekarang susah, beritanya memang heboh di group WA. Tapi mayoritas teman-teman menolak. Saya rasa, meskipun terjadi demo, Banjarmasin masih terlihat damai tidak seperti di Jakarta yang biasa rusuh," terang Hikmat.

Hikmat yang telah menjalani profesi sebagai driver selama tujuh tahun mengakui penghasilan dari ojol tidak stabil. Dia paling rendah mendapat Rp50 ribu sehari. Sementara tertinggi Rp 150 ribu per hari.

Sementara Astri (37), warga Sungaiandai yang bekerja sebagai driver Gojek sejak 2017, mengaku mendukung gerakan tersebut.

"Demo di Jakarta. Di Banjarmasin saya lihat kurang kompak. Kalau saya sih ikut demi kesejahteraan mitra ojol," kata Asri.

Asri juga mengungkapkan telah terjadi ketidaktransparan dalam hal regulasi dan sistem perekrutan. Banyak akun yang digunakan tidak sesuai dengan data driver, sehingga menciptakan persaingan yang tidak sehat.

Asri juga mengeluhkan pemotongan yang dilakukan oleh aplikator, yang bisa mencapai 30 persen dari tarif orderan.  

"Biasanya dipotong 20 persen. Sekarang tak tentu kadang 25 persen, kadang 30 persen," kata Asri.

Asri mengungkapkan bahwa kabar juga heboh di group WA driver Gojek. Kubu terbagi dua, mereka yang pro akan mematikan aplikasi selama satu hari penuh, sedang yang kontra tetap melaksanakan pekerjaan seperti biasa.  "Kalau demo sih belum tahu yah Mas, yang pasti saya ikut," tegas Asri. (sai)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.