TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman diduga memperoleh keuntungan hingga lebih dari Rp 4 miliar dari penjualan video asusila anak di bawah umur yang diunggah di situs pornografi Australia.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Sugiat Santoso, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sugiat mengatakan, pelaku harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
Sebab, kejahatan yang dilakukannya mengganggu psikologi korban.
"Ini kan si pelaku mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari kejahatan ini. Kita enggak tahu berapa. Saya dapat informasi, apakah aliansi juga sudah dapat fakta seperti itu, ini bisa dapat Rp 4 miliar lebih nih dari situs pornografi yang dia posting," kata Sugiat dalam rapat.
Karena itu, Sugiat meminta agar selain tuntutan pidana, pelaku juga harus dimiskinkan.
"Kita minta bahwa selain hukuman pidana, si pelaku juga harus bertanggung jawab, bila perlu dimiskinkan. Dimiskinkan seluruh hartanya," ujar Sugiat.
Selain itu, Sugiat meminta aparat penegak hukum menelusuri aliran dana yang didapat dari praktik kejahatan tersebut
"Dan yang berikutnya, ke mana aliran dana Kapolres ini mengalir dalam konteks kejahatan ini. Jangan-jangan ada backup yang lebih besar sehingga ini terbiarkan seperti ini," ungkapnya.
AKBP Fajar Widyadharma Lukman saat ini sudah dipecat atau Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) dari anggota Polri.
Kini ia pun menyandang status tersangka kasus tindak kekerasan seksual dan Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Mantan perwira menengah Polri tersebut dijerat dengan pasal 14 ayat 1 huruf a dan b serta pasal 15 ayat 1 huruf e, g, j UU nomor 12 tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan atau pasal 45 ayat 1 junto pasal 27 ayat 1 UU nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua UU ITE, karena ada perekaman.
Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda NTT, AKBP Bertha Hagge mengungkap kasus asusila eks Kapolres Ngada tersebut berawal saat Polri menerima delapan potongan rekaman video tindak asusila AKBP Fajar dari Australian Federal Police (AFP).
"Setelah menerima surat dari Divisi Internasional Polri dan Polda NTT tanggal 14 Januari 2025. Dasar surat itu adalah surat dari Australian Federal Police (AFP) disertai rekaman. Ada delapan potongan rekaman," kata AKBP Bertha di ruang kerja Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Henry Novika Chandra saat menerima audiensi dari massa aksi Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual Terhadap Anak pada Jumat (21/3/2025).
Berdasarkan potongan rekaman video diketahui bahwa wajah AKBP Fajar tidak ditampilkan.
Tetapi dalam video tersebut hanya memperlihatkan wajah korban saja.
"Dalam rekaman tidak ditunjukan wajah yang bersangkutan tetapi wajah korban saja," katanya.
Dalam surat yang diterima pihaknya disampaikan tempat kejadian tindak asusila tersebut di satu hotel di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
"Polda NTT langsung keluarkan surat perintah penyelidikan. Dari penyelidikan belum terungkap siapa pelakunya, kemudian korbannya atas nama siapa belum diketahui," ungkap Bertha.
Dua korban tindak asusila AKBP Fajar diketahui memiliki hubungan saudara.
Hal tersebut terungkap berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan Polda NTT terhadap pihak hotel
Menurut Bertha, hasil pemeriksaan pihak hotel, terungkap ada kejadian tindak asusila, yakni pada 15 Januari dan 25 Januari dengan korban berbeda.
"Kedua korban ini yang tanggal 15 Januari itu usia 16 tahun, kemudian tanggal 25 Januari itu adalah 13 tahun. Mereka berdua ini adalah sepupu kandung. Dan korban-korban ini berhubungan langsung dengan yang bersangkutan melalui aplikasi Michat," ujar Bertha.
Bertha pun tak menampik bila kasus tindak asusila yang dilakukan AKBP Fajar masuk kategori trafficking, karena transaksi melalui aplikasi Michat.
Bertha pun mengklarifikasi terkait usia anak yang diinformasikan berusia tiga tahun itu tidak benar.
Karena pada tanggal 11 Juni 2024 usia anak baru lima tahun tiga bulan.
Saat check in di hotel AKBP Fajar Widyadharma tak menggunakan nama samaran.
Hal tersebut terungkap setelah pihak Polda NTT melakukan interogasi terhadap pihak hotel.
Saat dicek transaksinya muncul nama AKBP Fajar.
"Saat check in di hotel, beliau tidak menyembunyikan idetitas namanya. Nama jelas di situ," kata Bertha.
Pada 11 Juni 2024 status AKBP Fajar masih menjabat Kapolres Sumba Timur.
Ketika tanggal 15 Januari dan 25 Januari 2025 baru sudah menjabat sebagai Kapolres Ngada.
Disampaikan juga tersangka datang ke Kupang karena bagian dari urusan dinas, bukan urusan berbuat asusila.
Perkara AKBP Fajar segera disidangkan.
Menurut Bertha penanganan perkara asusila AKBP Fajar termasuk penanganan yang paling cepat.
Karena setelah dilakukan penyelidikan dan diketahui siapa pelaku, siapa korban, lokasi di mana, barang buktinya, dan tanggal 23 Februari 2025 interogasi terakhir kepada tersangka.
"Tanggal 24 Februari 2025 beliau diterbangkan ke Jakarta berdasarkan hasil koordinasi dengan Kabid Propam. Setelah gelar perkara, tanggal 3 Maret 2025, dibuat laporan Polisi. Tanggal 20 Maret, sudah diserahkan berkas tahap satu," ujarnya.