TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kesaksian penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) AKBP Rossa Purbo Bekti dalam persidangan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto dikritisi oleh akademisi hukum.
Menurut Pakar Hukum Pidana dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Beniharmoni Harefa, pernyataan Rossa di pengadilan belum sepenuhnya memenuhi ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.
Beni merujuk pada Pasal 1 angka 27 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyebutkan bahwa keterangan saksi adalah informasi yang diperoleh berdasarkan apa yang ia lihat, dengar, dan alami secara langsung.
“Karena itu pula, tidaklah benar jika ada saksi fakta (AKBP Rossa) yang dihadirkan ke persidangan kemudian menyampaikan pendapat atau opini untuk kasus tertentu,” ujar Beni dalam keterangan tertulis, Selasa (20/5/2025).
Dalam sidang lanjutan pada 9 Mei 2025 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rossa hadir sebagai saksi fakta dalam perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan yang menyeret nama Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI Perjuangan.
Tim penasihat hukum Hasto, salah satunya Patra M. Zen, menanyakan kepada Rossa soal apakah ia melihat, mendengar, atau mengalami langsung adanya perintah dari Hasto terkait perintangan penyidikan.
“Pertanyaan saya, bapak lihat enggak Pak Hasto ini menghalang-halangi di PTIK itu? Bapak lihat enggak Pak Hasto perintahkan orang supaya menghalangi di PTIK, lihat enggak?” tanya Patra.
“Ada orang yang menghalangi kami,” jawab Rossa. Ia tidak menyebut keterlibatan langsung Hasto dalam tindakan itu.
Begitu pula soal uang senilai Rp400 juta yang disebut dalam dakwaan digunakan untuk pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku.
Rossa mengaku tidak pernah melihat uang tersebut dan hanya mengetahui informasi itu dari percakapan antara Saeful Bahri dan Harun Masiku, dua pihak yang sebelumnya telah divonis dalam kasus ini.
Menurut Beni, bila seorang saksi tidak memiliki pengalaman langsung atas peristiwa inti yang didakwakan, kesaksiannya tidak dapat dikategorikan sebagai keterangan saksi yang sah menurut hukum.
Ia juga menyinggung soal prosedur penyitaan dalam proses hukum. Menurut KUHAP, tindakan penyitaan sebagai bentuk upaya paksa harus disertai surat perintah dan berita acara resmi.
"Apabila dilakukan tanpa itu, perolehan bukti cacat (unlaw legal evidence), sehingga tidak dapat diperhitungkan sebagai bukti," tegasnya.
Dalam persidangan sebelumnya, Rossa memang menyampaikan bahwa tidak ada perintah langsung dari Hasto Kristiyanto untuk menghalangi proses penyidikan di PTIK.
Meski demikian, ia menyebut ada petugas yang menghalangi penyidik saat menjalankan tugas di lokasi tersebut.
Sidang ini masih terus berlanjut dengan agenda pemeriksaan lanjutan oleh majelis hakim, yang akan mempertimbangkan seluruh keterangan saksi dan alat bukti secara menyeluruh.